News Komoditi & Global ( Jumat, 19 September 2025 )

News  Komoditi & Global

                             (  Jum’at,   19  September  2025  )

Harga Emas Global Melemah  Usai Cetak Rekor Tertinggi, Pasar Tunggu Sikap The Fed

 

Harga emas melemah pada perdagangan Kamis (18/9/2025) seiring aksi ambil untung investor, setelah sehari sebelumnya logam mulia ini sempat menyentuh rekor tertinggi. Pasar kini mencermati arah kebijakan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve/Fed).

Harga emas spot turun 0,4% menjadi US$ 3.643,40 per troy ounce pada pukul 13.51 waktu New York. Sementara kontrak emas berjangka AS untuk pengiriman Desember ditutup melemah 1,1% di posisi US$3.678,30 per troy ounce.

Sehari sebelumnya, perdagangan emas berlangsung volatil dengan harga spot sempat menyentuh rekor baru di level US$ 3.707,40 sebelum kembali terkoreksi.

Pelemahan emas juga dipengaruhi penguatan indeks dolar AS sebesar 0,5%, yang membuat komoditas berdenominasi dolar menjadi lebih mahal bagi pemegang mata uang lain.

The Fed pada Rabu (17/9) memutuskan memangkas suku bunga untuk pertama kalinya sejak Desember lalu. Namun, bank sentral juga menegaskan masih ada risiko inflasi yang tinggi sehingga menimbulkan keraguan mengenai kecepatan pelonggaran kebijakan berikutnya.

Ketua The Fed Jerome Powell menyebut pemangkasan suku bunga kali ini sebagai langkah manajemen risiko akibat melemahnya pasar tenaga kerja. Meski demikian, ia menegaskan The Fed tidak terburu-buru melonggarkan kebijakan moneter.

“Pernyataan Powell soal pemangkasan sebagai langkah manajemen risiko menimbulkan kebingungan dan memicu aksi ambil untung,” ujar Peter Grant, Wakil Presiden sekaligus Senior Metals Strategist di Zaner Metals.

Ia menambahkan, tren bullish emas jangka panjang tetap terjaga, dan koreksi dari level tertinggi kemarin bersifat teknis. “Setiap kali emas mencetak rekor baru, semakin kuat keyakinan menuju target US$4.000.”

Sejak awal tahun, harga emas telah naik hampir 39%. Analis SP Angel menyebut kenaikan emas terutama didorong diversifikasi cadangan dolar oleh bank sentral negara-negara BRIC, khususnya China, dan tren ini diperkirakan masih berlanjut.

Data juga menunjukkan ekspor emas Swiss ke China melonjak 254% pada Agustus dibandingkan bulan sebelumnya.

Untuk logam mulia lain, harga perak spot naik 0,3% menjadi US$ 41,78 per ounce. Platinum menguat 1,6% ke level US$1.384,95, sedangkan palladium bertambah 0,5% menjadi US$1.160,25 per ounce.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Harga Minyak Dunia Turun, Kekhawatiran Terhadap Prospek Ekonomi AS Tekan Pasar

 

Harga minyak dunia turun pada perdagangan Kamis (18/9/2025), tertekan kekhawatiran pasar terhadap prospek ekonomi Amerika Serikat (AS) meskipun Federal Reserve (The Fed) baru saja memangkas suku bunga untuk pertama kalinya tahun ini.

Harga minyak mentah berjangka Brent ditutup melemah 51 sen atau 0,8% ke posisi US$67,44 per barel. Sementara itu, West Texas Intermediate (WTI) turun 48 sen atau 0,8% ke level US$63,57 per barel.

Sehari sebelumnya, The Fed memangkas suku bunga acuan sebesar seperempat poin persentase dan memberi sinyal masih ada ruang penurunan lanjutan sepanjang tahun ini. Kebijakan itu diambil untuk merespons pelemahan pasar tenaga kerja.

Biasanya, biaya pinjaman yang lebih rendah mendorong permintaan minyak. Namun kali ini, pasar justru menyoroti tanda-tanda perlambatan ekonomi.

“Mereka melakukan ini sekarang karena jelas ekonomi sedang melambat. The Federal Reserve sedang berusaha memulihkan pertumbuhan,” kata Jorge Montepeque, Direktur Pelaksana Onyx Capital Group.

Pasar tenaga kerja AS memang menunjukkan pelemahan. Klaim tunjangan pengangguran baru menurun pekan lalu, namun secara keseluruhan permintaan dan pasokan tenaga kerja telah menyusut.

Selain itu, pembangunan rumah keluarga tunggal anjlok ke level terendah hampir 2,5 tahun pada Agustus akibat kelebihan pasokan rumah baru. Kondisi ini memperkuat kekhawatiran bahwa sektor perumahan masih akan menjadi hambatan ekonomi.

Faktor lain yang menekan harga minyak adalah lemahnya permintaan bahan bakar di AS. Data Badan Informasi Energi menunjukkan stok minyak mentah AS turun tajam karena impor neto jatuh ke rekor terendah sementara ekspor melonjak ke level tertinggi hampir dua tahun.

Namun, peningkatan stok distilat sebesar 4 juta barel, jauh di atas ekspektasi kenaikan 1 juta barel, memicu kekhawatiran tambahan terhadap permintaan energi.

Faktor Geopolitik dan Pasokan

Di Rusia, produsen minyak terbesar kedua dunia pada 2024, pemerintah mengumumkan langkah baru untuk melindungi anggaran negara dari fluktuasi harga minyak serta sanksi Barat yang menekan ekspor energi.

Sementara itu, Ukraina mengklaim berhasil menyerang fasilitas pengolahan minyak dan kilang besar Rusia sebagai bagian dari upaya melemahkan sektor energi Moskow.

CEO Exxon Mobil, Darren Woods, menyatakan kepada Financial Times bahwa perusahaannya tidak memiliki rencana melanjutkan operasi di Rusia. Hilangnya pasokan minyak Rusia dari pasar internasional berpotensi mendukung harga.

Dari sisi permintaan, Menteri Perminyakan Kuwait Tariq Al-Roumi memperkirakan pemangkasan suku bunga AS akan mendorong konsumsi minyak, khususnya di Asia.

Kuwait dan Qatar, yang sama-sama anggota OPEC, juga memberi sinyal optimisme. QatarEnergy menaikkan harga minyak mentah al-Shaheen untuk pengiriman November ke level tertinggi delapan bulan.

Di Eropa, parlemen Jerman menyetujui anggaran tahunan pertama setelah reformasi aturan fiskal, yang mencakup rekor investasi untuk pemulihan ekonomi serta peningkatan belanja pertahanan.

Sementara itu, di Timur Tengah, Israel melancarkan serangan udara baru ke wilayah selatan Lebanon guna menghentikan upaya Hizbullah membangun kembali kekuatan militernya.

 

Wall Street Cetak Rekor Baru, Intel Melonjak Usai Dapat Suntikan dari Nvidia

 

Bursa saham Amerika Serikat (AS) kembali mencatat rekor penutupan tertinggi pada perdagangan Kamis (18/9/2025).

Kenaikan ini terjadi sehari setelah bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed), memangkas suku bunga sebesar seperempat poin, serta lonjakan tajam saham Intel usai mendapat investasi dari Nvidia.

Pada penutupan perdagangan, Dow Jones Industrial Average naik 124,10 poin atau 0,27% ke level 46.142,42. S&P 500 menguat 31,61 poin atau 0,48% ke 6.631,96, sedangkan Nasdaq Composite melompat 209,40 poin atau 0,94% ke 22.470,73.

Saham Intel terbang 22,8%, menjadi kenaikan harian terbesar sejak Oktober 1987. Lonjakan ini terjadi setelah Nvidia mengumumkan rencana investasi senilai US$ 5 miliar di produsen chip asal AS tersebut. Sebaliknya, saham pesaing Intel, Advanced Micro Devices (AMD), melemah 0,8%.

Saham Nvidia sendiri naik 3,5%, menutup kerugian sehari sebelumnya setelah muncul laporan soal potensi penurunan permintaan dari perusahaan teknologi China.

Pergerakan positif ini mendorong indeks semikonduktor menguat 3,6% sekaligus mengangkat Nasdaq dan sektor teknologi di S&P 500 yang naik 1,36%. Tercatat, tujuh dari 11 sektor S&P 500 menguat.

Indeks Russell 2000 yang berisi saham berkapitalisasi kecil juga mencatat rekor penutupan tertinggi sejak November, di level 2.466 poin. Saham-saham kecil dinilai berpeluang lebih moncer di tengah era suku bunga rendah.

Sementara itu, Ketua The Fed Jerome Powell menegaskan bahwa melemahnya pasar tenaga kerja menjadi perhatian utama, dan memberi sinyal kemungkinan pemangkasan suku bunga lanjutan dalam pertemuan berikutnya.

"Kami mencari dukungan bagi pertumbuhan ekonomi dan justifikasi terhadap valuasi yang terlalu tinggi. Prospek suku bunga yang lebih rendah membantu hal tersebut," ujar Sam Stovall, Kepala Strategi Investasi di CFRA Research.

Di sisi lain, sektor barang konsumsi pokok dan barang konsumsi diskresioner tercatat melemah. Data terbaru juga menunjukkan penurunan klaim baru tunjangan pengangguran, meski pasar tenaga kerja AS masih lesu akibat melemahnya permintaan dan penawaran tenaga kerja.

Investor menilai pemangkasan suku bunga akan memperpanjang reli Wall Street yang sudah berlangsung, didorong oleh optimisme terhadap pelonggaran kebijakan moneter dan perdagangan saham terkait kecerdasan buatan (AI).

Berdasarkan data LSEG, pelaku pasar memperkirakan pemangkasan suku bunga sekitar 44,2 basis poin hingga akhir 2025.

Di antara saham yang bergerak signifikan, CrowdStrike melesat 12,8% setelah sembilan perusahaan pialang menaikkan target harga sahamnya. Sebaliknya, Darden Restaurants jatuh 7,7% usai induk usaha Olive Garden itu melaporkan kinerja kuartalan yang lemah.

Di NYSE, jumlah saham yang naik lebih banyak dibandingkan yang turun dengan rasio 1,87 banding 1. Sementara di Nasdaq, rasio saham naik terhadap turun mencapai 2,5 banding 1.

S&P 500 mencatat 31 titik tertinggi baru dalam 52 minggu terakhir dan delapan titik terendah baru. Nasdaq Composite membukukan 156 titik tertinggi baru dan 42 titik terendah baru.

Volume perdagangan di bursa AS mencapai 19,30 miliar lembar saham, lebih tinggi dari rata-rata 20 hari terakhir sebesar 16,67 miliar lembar saham.

Israel Perluas Serangan Darat ke Gaza City, Korban Tewas Palestina Tembus 65.000

 

Pasukan dan tank Israel semakin dalam memasuki Gaza City pada Rabu (17/9), disertai serangan udara dan artileri yang menghantam kota lebih dari 150 kali dalam beberapa hari terakhir. Serangan itu meruntuhkan gedung-gedung tinggi di kawasan padat tenda pengungsi.

Di sisi lain, layanan telepon dan internet terputus, membuat warga Palestina kesulitan memanggil ambulans, melakukan evakuasi, atau menyampaikan kondisi terbaru di tengah ofensif baru yang dimulai sejak Senin.

Lonjakan Korban Jiwa

Menurut data Kementerian Kesehatan Gaza, jumlah korban tewas dalam perang Israel–Hamas kini telah melampaui 65.000 orang, dengan 165.697 lainnya terluka sejak 7 Oktober 2023. Angka ini tidak dirinci antara warga sipil dan militan, tetapi kerap dijadikan acuan oleh PBB dan para pakar independen.

Serangan semalam dilaporkan menewaskan sedikitnya 16 orang, termasuk perempuan dan anak-anak. Sebagian besar korban berasal dari Gaza City yang dilanda kelaparan parah.

Anak-Anak dan Perempuan di Antara Korban Terbaru

Di kamp pengungsi Shati, seorang ibu dan anaknya tewas akibat serangan udara. Sementara di kamp pengungsi Nuseirat, tiga orang meninggal termasuk seorang perempuan hamil. Di kawasan Muwasi, serangan terhadap tenda keluarga menewaskan dua orang tua dan anak mereka.

Di Rumah Sakit Rantisi, serangan Israel menyebabkan kerusakan pada atap dan tangki air. Sekitar 40 pasien, termasuk bayi prematur dan anak-anak di ruang intensif, masih bertahan dengan 30 tenaga medis, meski separuh pasien terpaksa dievakuasi.

Krisis Kemanusiaan Memburuk

PBB menyebut lebih dari 90% penduduk Gaza mengungsi, dengan 238.000 orang meninggalkan Gaza utara dalam sebulan terakhir. Sebagian besar wilayah hancur, sementara ahli gizi internasional telah mengonfirmasi kondisi kelaparan di Gaza City.

Israel mengatakan telah membuka koridor evakuasi ke selatan selama dua hari, namun banyak warga di utara tetap terisolasi akibat terputusnya komunikasi.

Tanggapan Israel dan Hamas

Militer Israel menyatakan pihaknya berupaya meminimalisasi korban sipil dan akan terus menargetkan kelompok yang disebut “organisasi teroris”. Menurut militer, masih ada 2.000–3.000 pejuang Hamas di Gaza City, yang kini lebih mengandalkan taktik gerilya dengan ranjau dan serangan cepat.

Sementara itu, pejabat senior Hamas, Ghazi Hamad, muncul di media untuk pertama kalinya sejak serangan Israel di Qatar. Dalam wawancara dengan Al-Jazeera, ia menuding Amerika Serikat berpihak pada Israel dan gagal menjadi mediator netral.

Kecaman Internasional

Kementerian Luar Negeri Qatar mengutuk keras ofensif darat Israel, menyebutnya sebagai “perluasan perang genosida” terhadap rakyat Palestina.

Lebih dari 20 organisasi bantuan internasional, termasuk Norwegian Refugee Council, Anera, dan Save the Children, menyerukan komunitas global untuk mengambil langkah nyata menghentikan serangan.

Mereka menekankan bahwa apa yang terjadi di Gaza kini telah dikategorikan sebagai genosida oleh Komisi Penyelidikan PBB.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pasar Saham Global Bergejolak Usai The Fed Turunkan Suku Bunga

 

Pasar saham global bergerak bergejolak pada Kamis (18/9) setelah Federal Reserve (The Fed) mengumumkan pemangkasan suku bunga pertama tahun ini. Namun, bank sentral Amerika Serikat itu memberi sinyal akan mengambil langkah hati-hati dalam penurunan suku bunga berikutnya.

Kondisi ini membuat investor masih meragukan kecepatan langkah pelonggaran moneter di masa depan. Menurut catatan ANZ, keputusan The Fed “terkesan seimbang dan terkendali, sama sekali tidak dovish.”

Ketua The Fed Jerome Powell menegaskan bahwa pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin kali ini lebih bersifat risk management cut, bukan tanda dimulainya pelonggaran agresif.

Reaksi Pasar Saham Global

MSCI Asia-Pacific di luar Jepang turun 0,1%, terbebani pelemahan pasar saham Australia dan Selandia Baru.

China berfluktuasi antara zona hijau dan merah.

Korea Selatan naik 0,8%, Taiwan menguat 0,4%, dan Nikkei 225 Jepang bertambah 1%.

Di AS, indeks S&P 500 dan Nasdaq melemah pada perdagangan Rabu, meski futures Wall Street Kamis pagi rebound 0,4%.

Sebelumnya, saham global sempat menyentuh rekor tertinggi setelah keputusan suku bunga diumumkan, sebelum kembali terkoreksi karena pernyataan Powell yang menahan ekspektasi pasar.

Pasar Valuta Asing Tidak Pasti

Dampak keputusan The Fed juga terasa di pasar mata uang:

Dolar AS sempat jatuh ke level terendah sejak Februari 2022 di 96,224, lalu pulih 0,1% ke 97,089.

Euro stabil di US$1,181 setelah sempat melonjak ke level tertinggi sejak Juni 2021.

Poundsterling melemah 0,1% ke US$1,3621. Pasar menunggu keputusan Bank of England yang diperkirakan mempertahankan suku bunga di 4%.

Yuan China diperdagangkan datar di 7,103, karena PBOC tidak mengikuti langkah The Fed.

Tekanan di Australia dan Selandia Baru

Pasar Selandia Baru anjlok 0,9% setelah data menunjukkan kontraksi ekonomi kuartal II lebih buruk dari perkiraan. Dolar Kiwi tertekan 0,7% terhadap greenback.

Di Australia, indeks saham melemah 0,6%, dipicu penurunan tajam saham Santos Ltd hingga 13,6% setelah konsorsium yang dipimpin ADNOC membatalkan tawaran akuisisi senilai US$18,7 miliar.

Dolar Australia ikut melemah 0,2%, terbebani data ketenagakerjaan yang menunjukkan penurunan jumlah pekerja penuh waktu pada Agustus.

Prospek Kebijakan Moneter Global

Selain The Fed, Bank of Canada juga menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin ke 2,5%, level terendah dalam tiga tahun, dan membuka peluang pemangkasan lebih lanjut jika risiko ekonomi meningkat.

Sementara itu, pasar memperkirakan peluang 87,7% bahwa The Fed kembali memangkas suku bunga 25 bps pada Oktober, naik dari probabilitas 74,3% sehari sebelumnya (CME FedWatch).

Komoditas dan Obligasi

Obligasi AS menguat: yield Treasury 10 tahun turun ke 4,0718%.

Emas naik tipis 0,1% ke US$3.662,33/ons, setelah mencetak rekor baru sehari sebelumnya.

Minyak mentah Brent melemah 0,5% ke US$67,62/barel, mencerminkan kehati-hatian pasar energi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Jerome Powell Bongkar Rahasia Mandat Ketiga The Fed soal Suku Bunga Jangka Panjang

 

Ketua Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell pada Rabu (17/9) menegaskan bahwa tiga misi yang diamanatkan Kongres kepada bank sentral pada praktiknya menyatu menjadi dua dalam kondisi nyata.

Dalam konferensi pers usai pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC), Powell menanggapi pertanyaan terkait mandat resmi The Fed untuk mencapai “suku bunga jangka panjang yang moderat.”

Menurut Powell, mandat ketiga tersebut memang ada, tetapi sifatnya merupakan turunan dari dua tujuan utama yang lebih dikenal, yakni menjaga inflasi tetap rendah dan stabil serta memastikan lapangan kerja maksimal yang berkelanjutan.

 “Kami percaya suku bunga jangka panjang yang moderat adalah hasil dari inflasi yang stabil, rendah, serta pencapaian lapangan kerja maksimal,” jelas Powell.

Powell juga menekankan bahwa The Fed sudah lama tidak menganggap mandat ketiga sebagai sesuatu yang memerlukan tindakan independen.

Keterbatasan Pengaruh The Fed pada Suku Bunga Jangka Panjang

Secara tradisional, instrumen utama kebijakan moneter The Fed adalah suku bunga acuan (federal funds rate), yang terutama memengaruhi biaya pinjaman jangka pendek.

Pejabat The Fed menilai, pergerakan suku bunga jangka panjang lebih banyak ditentukan faktor lain di luar kebijakan moneter, sehingga ruang intervensi The Fed relatif terbatas.

Namun, pengalaman dua dekade terakhir menunjukkan kisah berbeda. Sejak krisis keuangan 2007 dan pandemi COVID-19, The Fed melakukan program quantitative easing (QE) dengan pembelian obligasi skala besar. Tujuannya adalah menstabilkan pasar sekaligus memberikan stimulus tambahan ketika suku bunga mendekati nol.

QE dan Mandat Ketiga

Lewat QE, The Fed membeli obligasi jangka panjang untuk mendorong harga naik dan menekan imbal hasil (yield). Langkah ini selaras dengan mandat ketiga, yakni menurunkan biaya pinjaman jangka panjang.

Meski begitu, efektivitas QE masih diperdebatkan. Beberapa analis menilai dampaknya terhadap ekonomi lebih moderat dibanding perubahan suku bunga jangka pendek.

Fed Governor Christopher Waller menegaskan bahwa meski QE dapat menekan yield obligasi jangka panjang, efek stimulatifnya tidak sebesar penurunan suku bunga acuan.

Dimensi Politik dalam Kebijakan Suku Bunga

Kebijakan QE kerap menuai kritik politik karena dianggap membantu menurunkan biaya pinjaman pemerintah. Isu ini kembali mencuat seiring kembalinya Donald Trump ke kursi presiden.

Trump secara terbuka mendorong The Fed untuk memotong suku bunga secara agresif, dengan alasan dapat menekan biaya bunga pemerintah, meski berisiko mendorong inflasi.

Selain itu, hadirnya Stephen Miran sebagai anggota baru Dewan Gubernur The Fed—yang sebelumnya merupakan penasihat ekonomi di pemerintahan Trump—juga menambah sorotan terhadap mandat ketiga.

Ekonom di Mizuho menilai, dengan kehadiran Miran, spekulasi soal mandat ketiga The Fed akan semakin kuat, terutama di tengah upaya normalisasi neraca keuangan yang sudah dimulai sejak 2022 setelah program pembelian obligasi era pandemi.

 

 

Bank-Bank Besar AS Turunkan Prime Rate Usai Pemangkasan Suku Bunga The Fed

 

Sejumlah bank besar di Amerika Serikat menurunkan suku bunga acuan pinjaman (prime lending rate) pada Rabu (17/9) setelah Federal Reserve (The Fed) memangkas suku bunga untuk pertama kalinya tahun ini.

The Fed menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin dari 7,50% menjadi 7,25%. Keputusan ini diikuti oleh bank-bank utama seperti JPMorgan Chase, Citigroup, Wells Fargo, dan Bank of America, yang segera menurunkan prime rate mereka ke level yang sama.

Prime rate sendiri merupakan bunga pinjaman yang diberikan bank kepada debitur paling berkualitas, umumnya perusahaan besar. Tingkat ini menjadi acuan bagi berbagai jenis pinjaman, mulai dari kredit usaha kecil, pinjaman pribadi, hipotek, hingga kartu kredit.

Inflasi Masih Tinggi, Pertumbuhan Ekonomi Melemah

Meski inflasi di AS masih berada di atas target 2%, keputusan pemangkasan suku bunga menunjukkan bahwa The Fed kini lebih fokus pada risiko melemahnya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya pengangguran.

Richard Flynn, Managing Director Charles Schwab UK, menyatakan bahwa pasar tenaga kerja menunjukkan tanda pelemahan lebih besar dari perkiraan, dengan klaim pengangguran mencapai level tertinggi dalam hampir empat tahun.

Kebijakan perdagangan Presiden Donald Trump, termasuk tarif impor yang dampaknya belum pasti, turut menambah ketidakpastian makroekonomi. Hal ini membuat banyak perusahaan menunda perekrutan karyawan sehingga pertumbuhan lapangan kerja menjadi sangat terbatas.

Dampak Bagi Konsumen dan Pelaku Usaha

Pemangkasan suku bunga ini memberikan keringanan biaya pinjaman bagi konsumen Amerika Serikat. Dengan bunga yang lebih rendah, peluang persetujuan kredit akan meningkat, terutama bagi usaha kecil yang sebelumnya terhambat oleh standar pinjaman ketat.

Selain itu, biaya kredit yang lebih murah dapat mendorong perusahaan kembali berekspansi dan merekrut karyawan, yang pada akhirnya mendukung konsumsi rumah tangga. Dari sisi perbankan, kondisi ini juga dapat meningkatkan volume aset berbunga, memperbesar peluang keuntungan.

Risiko Masih Membayangi

Meski demikian, risiko ekonomi global masih menjadi perhatian utama. CEO JPMorgan Chase, Jamie Dimon, memperingatkan bahwa dampak penuh dari tarif impor, kebijakan imigrasi, dinamika geopolitik, serta paket pajak dan belanja pemerintahan Trump belum bisa dipastikan.

Senada, CEO Goldman Sachs David Solomon menegaskan bahwa tarif impor jelas berpengaruh terhadap pertumbuhan, meski sulit untuk dihitung secara presisi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Bank Sentral China Menahan Bunga Acuan Pasca The Fed Turunkan Suku Bunga

 

Bank sentral China mempertahankan suku bunga acuannya pada Kamis (18/9/2025). Otoritas tampaknya tidak terburu-buru melonggarkan kebijakan moneter meskipun Federal Reserve AS memutuskan untuk menurunkan suku bunga.

Mengutip Reutes, Kamis (18/9/2025), ekspor yang tangguh dan reli pasar saham yang tajam memungkinkan para pembuat kebijakan untuk menahan stimulus baru, menurut para pengamat pasar, bahkan dengan perlambatan ekonomi yang lebih luas.

"Meskipun ekonomi melambat seperti yang diperkirakan, besarnya perlambatan tampaknya tidak sebesar yang kami asumsikan," kata Hui Shan, kepala ekonom China di Goldman Sachs, dalam sebuah catatan.

"Detail data aktivitas bulan Agustus dan kondisi lapangan menunjukkan bahwa ketahanan ekspor China kemungkinan akan bertahan, dan pemerintah China mungkin akan mengalihkan beberapa dukungan kebijakan yang direncanakan dari tahun ini ke tahun depan."

People's Bank of China (PBOC) menyuntikkan dana 7 day reverse repo senilai 487 miliar yuan (US$ 68,56 miliar) melalui operasi pasar terbuka pada hari Kamis, mempertahankan suku bunga tetap di 1,40% dari operasi sebelumnya.

Suku bunga 7 day reverse repo sekarang berfungsi sebagai suku bunga kebijakan utama perekonomian.

Meskipun data China baru-baru ini suram, Ting Lu, kepala ekonom China di Nomura, yakin stimulus besar dapat berisiko memicu gelembung saham, tetapi mengatakan bank sentral mungkin akan menurunkan suku bunga sebesar 10 basis poin dalam beberapa minggu mendatang jika pasar terkoreksi.

Pasar saham China sedang naik daun, dengan Indeks Komposit Shanghai berada di dekat level tertingginya dalam 10 tahun.

Beberapa analis juga melihat peluang pelonggaran moneter akhir tahun ini untuk memastikan ekonomi terbesar kedua di dunia ini tetap berada di jalur yang tepat untuk memenuhi target pertumbuhan tahun ini sekitar 5%.

"Masih ada peluang pelonggaran di kuartal keempat," kata Xing Zhaopeng, ahli strategi senior China di ANZ.

"Perlambatan pertumbuhan saat ini belum cukup untuk melemahkan target pertumbuhan tahunan sekitar 5,0%. Rencana Lima Tahun ke-15 dan reformasi struktural jangka panjang tetap menjadi prioritas utama. Setelah Sidang Pleno Keempat, fokus kebijakan mungkin akan beralih kembali ke pertumbuhan jangka pendek."

Para pemimpin tertinggi China akan mengadakan sidang pleno keempat pada bulan Oktober.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kritik Trump, Obama Sebut AS Hadapi Krisis Politik Pasca-Pembunuhan Charlie Kirk

 

Mantan Presiden Amerika Serikat Barack Obama menilai negeri Paman Sam tengah menghadapi krisis politik usai pembunuhan aktivis konservatif Charlie Kirk. Ia mengkritik cara Presiden Donald Trump dan sekutunya memanfaatkan tragedi itu untuk menyerang lawan politik.

Berbicara dalam forum Jefferson Educational Society Global Summit di Erie, Pennsylvania, Obama tidak menyebut nama Trump secara langsung.

Namun ia menyinggung sikap sang presiden yang kerap melabeli lawan politik sebagai “hama” atau musuh yang harus “dihabisi.” Menurut Obama, retorika semacam itu memperburuk polarisasi di masyarakat.

“Ketika saya mendengar bukan hanya presiden saat ini, tapi juga para pembantunya, menyebut lawan politik sebagai ‘vermin’ atau musuh yang harus ditarget, itu menunjukkan persoalan lebih besar yang kita hadapi bersama,” kata Obama.

Kirk tewas ditembak pekan lalu saat menghadiri acara di sebuah universitas di Utah. Jaksa pada Selasa (16/9) mendakwa Tyler Robinson (22) sebagai pelaku pembunuhan dan menyatakan akan menuntut hukuman mati.

Dalam dokumen dakwaan, Robinson mengaku menembak Kirk karena tidak tahan dengan ujaran kebencian yang disebarkan aktivis konservatif itu.

Obama menyebut kematian Kirk sebagai tragedi mengerikan. Namun ia menekankan, perbedaan pandangan politik seharusnya tetap bisa diperdebatkan secara terbuka.

“Baik Demokrat, Republik, maupun independen, kita harus menyadari bahwa di kedua sisi ada orang-orang ekstrem yang bertentangan dengan nilai-nilai dasar Amerika,” ujarnya.

Membandingkan dengan masa pemerintahannya, Obama menyebut sejumlah pemimpin Republik seperti George W. Bush, John McCain, hingga Mitt Romney memiliki komitmen untuk mempersatukan bangsa.

 “Apa yang saya maksud bukanlah nilai Demokrat atau Republik. Itu adalah nilai Amerika. Dan pada saat seperti ini, tugas seorang presiden adalah menyatukan rakyat,” tambahnya.

Obama menilai situasi saat ini telah menjelma “krisis politik yang belum pernah terjadi sebelumnya.” Ia mencontohkan saat menghadapi tragedi penembakan gereja di Charleston pada 2015. Menurutnya, sebagai presiden, ia tidak menggunakan kejadian itu untuk menyerang lawan politik.

Sementara itu, Trump dan penasihatnya justru menuding “radikal kiri” berada di balik pembunuhan Kirk, dan berjanji akan menindak kelompok yang dianggap memicu kekerasan politik.

Trump bahkan sempat menyebut kemarahan kelompok “radikal kanan” bisa dimaklumi karena tujuan mereka adalah menekan kejahatan.

Beberapa bulan terakhir, Obama semakin vokal mengkritik Trump, termasuk soal serangan terhadap independensi pengadilan, kebebasan pers, hingga hak untuk berdemonstrasi.

Ia memperingatkan, Amerika Serikat tengah “tergelincir ke arah yang tidak konsisten dengan demokrasi” dan semakin menyerupai negara otoriter.

Obama juga menyoroti perguruan tinggi yang ditekan pemerintahan Trump lewat ancaman pemotongan dana federal. Ia meminta kampus mempertahankan kebebasan akademik.

Tak hanya itu, Obama menilai Partai Demokrat perlu lebih berani melawan kebijakan Trump. Dalam sebuah acara penggalangan dana Juli lalu, ia mengingatkan Demokrat agar berhenti “meratap” dan segera memperkuat perlawanan.

“Ini membutuhkan sedikit ketegasan,” ujarnya.

Ia pun menyambut baik langkah sejumlah Demokrat, seperti legislator Texas yang menentang peta distrik baru hasil dorongan Trump, maupun Gubernur California Gavin Newsom yang berupaya mengimbangi manuver politik Republik.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Trump Disambut Megah di Inggris, Puji Raja Charles dan Perkuat Hubungan AS–Inggris

 

Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Rabu (17/9) memberikan penghormatan besar kepada Raja Charles III dalam kunjungan kenegaraan keduanya ke Inggris.

Trump menyebut undangan ini sebagai salah satu kehormatan terbesar dalam hidupnya.

Dalam pidatonya di jamuan kenegaraan di Kastil Windsor, Trump menekankan pentingnya hubungan bersejarah kedua negara.

“Ikatan kekerabatan dan identitas antara Amerika Serikat dan Inggris tidak ternilai harganya, abadi, tak tergantikan, dan tak terpatahkan,” ujarnya.

Trump juga menegaskan bahwa istilah “special relationship” bahkan tidak cukup menggambarkan kedekatan dua negara.

Strategi Starmer Manfaatkan Kedekatan Trump dengan Inggris

Kunjungan ini dipandang sebagai upaya Perdana Menteri Keir Starmer untuk memperkuat hubungan ekonomi dan politik dengan Washington. Ia berharap dapat:

Mengamankan investasi miliaran dolar dari perusahaan teknologi besar seperti Microsoft, Nvidia, Google, dan OpenAI.

Melanjutkan pembahasan perdagangan, termasuk penurunan tarif pada produk seperti baja, wiski, dan salmon.

Mendapat dukungan dalam isu geopolitik, khususnya perang di Ukraina dan konflik Israel–Palestina.

Starmer menilai kedekatan emosional Trump dengan Inggris—terutama karena latar belakang keluarga Skotlandianya dan kekagumannya pada keluarga kerajaan—dapat dimanfaatkan untuk hasil konkret.

Sambutan Penuh Kemegahan Kerajaan

Inggris memberikan penyambutan luar biasa, termasuk prosesi kereta kuda bersama keluarga kerajaan, parade militer, hingga flypast oleh tim aerobatik Red Arrows. Trump menjadi presiden AS pertama yang dua kali menerima undangan kunjungan kenegaraan.

Trump dan Melania juga mengunjungi Kapel St. George untuk meletakkan karangan bunga di makam Ratu Elizabeth II, yang menjadi tuan rumah pada kunjungan kenegaraannya tahun 2019.

Selain itu, Trump dan Melania sempat bertemu Pangeran William dan Putri Kate dalam pertemuan pribadi yang disebut “hangat dan bersahabat”. Trump kemudian memuji Kate sebagai sosok yang “cantik” dan menyebut William akan meraih “kesuksesan luar biasa”.

Bayang-Bayang Kontroversi Epstein

Meski penuh kemegahan, kunjungan ini juga diwarnai kontroversi. Pertanyaan soal hubungan Trump dengan mendiang pelaku kejahatan seksual Jeffrey Epstein kembali mencuat, terutama setelah Peter Mandelson dicopot dari jabatan Duta Besar Inggris untuk AS karena ikatan lamanya dengan Epstein.

Situasi memanas setelah gambar Trump bersama Epstein diproyeksikan ke salah satu menara Kastil Windsor, memicu penangkapan empat orang.

Selain itu, laporan The Times menyebut pemerintah Inggris berencana mengumumkan pengakuan negara Palestina setelah Trump meninggalkan Inggris, langkah yang berpotensi menimbulkan gesekan diplomatik karena Washington menentangnya.

Walau banyak pendukung Trump terlihat di Windsor dan London, ribuan orang juga turun ke jalan untuk memprotes kunjungan tersebut. Beberapa warga menilai kebijakan dan sikap Trump tidak sejalan dengan nilai yang mereka anut.

Setelah hari penuh upacara kerajaan, agenda kunjungan akan berlanjut ke pertemuan di Chequers, kediaman resmi perdana menteri. Di sana, fokus akan bergeser ke isu perdagangan, pertahanan, serta geopolitik global.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pasar Keuangan Bersiap Hadapi Volatilitas Usai The Fed Turunkan Suku Bunga

 

Investor diperkirakan menghadapi periode penuh gejolak setelah Federal Reserve (The Fed) kembali memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin ke kisaran 4%–4,25%.

Pemangkasan ini merupakan yang pertama sejak Desember lalu dan menandai dimulainya siklus pelonggaran secara bertahap, di tengah meningkatnya kekhawatiran terhadap kondisi pasar tenaga kerja.

Meski demikian, Ketua The Fed Jerome Powell menegaskan situasi saat ini masih penuh tantangan. Ia menyoroti bahwa risiko inflasi cenderung naik, sementara risiko bagi lapangan kerja justru menurun.

Harapan Pasar Terhadap Pelonggaran Cepat Memudar

Banyak pelaku pasar awalnya berharap The Fed segera meluncurkan serangkaian penurunan suku bunga agresif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengangkat harga saham maupun obligasi. Namun, sikap hati-hati The Fed justru menimbulkan kekecewaan.

Menurut Larry Hatheway, Global Investment Strategist di Franklin Templeton Institute, pernyataan The Fed “memperkuat pandangan hati-hati” karena tidak memberikan arah yang jelas mengenai prospek penurunan suku bunga.

Sejalan dengan itu, analis menilai langkah The Fed lebih menekankan pendekatan meeting-by-meeting dan bergantung pada data ekonomi terbaru, bukan pada pola pemangkasan yang sudah ditetapkan.

Data Ekonomi Beri Sinyal Campuran

Pelonggaran kebijakan ini muncul setelah data ekonomi AS menunjukkan tanda-tanda pelemahan:

Tingkat pengangguran naik ke 4,3% pada Agustus.

Pertumbuhan payroll lebih rendah dari ekspektasi.

Revisi data pekerjaan tahunan juga menunjukkan pelemahan pasar tenaga kerja.

Namun, di sisi lain, inflasi tetap tinggi. Proyeksi terbaru The Fed memperkirakan inflasi tahun ini berada di level 3%, jauh di atas target 2%, sementara pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 1,6%, sedikit lebih tinggi dibanding proyeksi sebelumnya.

Reaksi Pasar Keuangan

Keputusan The Fed ini memicu pergerakan beragam di pasar keuangan:

Indeks Nasdaq dan S&P 500 sempat mendekati rekor tertinggi, namun ditutup melemah akibat volatilitas perdagangan.

Yield obligasi pemerintah AS naik, dengan yield 2 tahun meningkat ke 3,55% dan yield 10 tahun naik menjadi 4,09%.

Kurva imbal hasil (yield curve) semakin mendatar, mencerminkan ekspektasi pasar terhadap penurunan suku bunga lebih lanjut.

Menurut Dan Siluk dari Janus Henderson Investors, pasar memang menyambut baik sinyal pelonggaran, namun pesan The Fed tetap “nuansa” dan jauh dari pergeseran kebijakan penuh.

Risiko Stagflasi Bayangi Ekonomi AS

Kombinasi inflasi tinggi dan pelemahan pasar tenaga kerja memunculkan kekhawatiran akan stagflasi — kondisi ekonomi yang ditandai pertumbuhan lambat namun inflasi tinggi.

Data menunjukkan harga konsumen di AS naik paling tajam dalam tujuh bulan terakhir, dipicu biaya perumahan dan pangan. Hal ini memunculkan kekhawatiran kondisi menyerupai era stagflasi 1970-an, meski para analis menilai skalanya masih jauh lebih ringan.

“Ini bukan stagflasi 1970-an, tetapi cukup untuk mendorong pandangan yang lebih konservatif terhadap imbal hasil saham dan obligasi,” ujar Michael Rosen, CIO Angeles Investments.

Tekanan Politik dan Perbedaan Pandangan di Internal The Fed

Keputusan The Fed juga berada di bawah sorotan politik. Pemerintahan Presiden Donald Trump terus menekan bank sentral agar menurunkan suku bunga lebih agresif.

Bahkan, Stephen Miran, penasihat ekonomi Trump yang baru dilantik sebagai anggota Dewan Gubernur The Fed, menjadi satu-satunya pihak yang menolak keputusan pemangkasan 25 bps, dan mendukung pemotongan lebih besar sebesar 50 bps.

Di sisi internal, perbedaan pandangan juga terlihat jelas. “Dot plot” terbaru The Fed memperlihatkan proyeksi yang sangat beragam, dengan beberapa anggota memperkirakan suku bunga akhir tahun bisa setinggi 4,4%, sementara yang lain memprediksi turun hingga 2,9%.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Bank Sentral Hong Kong Pangkas Suku Bunga 25 Basis Poin Ikuti Langkah The Fed

 

Otoritas Moneter Hong Kong (Hong Kong Monetary Authority/HKMA) pada Kamis (18/9/2025) memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 4,50%.

Keputusan ini mengikuti langkah Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve) yang sehari sebelumnya juga menurunkan bunga acuan sebesar 25 basis poin.

Pemangkasan tersebut menjadi yang pertama sejak Desember 2024, ketika HKMA juga menurunkan bunga sebesar 25 bps.

Sebagai catatan, kebijakan moneter Hong Kong bergerak seiring dengan Amerika Serikat karena dolar Hong Kong dipatok (pegged) terhadap dolar AS dalam kisaran ketat 7,75–7,85 per dolar.

Kepala Eksekutif HKMA, Eddie Yue, mengatakan penurunan bunga ini akan berdampak positif terhadap perekonomian dan pasar properti Hong Kong.

“Pasar keuangan dan moneter masih beroperasi secara lancar dan teratur,” ujarnya.

Sementara itu, The Fed pada Rabu (17/9) menegaskan rencana untuk menurunkan bunga secara bertahap sepanjang tahun ini.

Yue menambahkan, bank sentral AS berpotensi memangkas bunga lagi sebesar 50 basis poin hingga akhir 2025.

Namun ia mengingatkan bahwa “skala dan kecepatan pemangkasan bunga The Fed ke depan masih penuh ketidakpastian.”

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Trump Datang ke Inggris, Keir Starmer Tarik Investasi Jumbo Rp 3.000 Triliun dari AS

 

Perdana Menteri Inggris Keir Starmer berusaha mengubah kunjungan kenegaraan Presiden AS Donald Trump menjadi peluang ekonomi besar dengan mengumumkan paket investasi senilai £150 miliar (lebih dari Rp3.000 triliun) dari Amerika Serikat.

Dari jumlah tersebut, £90 miliar berasal dari komitmen perusahaan private equity Blackstone untuk berinvestasi di Inggris selama satu dekade, termasuk tambahan £10 miliar untuk pusat data kecerdasan buatan (AI) yang diumumkan awal tahun.

Selain itu, investasi juga datang dari Prologis (£3,9 miliar) dan Palantir (£1,5 miliar).

Menurut Downing Street, paket investasi ini akan menciptakan 7.600 lapangan kerja berkualitas di sektor energi bersih, ilmu hayati, dan teknologi. Starmer menyebut investasi tersebut sebagai bukti bahwa Inggris tetap menjadi negara yang terbuka, ambisius, dan siap memimpin.

Bayang-Bayang Skandal dan Kritik

Meski diumumkan dengan megah, kunjungan ini tidak lepas dari kontroversi. Pemecatan Peter Mandelson sebagai duta besar Inggris di Washington akibat hubungannya dengan terpidana pelaku kejahatan seksual Jeffrey Epstein masih membayangi.

Trump sendiri juga menghadapi pertanyaan mengenai hubungannya dengan Epstein.

Selain itu, mantan wakil perdana menteri Inggris yang pernah menjabat di Meta, Nick Clegg, melabeli kesepakatan teknologi AS–Inggris sebagai “sloppy seconds from Silicon Valley” atau hanya sisa dari perusahaan teknologi AS.

Menurutnya, pembangunan pusat data oleh raksasa teknologi lebih didorong kebutuhan internal perusahaan daripada keuntungan nyata bagi industri lokal Inggris.

Kritikus juga mempertanyakan potensi konsesi pemerintah Inggris kepada perusahaan teknologi AS, terutama terkait regulasi dan pajak, yang dinilai berisiko melemahkan ekosistem teknologi dalam negeri.

Protes Ribuan Demonstran

Di luar dinding Windsor Castle, sekitar 5.000 orang turun ke jalan di London dalam unjuk rasa Stop Trump Coalition. Musisi Billy Bragg menyanyikan lagu protes bertema anti-fasis, sementara komedian Nish Kumar melemparkan balon bergambar wajah Wapres AS JD Vance ke kerumunan.

Para pengunjuk rasa menuding Trump sebagai simbol kebangkitan supremasi kulit putih global. Protes juga berlangsung di Windsor, meski dengan jumlah massa lebih kecil.

Jamuan Kenegaraan di Windsor Castle

Hari pertama kunjungan ditutup dengan jamuan megah di Windsor Castle yang dihadiri tokoh bisnis dunia seperti Tim Cook (Apple), Jensen Huang (Nvidia), dan Sam Altman (OpenAI).

Hidangan mewah disajikan, mulai dari Hampshire watercress panna cotta, Norfolk chicken ballotine, hingga vanilla ice-cream bombe. Meskipun tidak mengonsumsi alkohol, Trump disuguhi koktail khas whisky sour dengan dekorasi marshmallow berbentuk bintang.

Dalam pidatonya, Raja Charles III menekankan pentingnya melindungi lingkungan demi generasi mendatang. Trump membalas dengan pujian untuk hubungan “istimewa” AS–Inggris, bahkan menyebut ikatan kedua negara ibarat “dua bait dalam satu puisi”.

Politik Dalam Negeri Inggris Ikut Terguncang

Kunjungan ini terjadi setelah dua pekan yang sulit bagi Starmer, yang kehilangan wakil perdana menteri Angela Rayner dan duta besar AS, menimbulkan pertanyaan tentang kepemimpinannya.

Jajak pendapat YouGov menunjukkan lebih dari separuh warga Inggris menilai kepemimpinan Trump buruk bagi Inggris, sementara hanya kurang dari 10% yang berpandangan positif. Publik pun terbelah: 30% menilai Starmer terlalu akomodatif terhadap Trump, sementara 27% menilai ia bersikap tepat.

Simbolisme Diplomasi dan Peninggalan Sejarah

Selama kunjungan, Trump dan istrinya, Melania, diajak mengunjungi makam Ratu Elizabeth II di St George’s Chapel, serta artefak sejarah hubungan Inggris–Amerika, termasuk dokumen tentang kemerdekaan AS dan kabel transatlantik pertama.

Untuk menandai kunjungan kenegaraan ini, Trump akan menerima kotak merah menteri khusus berhiaskan lambang kepresidenan, sementara Melania diberi syal sutra dengan desain karya anak-anak Ukraina.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Share this Post