News Forex, Index & Komoditi ( Kamis, 13 Maret 2025 )

         News  Forex,  Index  &  Komoditi

(  Kamis,   13  Maret  2025  )

 

Harga Emas Global Menguat Terkerek Ketidakpastian Tarif dan Data Inflasi AS

 

Harga emas menguat pada perdagangan Rabu (12/3/2025), didorong oleh ketidakpastian kebijakan tarif serta data inflasi AS yang lebih rendah dari perkiraan, yang mempertahankan ekspektasi pemangkasan suku bunga Federal Reserve. Melansir Reuters, Kamis harga emas di pasar spot menguat 0,7% ke level US$2.935,59 per troy ounce, sementara kontrak berjangka emas AS ditutup menguat 0,9% di US$2.946,80 per troy ounce. epala Strategi Komoditas TD Securities Bart Melek mengatakan masih ada kekhawatiran bahwa tarif impor akan terus berlanjut dan berpotensi memicu inflasi dalam jangka panjang. Laporan terbaru menunjukkan indeks harga konsumen (CPI) AS hanya naik 0,2% pada Februari 2025 secara month to month (MtM), melambat dari 0,5% pada Januari. Meski demikian, dampak positif ini kemungkinan hanya bersifat sementara, mengingat tarif impor yang lebih agresif diperkirakan akan meningkatkan biaya barang dalam beberapa bulan mendatang. ”Inflasi yang lebih rendah memberi Federal Reserve fleksibilitas lebih besar untuk memangkas suku bunga,” ungkap Melek. Tahun lalu, The Fed memangkas suku bunga sebesar 100 basis poin, dan pasar keuangan memperkirakan pemangkasan lebih lanjut akan dimulai Juni setelah sempat terhenti pada Januari.

 Emas Makin Bertuah Saat Alarm Resesi di AS Menyala Harga Emas Diproyeksi Kian Kinclong saat Dolar AS Tertekan Dalam lingkungan suku bunga rendah, emas yang tidak memberikan imbal hasil cenderung lebih menarik bagi investor. Logam mulia ini juga dipandang sebagai aset lindung nilai di tengah ketidakpastian ekonomi dan geopolitik. Para pelaku pasar kini menunggu rilis data Indeks Harga Produsen (PPI) dan klaim pengangguran mingguan AS pada Kamis, yang dapat memberikan petunjuk lebih lanjut mengenai arah kebijakan moneter The Fed. Di sisi kebijakan perdagangan, tarif baru Presiden Donald Trump terhadap seluruh impor baja dan aluminium AS mulai berlaku pada Rabu. Langkah ini semakin memperketat perang dagang global dan langsung dibalas dengan tindakan serupa dari Uni Eropa.

 

 

 

Wall Street Rebound: Indeks S&P 500 dan Nasdaq Ditutup Menguat, Dow Tetap Koreksi

 

Wall Street berhasil rebound dengan dua dari tiga indeks utama ditutup menguat karena data inflasi Amerika Serikat (AS) yang lebih dingin dari yang diharapkan membantu menghentikan aksi jual tajam. Sementara, eskalasi Perang tarif yang kacau dan melibatkan banyak pihak dari Presiden AS Donald Trump membuat kenaikan tetap terkendali.

Rabu (12/3), Dow Jones Industrial Average ditutup melemah 82,55 poin atau 0,20% menjadi 41.350,93, indeks S&P 500 berhasil menguat 27,23 poin atau 0,49% ke 5.599,30 dan indeks Nasdaq Composite naik 212,36 poin atau 1,22% ke 17.648,45.

Saham teknologi memimpin kenaikan di antara 11 sektor utama pada indeks S&P 500, sementara barang kebutuhan pokok konsumen dan perawatan kesehatan menjadi yang tertinggal.

Indeks S&P 500 dan Nasdaq ditutup di wilayah positif, yang terakhir menikmati dorongan kuat dari saham teknologi dan saham momentum yang berdekatan dengan teknologi.

Indeks Dow yang sarat saham blue-chip berfluktuasi antara merah dan hijau, selama sebagian besar sesi tetapi berakhir sedikit lebih rendah pada hari itu.

Indeks Harga Konsumen Departemen Tenaga Kerja menunjukkan harga konsumen mendingin lebih dari yang diperkirakan analis, memberikan kepastian bahwa inflasi menuju ke arah yang benar dan menjaga harapan tetap hidup bahwa Federal Reserve AS dapat memangkas suku bunga utamanya tahun ini.

"Kami melihat peningkatan hari ini pada pembacaan inflasi yang lebih rendah dari yang diharapkan dan beberapa pembelian saat turun," kata Greg Bassuk, CEO AXS Investments di New York. "Tetapi Wall Street dan Main Street masih mencari arah."

"Harapan investor tentang pendinginan inflasi diredakan oleh pertikaian perang dagang yang sedang berlangsung," Bassuk menambahkan. "Dan karena alasan itu, kami benar-benar memperkirakan ketidakpastian dan volatilitas akan terus berlanjut di sini hingga Maret."

Dalam serangan tarif terbarunya, Trump mengenakan bea masuk sebesar 25% pada baja dan aluminium impor, yang mendorong Kanada dan Eropa untuk menanggapi dengan cara yang sama, meningkatkan tarif balasan mereka pada ekspor AS.

Bursa saham AS mengalami tekanan di tengah meningkatnya suhu sengketa tarif antara Amerika Serikat dan mitra dagangnya, yang mengguncang investor dan menimbulkan kekhawatiran bahwa guncangan harga yang diakibatkannya dapat mendorong Amerika Serikat, bersama dengan Kanada dan Meksiko, ke dalam resesi.

Sementara itu, Goldman Sachs menurunkan target akhir tahunnya untuk S&P 500, sementara J.P. Morgan melihat kemungkinan resesi AS semakin meningkat.

Dengan penguatan pada hari Rabu, indeks S&P 500 berada 8,9% di bawah penutupan tertinggi sepanjang masa yang dicapai kurang dari sebulan yang lalu. Pada hari Senin, indeks acuan turun di bawah rata-rata pergerakan 200 hari, yang dianggap sebagai level support yang signifikan, untuk pertama kalinya sejak November 2023.

Pada tanggal 6 Maret, Nasdaq yang didominasi teknologi turun lebih dari 10% di bawah rekor penutupan tertinggi yang dicapai pada tanggal 16 Desember, yang mengonfirmasi bahwa indeks tersebut telah mengalami koreksi sejak saat itu.

Saham intel melonjak 4,6% setelah sebuah laporan mengatakan TSMC telah mengajukan penawaran kepada Nvidia, Advanced Micro Devices, dan Broadcom tentang pengambilalihan saham dalam usaha patungan untuk mengoperasikan pabrik-pabrik perusahaan chip AS tersebut.

Sedangkan saham PepsiCo turun 2,7% setelah pialang Jefferies menurunkan peringkatnya pada saham tersebut menjadi "tahan" dari "beli."

Anggota parlemen di Capitol Hill terus berdebat mengenai RUU belanja sementara dalam upaya untuk menghindari penutupan pemerintah, yang menambah ketidakpastian lebih lanjut.

 

 

Bursa Asia Cenderung Menguat, Terpengaruh Data Inflasi AS

 

Bursa Asia bervariasi dengan kecenderungan menguat di awal perdagangan hari ini. Kamis (13/3), pukul 08.22 WIB, indeks Nikkei 225 menguat 1,06% ke 37.207,69. Sejalan, indeks Hang Seng dibuka naik tipis 0,07% ke 23.616,33.

Sedangkan, indeks Taiex naik 1,23% ke 22.552,43. Indeks Kospi menguat 0,84% ke 2.596,33 dan indeks ASX 200 turun tipis 0,08% ke 7.779,7.

Sementara itu, FTSE Straits Times turun 0,13% ke 3.828,08 dan FTSE Malay naik 0,15% ke 1.487.

Pasar Asia menguat pada hari ini setelah laporan inflasi yang lemah di Amerika Serikat (AS) membantu dua dari tiga indeks utama di Wall Street membalikkan arah dari kerugian selama dua hari berturut-turut.

Indeks harga konsumen, ukuran biaya berbasis luas di seluruh ekonomi AS,meningkat 0,2% bulan ke bulan pada bulan Februari, sehingga tingkat inflasi tahunan menjadi 2,8%.

Indeks S&P/ASX 200 Australia juga menguat 0,32%, membalikkan arah dari kerugian dalam dua sesi sebelumnya.

Di Jepang, indeks Nikkei 225 naik 1,22% saat pembukaan, sementara indeks Topix yang lebih luas naik 0,96%.

Indeks Kospi di Korea Selatan juga menguat 0,70% pada awal perdagangan, sementara Kosdaq berkapitalisasi kecil naik 0,47%.

Investor akan terus mencermati saham-saham India setelah tingkat inflasi raksasa Asia Selatan itu mereda hingga lebih rendah dari yang diperkirakan sebesar 3,61% pada bulan Februari karena harga sayur-sayuran turun tipis.

Semalam di AS, indeks Nasdaq Composite menguat setelah laporan inflasi yang lemah meredakan kekhawatiran tentang resesi yang mengancam dan karena investor memborong saham-saham teknologi.

Indeks Utama yang sarat teknologi itu naik 1,22% dan ditutup pada level 17.648,45. Sementara, indeks S&P 500 naik 0,49% hingga ditutup pada level 5.599,30.

Namun, indeks Dow Jones Industrial Average ditutup melemah 82,55 poin, atau 0,2%, hingga ditutup pada level 41.350,93.

Sektor teknologi turun lebih dari 3% di pekan ini, tetapi bangkit kembali dalam sesi tersebut dan memimpin kenaikan di S&P 500. Saham-saham dengan kinerja terbaik termasuk Nvidia, yang naik 6,4%, dan AMD yang naik lebih dari 4%. Sementara itu, Meta Platforms naik 2% dan Tesla melonjak lebih dari 7%.

 

 

 

China Menjual Banyak Mobil di Rusia, Moskow Tidak Merasa Happy

 

Menurut angka dari Asosiasi Mobil Penumpang China (CPCA) yang dilaporkan oleh The Financial Times, produsen mobil China menjual lebih dari satu juta kendaraan ke Rusia tahun lalu.

Angka tersebut meningkat tujuh kali lipat dari tahun sebelumnya.

Rusia adalah pasar ekspor terbesar China, dengan pangsa sekitar 30%.

Melansir Business Insider, kenaikan tersebut mendorong Moskow untuk menaikkan pajak impor pada sebagian besar mobil menjadi sekitar US$ 7.500 dalam beberapa minggu terakhir, atau naik dari sekitar US$ 5.790 pada bulan Oktober, dengan rencana kenaikan tahunan lebih lanjut.

Sebuah laporan dari Rhodium Group yang diterbitkan pada bulan Desember mengatakan bahwa keputusan Rusia untuk mengenakan bea yang lebih tinggi menunjukkan bagaimana sekutu geopolitik dekat China itu enggan menjadi tempat pembuangan kelebihan kapasitas China.

Menurut CPCA, merek-merek China yang dimiliki oleh produsen termasuk Chery, Geely, dan Great Wall Motor menguasai hampir dua pertiga pasar mobil Rusia.

Sebagian besar memiliki mesin pembakaran internal, yang mencerminkan rendahnya permintaan kendaraan listrik di Rusia.

Meningkatnya jumlah produsen Tiongkok, yang didorong secara substansial oleh penarikan perusahaan-perusahaan Barat setelah invasi Rusia ke Ukraina pada tahun 2022, telah memicu kekhawatiran tentang kelangsungan hidup produsen mobil Rusia.

Avtovaz Maxim Sokolov, CEO produsen mobil milik negara Rusia AvtoVAZ, mengatakan tahun lalu bahwa masuknya mobil-mobil Tiongkok menimbulkan ancaman nyata bagi keberlanjutan keberadaan industri otomotif dan komponen dalam negeri.

Data CPCA menunjukkan, Tiongkok mengekspor 6,41 juta kendaraan tahun lalu, naik 23% dari tahun ke tahun, dengan Rusia, Meksiko, dan Uni Emirat Arab menjadi tiga tujuan teratas.

Mobil-mobil premium berteknologi tinggi Tiongkok yang lebih terjangkau — terutama kendaraan listriknya — menggantikan produsen mobil Jerman dan Jepang di pasar-pasar seperti Brasil, Meksiko, dan Asia Tenggara.

Uni Eropa pada bulan Oktober lalu telah memberikan suara untuk mengenakan tarif besar-besaran pada kendaraan listrik Tiongkok. Sementara AS memberlakukan pembatasan perdagangan pada bulan Mei 2024.

Sebagai tanggapan, produsen kendaraan listrik Tiongkok seperti BYD, Geely, dan SAIC melakukan ekspansi ke luar negeri melalui investasi strategis dan fasilitas produksi lokal untuk membantu menghindari tarif dan memanfaatkan permintaan yang terus meningkat.

 

 

Eropa Putar Otak untuk Hindari Energi Rusia Jika Sanksi Dilonggarkan

 

Pembeli Eropa tidak mungkin kembali ke sektor energi Rusia jika sanksi dicabut. Pasalnya, blok tersebut telah mendiversifikasi bauran energinya dengan energi terbarukan dan pemasok gas alternatif.

Pernyataan tersebut diungkapkan oleh menteri-menteri dan eksekutif Uni Eropa pada sebuah konferensi di Houston.

Reuters melaporkan, menurut pernyataan bersama AS-Ukraina pada hari Selasa, Ukraina telah setuju untuk menerima proposal AS terkait gencatan senjata 30 hari segera dan untuk mengambil langkah-langkah menuju pemulihan perdamaian abadi setelah invasi Rusia.

Pemerintah AS tengah mempelajari berbagai cara untuk meringankan sanksi terhadap sektor energi Rusia sebagai bagian dari rencana besar agar Washington dapat segera memberikan bantuan jika Moskow setuju untuk mengakhiri perang Ukraina, Reuters melaporkan minggu lalu.

"Apakah kita benar-benar ingin bergantung pada energi dari agresor seperti Rusia? Jelas tidak," kata Komisaris Energi Uni Eropa (UE) Dan Jorgensen dalam diskusi panel di konferensi tersebut pada hari Senin.

Jorgensen menambahkan, saat ini, blok tersebut menerima 13% gas alamnya dari Rusia, turun dari 45% pada Februari 2022, karena penyebaran energi terbarukan yang cepat.

Komisi Eropa mengajukan Rencana Aksi bulan lalu yang akan mempercepat perizinan untuk proyek energi terbarukan, mengubah cara penetapan tarif energi, dan meningkatkan bantuan negara untuk industri bersih dan pembangkit listrik yang lebih fleksibel.

"Kami ingin mandiri dari bahan bakar fosil, terutama dari negara-negara seperti Rusia, demi keamanan kami," kata Jorgensen tentang rencana tersebut.

Menurut lembaga pemikir energi Ember, pembangkit listrik tenaga surya menyumbang 11% dari bauran listrik Uni Eropa pada tahun 2024, naik dari 9,3% pada tahun 2023, menyalip batu bara.

Pembangkit listrik tenaga batu bara turun menjadi kurang dari 10% untuk pertama kalinya sejak Ember mulai mengumpulkan angka-angka tersebut pada tahun 2011, menurut data yang dirilis pada bulan Januari.

Produksi listrik tenaga gas turun menjadi 15,7% dari 16,9% pada tahun 2023, menurut Ember.

"Kata ajaib saya dalam keamanan energi adalah diversifikasi," kata Fatih Birol, direktur eksekutif Badan Energi Internasional yang berpusat di Paris, pada panel CERAWeek bersama Jorgensen.

Pasar baru

Sementara sumber terbarukan membantu Eropa beralih dari pembangkit listrik berbahan bakar fosil, pasar baru yang muncul setelah invasi Rusia ke Ukraina kemungkinan akan tetap ada.

"Kami telah berhasil beralih dari gas Rusia ke pemasok gas lainnya," kata Holger Lösch, wakil direktur jenderal Federasi Industri Jerman dalam sebuah wawancara.

"Saya pikir kebenarannya adalah bahwa Eropa mungkin akan mencoba mendiversifikasi pasokan gasnya lebih jauh," tambah Lösch.

Pada bulan Januari, pabrik ekspor LNG Plaquemines milik Venture Global Inc di Louisiana mengekspor lebih dari setengah juta ton LNG, semuanya ke Eropa, LSEG, data pelacakan kapal menunjukkan.

Menurut Lösch, Eropa memiliki pilihan lain selain LNG AS, termasuk gas dari Timur Tengah, Afrika Utara, dan Azerbaijan.

"Saya tidak mengantisipasi Eropa kembali ke tempat di mana mereka membeli sejumlah besar energi dari Rusia. Saya pikir itu adalah pelajaran yang dipelajari," kata Toby Rice, CEO EQT dalam sebuah wawancara di konferensi tersebut.

Pelaku pasar mungkin kurang bersemangat untuk tetap bergantung pada pasokan Rusia jika itu akan menghasilkan energi yang lebih murah, para eksekutif lainnya memperingatkan.

"Mengapa kita harus merugikan diri sendiri dengan memiliki biaya energi yang paling tinggi?" kata Torbjorn Tornqvist dalam sebuah wawancara, CEO salah satu pedagang minyak terbesar di dunia, Gunvor.

Israel Latihan Militer dengan AS, Iran tak Mau Kalah Latgab dengan China dan Rusia

 

 

Angkatan Laut Iran berhasil melaksanakan latihan fotografi dan operasi formasi taktis pada hari kedua latihan gabungan angkatan laut dengan angkatan laut Rusia dan Tiongkok.

Latihan Angkatan Laut tiga hari tersebut, diberi nama sandi Sabuk Keamanan Maritim 2025 dan dimulai pada Senin di Samudra Hindia dan Teluk Oman.

Laksamana Muda Mostafa Tajeddini, wakil komandan operasi Angkatan Laut Iran, mengatakan pada Selasa (12/3/2025) bahwa latihan fotografi udara (Photo Ex) dan formasi taktis telah berhasil dilakukan selama latihan gabungan (latgab) maritim tersebut.

Berbicara di sela-sela latihan, ia mengatakan semua tahapan latihan dipantau dan diawasi oleh pengintaian udara yang dilakukan oleh helikopter dari Angkatan Laut Iran dan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC).

"Iran berkomitmen untuk membangun keamanan baik secara regional maupun global," ujarnya dilansir laman IRNA, seraya menambahkan bahwa Angkatan Laut tidak akan membiarkan ancaman atau serangan apa pun ke perbatasan maritim negara tersebut.

Latihan Angkatan Laut ini digelar hampir bersamaan dengan latihan militer  Angkatan udara Israel dan AS. Keduanya menggelar latihan militer gabungan yang melibatkan pesawat pengebom strategis.  Demikian disampaikan  Pasukan Pertahanan Israel (IDF) beberapa hari lalu.

Selama latihan tersebut, jet tempur F-35I dan F-15I Israel terbang bersama B-52 AS, pesawat pengebom strategis jarak jauh, kata IDF dalam sebuah pernyataan.

"Latihan tersebut difokuskan pada koordinasi operasional antara kedua militer untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam mengatasi berbagai ancaman regional," kata IDF.

Latihan tersebut bertujuan untuk memperkuat dan memelihara kerja sama jangka panjang antara kedua pasukan sambil memperluas konektivitas dan membangun kemampuan terpadu untuk berbagai skenario.

Latihan tersebut dilakukan pada saat yang sensitif di Timur Tengah, karena gencatan senjata antara Israel dan Hamas masih belum jelas. Israe jugal mengancam akan menargetkan fasilitas nuklir Iran dengan potensi dukungan AS.

Pada Februari, Presiden AS Donald Trump mengatakan kepada media AS bahwa ia lebih suka membuat kesepakatan dengan Iran 'tanpa senjata nuklir'. Namun jika tidak berhasil, ia memberi sinyal akan 'mengebom habis-habisan' negara itu.

Trump telah mengeluarkan apa yang disebutnya "peringatan terakhir" kepada Hamas di platform Truth Social miliknya, dengan mengatakan, "bebaskan semua sandera sekarang, jangan nanti, dan segera kembalikan semua jasad orang-orang yang telah Anda bunuh, atau semuanya akan BERAKHIR bagi Anda."

 

 

 

 

Manuver Laut Iran-China-Rusia Dimulai, Siap Tantang Amerika

 

 

China, Iran dan Rusia mengadakan latihan angkatan laut bersama pada Selasa di laut Timur Tengah. Ini dilakukan seiring sikap Teheran menolak tekanan dari Amerika Serikat untuk menjalani perundingan terkait program nuklir mereka.

Latihan gabungan tersebut, yang disebut Sabuk Keamanan Maritim 2025, berlangsung di Teluk Oman dekat Selat Hormuz yang strategis. Wilayah itu adalah mulut sempit Teluk Persia yang dilalui seperlima dari seluruh minyak mentah yang diperdagangkan di seluruh dunia.

Kawasan di sekitar selat ini di masa lalu telah menjadi tempat Iran menyita kapal-kapal komersial dan melancarkan serangan sejak Presiden Donald Trump pertama kali secara sepihak menarik Amerika dari perjanjian nuklir Teheran dengan negara-negara besar. Latihan tersebut menandai tahun kelima ketiga negara ikut serta dalam latihan tersebut.

Seiring latihan itu, Presiden Iran Masoud Pezeshkian mengatakan dia tidak akan bernegosiasi dengan Presiden AS Donald Trump di bawah ancaman. Tanggapan ini diberikan beberapa hari setelah Trump mengatakan dia telah mengirim surat kepada otoritas tertinggi Iran yang mendesak Teheran untuk menegosiasikan perjanjian nuklir.

"Saya tidak akan bernegosiasi dengan Anda di bawah ancaman. Lakukan apapun yang Anda inginkan," kata Pezeshkian seperti dikutip oleh media pemerintah pada Selasa.

"Kami tak terima bahwa (Amerika Serikat) mengeluarkan perintah dan memberikan ancaman... Saya tidak akan bernegosiasi dengan Anda (Trump), lakukanlah apapun yang Anda inginkan," tambah Pezeshkian.

Latihan tahun ini kemungkinan besar memicu peringatan pada Senin malam dari pusat Operasi Perdagangan Maritim Inggris, yang mengatakan ada gangguan GPS di selat tersebut, dengan gangguan yang berlangsung selama beberapa jam dan memaksa kru untuk mengandalkan metode navigasi cadangan.

“Ini kemungkinan merupakan gangguan GPS untuk mengurangi kemampuan penargetan drone dan rudal,” tulis Shaun Robertson, analis intelijen di EOS Risk Group dilansir Associated Press. “Namun, gangguan sistem navigasi elektronik telah dilaporkan di wilayah ini sebelumnya selama periode peningkatan ketegangan dan latihan militer.”

Kementerian Pertahanan Rusia mengidentifikasi kapal-kapal yang dikirim ke latihan tersebut sebagai korvet Rezky dan Pahlawan Federasi Rusia Aldar Tsydenzhapov, serta kapal tanker Pechenega. Kementerian Pertahanan China mengatakan pihaknya mengirim kapal perusak berpeluru kendali Baotou dan kapal pasokan komprehensif Gaoyouhu. Tidak ada yang memberikan rincian jumlah personel yang terlibat.

Baik China maupun Rusia tidak secara aktif melakukan patroli di Timur Tengah, yang jalur perairannya tetap penting bagi pasokan energi global. Sebaliknya, mereka secara luas menyerahkan hal tersebut kepada negara-negara Barat yang sebagian besar dipimpin oleh Armada ke-5 Angkatan Laut AS yang berbasis di Bahrain. Pengamat latihan tersebut termasuk Azerbaijan, Irak, Kazakhstan, Oman, Pakistan, Qatar, Afrika Selatan, Sri Lanka dan Uni Emirat Arab – dan Amerika kemungkinan juga akan mengawasi.

Namun, baik China dan Rusia memiliki kepentingan yang mendalam terhadap Iran. Bagi China, mereka terus membeli minyak mentah Iran meskipun menghadapi sanksi Barat, kemungkinan besar dengan harga lebih murah dibandingkan dengan harga global. Beijing juga tetap menjadi salah satu pasar utama impor Iran. Sementara itu, Rusia mengandalkan Iran untuk memasok drone pembawa bom yang digunakannya dalam perang melawan Ukraina.

Latihan tersebut menandai momen besar bagi jaringan televisi milik pemerintah Iran. Segmen yang ditayangkan menunjukkan tembakan langsung selama latihan malam dan para pelaut berjaga di dek kapal. Latihan tersebut dilakukan setelah Iran melakukan latihan selama berbulan-bulan setelah serangan langsung Israel terhadap negara tersebut, yang menargetkan pertahanan udara dan lokasi yang terkait dengan program rudal balistiknya.

Meskipun Teheran berusaha untuk mengecilkan serangan tersebut, hal ini mengguncang masyarakat luas dan terjadi ketika kampanye pembunuhan dan serangan Israel telah menyasar “Poros Perlawanan”, serangkaian kelompok militan yang bersekutu dengan Republik Islam.

Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengatakan pada Sabtu bahwa Teheran tidak akan bernegosiasi di bawah tekanan “intimidasi” AS, sehari setelah Trump mengatakan dia telah mengirim surat yang mendesak Iran untuk mengadakan pembicaraan mengenai kesepakatan nuklir baru.

Belakangan, Gedung Putih memperbarui ancamannya terhadap Teheran, sebagaimana juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih Brian Hughes mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa berurusan dengan Teheran akan dilakukan “secara militer atau melalui kesepakatan,” sebuah ungkapan yang diucapkan Trump dalam sebuah wawancara dengan Fox Business sebelumnya.

Trump sebelumnya telah menyatakan kesediaannya untuk mencapai kesepakatan dengan Teheran, namun ia menerapkan kembali kebijakan "tekanan maksimum" yang ia terapkan pada masa jabatan pertamanya untuk mengisolasi Iran dari perekonomian global dan mengurangi ekspor minyaknya hingga nol.

Latihan “Sabuk Keamanan-2025”, yang berlangsung di dekat pelabuhan Chabahar di Iran, adalah latihan angkatan laut gabungan kelima yang diadakan Iran, Tiongkok, dan Rusia sejak tahun 2019. Para analis telah lama melihat latihan ini sebagai demonstrasi tumbuhnya kemitraan antara tiga kekuatan otoriter ketika mereka berupaya untuk mengimbangi pengaruh AS dan menantang tatanan global yang dipimpin Barat.

Menganalisis pesan dari latihan ini, Aljazirah menulis dalam sebuah laporan mengenai latihan tersebut, “Latihan tersebut tidak terbatas pada dimensi militer; Manuver tersebut terjadi pada saat yang kritis di tengah meningkatnya ketegangan antara Iran dan Amerika Serikat, ketika Washington berupaya meningkatkan tekanan terhadap Teheran mengenai program nuklir dan kemampuan rudalnya, dan telah memberlakukan sanksi ekonomi baru terhadap negara tersebut.

Menurut Aljazirah, ancaman aksi militer baru-baru ini dari Presiden AS Donald Trump terhadap Iran jika negara tersebut menolak untuk bernegosiasi menambah dimensi lain pada manuver bersama antara Iran, Rusia, dan Tiongkok yang melampaui dimensi militer tradisional dan pesan politik yang jelas.

Manuver tersebut terjadi pada saat yang kritis di tengah meningkatnya ketegangan antara Iran dan Amerika Serikat, ketika Washington berupaya meningkatkan tekanan terhadap Teheran mengenai program nuklir dan kemampuan rudalnya, dan telah memberlakukan sanksi ekonomi baru terhadap negara tersebut.

Menurut Aljazirah, ancaman aksi militer baru-baru ini dari Presiden AS Donald Trump terhadap Iran jika negara tersebut menolak untuk bernegosiasi menambah dimensi lain pada manuver bersama antara Iran, Rusia, dan Tiongkok yang melampaui dimensi militer tradisional dan pesan politik yang jelas. Lokasi yang dipilih untuk latihan juga membawa pesan-pesan strategis khusus.

Latihan tersebut akan diadakan di pelabuhan Chabahar Iran, yang menghadap ke Samudera Hindia dan tidak hanya merupakan pangkalan angkatan laut tetapi juga merupakan titik proyek ekonomi regional, menjadikannya area sentral untuk jalur perdagangan internasional dan tujuan logistik Iran.

Mengingat situasi internasional saat ini, perkembangan ini penting bagi kalangan politik dan militer, karena manuver tersebut terjadi bersamaan dengan meningkatnya isolasi internasional Rusia akibat perang di Ukraina, serta persaingan yang ketat antara China dan Amerika Serikat di kawasan Indo-Pasifik. “Manuver di Chabahar ini adalah bagian dari respons terhadap ancaman Trump terhadap Iran, dan Trump harus tahu bahwa Iran tidak sendirian dan negara-negara sekutu seperti Rusia dan China berada di pihaknya,” Hossein Kanani Moghadam, seorang analis politik ahli kebijakan luar negeri, mengatakan kepada Aljazirah.

Komandan Angkatan Darat Iran, Brigadir Jenderal Kiumars Heidari, sebelumnya mengatakan bahwa pasukannya sepenuhnya siap untuk memberikan tanggapan tegas terhadap setiap tindakan agresi yang mungkin dilakukan terhadap negara tersebut. "Jari Angkatan Bersenjata berada di pelatuk dan mereka dalam keadaan siap," tambahnya dikutip dari Mehrnews, Selasa (11/3/2025).

Dia mencatat bahwa Angkatan Bersenjata telah melakukan semua persiapan yang diperlukan dan memiliki semua sumber daya untuk melawan ancaman apa pun dan akan mengalahkan para penyerang.

 

 

Presiden Iran Menantang Pemerintahan Trump, ‘Lakukan Apa Pun yang Kalian Mau’

 

 

Presiden Iran Masoud Pezeshkian pada Selasa (11/3/2025), menegaskan bahwa Iran tidak akan bernegosiasi dengan pemerintahan Donald Trump. Dikutip Anadolu, ia mengatakan, "Lakukan apa pun yang kalian mau."

"Jika kalian mengancam kami, Saya tidak akan bernegosiasi, lakukan apa yang kalian mau," kata Pezeshkian merespons ancaman Trump.

Mengkritisi cara Trump memperlakukan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy di Gedung Putih belum lama ini, Pezeshkian mengatakan, "Ada yang merasa dipermalukan atas apa yang dilakukan Trump terhadap Zelenskyy."

Pada Sabtu (8/3/2025), Iran membantah klaim Trump yang menyebut dirinya telah mengirim surat ke Teheran berisi tawaran negosiasi terkait program nuklir.

Sebelumnya dalam sebuah pernyataan, Trump berharap Iran akan setuju untuk berunding. "Saya bilang saya berharap anda mau bernegosiasi karena itu akan jauh lebih baik bagi Iran," sebelum mengingatkan Teheran akan potensi aksi militer.

Pada 2018, Trump menarik diri dari perjanjian nuklir Iran yang diteken pada 2015 dan menerapkan kembali sanksi terhadap Teheran. Meskin tetap patuh terhadap perjanjian itu hingga 2016, Iran sedikit demi sedikit mengurangi komitmennya atas alasan melindungi kepentingan negara.

Dewan Keamanan PBB akan menggelar pertemuan tertutup pada Rabu (12/3/2025) guna membahas stok uranium Iran yang mendekati level bom nuklir. Pertemuan itu digelar atas permintaan 15 anggota di antaranya Prancis, Yunani, Panama, Korea Selatan, Inggris, dan Amerika Serikat.

Mereka juga meminta DK PBB untuk membahas kewajiban Iran kepada Badan Energi Atom Internasional (IAEA) untuk menyediakan "informasi yang dibutuhkan untuk mengklarifikasi masalah penting terkait materi nuklir yang tidak terdeklarasikan di beberapa titik lokasi di Iran," ujar salah seorang diplomat dikutip Reuters, Senin (10/3/2025).

Utusan Iran untuk PBB di New York tidak segera merespons permintaan klarifikasi atas rencana pertemuan ini. Sebelumnya, Iran telah berulang kali membantah mengembangkan senjata nuklir. Namun, berdasarkan laporan IAEA, Iran mengakselerasi pengayaan uranium hingga ke level pemurniaan 60 persen, atau kurang 30 persen dari kebutuhan produksi bom nuklir.

Negara-negara Barat menilai tidak perlu memproduksi uranium dalam skala seperti yang diproduksi Iran saat ini di bawah kepentingan program sipil, dan tidak ada negara yang tidak membuat bom nuklir pada level pengayaan uranium hingga 60 persen atau lebih. Namun, Iran selalu menegaskan, bahwa program nuklirnya untuk kepentingan damai.

Pekan lalu, Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei menolak upaya negosiasi Amerika Serikat (AS) terkait program nuklir Iran. Berbicara di hadapan sejumlah pejabat tinggi, Khamenei tidak spesifik menyebut AS, tapi mengatatakan, satu "pemerintahan perundung" ngotot untuk mendorong negosiasi.

"Negosiasi mereka tidak bertujuan untuk menyelesaikan masalah, tapi untuk ... mari bicara untuk menerapkan sanksi yang kami mau terhadap pihak lawan di meja perundingan," kata Khamenei dilaporkan CBS, Sabtu (8/3/2025).

Pernyataan Khamenei dilontarkan sehari setelah Presiden AS Donald Trump mengeklaim telah mengirim surat kepada Ayatollah dengan tujuan mencari kesepakatan baru dengan Teheran agar menghentikan program nuklir dan menggantikan kesepakatan yang pernah ditarik AS saat ia berkuasa pada periode pertama. Namun, seperti dilaporkan AFP, Iran mengatakan belum menerima surat Trump itu.

"Kami mendengar itu (surat Trump) tapi kami belum menerimanya," ujar Menteri Luar Negeri Abbas Araghchi dikutip televisi nasional Iran.

 

 

Israel Terus Blokade Gaza, Houthi Kembali Sasar Kapal di Laut Merah

 

 

Kelompok Ansar Allah Houthi mengumumkan dimulainya kembali larangan terhadap kapal-kapal Israel ini hari. Hal itu setelah berakhirnya batas waktu yang diberikan kepada Israel untuk mengizinkan bantuan masuk ke Jalur Gaza.

Hal ini terungkap dalam pernyataan video Selasa malam oleh juru bicara militer kelompok tersebut, Yahya Saree, yang diposting di akun Twitter-nya. Ia menyatakan bahwa pasukan mereka "mengkonfirmasi dimulainya kembali larangan lewatnya semua kapal Israel di wilayah operasional yang ditentukan di Laut Merah dan Laut Arab, Bab al-Mandab, dan Teluk Aden."

Aljazirah Arabia melansir, Saree menjelaskan bahwa hal ini terjadi setelah berakhirnya batas waktu yang diberikan oleh pemimpin kelompok tersebut, Abdul-Malik al-Houthi, kepada mediator “untuk mendorong dan menekan musuh Israel agar membuka kembali penyeberangan dan mengizinkan bantuan masuk ke Jalur Gaza.”

Pernyataan tersebut menekankan bahwa “setiap kapal Israel yang mencoba melanggar larangan ini akan dijadikan sasaran di wilayah operasional yang dinyatakan,” dan menegaskan bahwa “larangan ini akan tetap berlaku sampai penyeberangan ke Jalur Gaza dibuka kembali dan bantuan, makanan, dan obat-obatan diizinkan masuk.”

Sementara itu, Gerakan Jihad Islam mengatakan mereka memuji keputusan kelompok Ansar Allah untuk “melanjutkan operasi terhadap kapal-kapal milik entitas Zionis.” Mereka menilai bahwa hal ini “mewakili langkah berani yang bertujuan untuk menekan entitas tersebut dan sponsornya untuk membuka kembali penyeberangan dan mengizinkan bantuan masuk ke Jalur Gaza yang terkepung.”

Jumat lalu, kelompok Hamas juga memuji keputusan kelompok Ansar Allah yang memberikan Israel tenggang waktu empat hari sebelum melanjutkan operasi angkatan laut jika terus mencegah bantuan memasuki Jalur Gaza. Gerakan tersebut mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa keputusan kelompok tersebut “merupakan perpanjangan dari dukungan dan bantuan yang telah diberikan selama perang pemusnahan di Gaza,” dan menyerukan komunitas internasional dan PBB untuk mengambil tindakan segera untuk menghentikan kejahatan kelaparan yang dilakukan oleh pendudukan di Gaza.

Jumat lalu, pemimpin Houthi Abdulmalik al-Houthi mengatakan mereka memberi waktu empat hari kepada pendudukan Israel untuk mengizinkan bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza. Jika tidak, kelompoknya akan melanjutkan serangannya di Laut Merah.

Al-Houthi menegaskan bahwa “Israel telah melalaikan kewajibannya terkait dengan urusan kemanusiaan,” dan menekankan bahwa para pemimpin Hamas ingin sepenuhnya memenuhi komitmen mereka terkait perjanjian tersebut.

Ancaman Houthi ini terjadi di tengah goyahnya perjanjian gencatan senjata yang mengakhiri perang 15 bulan yang menghancurkan di Gaza. Mengkhianati kesepakatan itu, 10 hari lalu Israel mengumumkan pihaknya memblokir masuknya bantuan ke Jalur Gaza. Tak hanya memblokir bantuan, Israel juga memutus aliran listrik ke Gaza. Hal ini berdampak pada fasilitas desalinasi air di Gaza dan akhirnya memicu krisis air bersih belakangan.

Sebelum gencatan senjata di Gaza, Houthi melancarkan puluhan serangan terhadap kapal-kapal komersial di Laut Merah dan Laut Arab yang “terkait dengan Israel,” sebagai bagian dari “dukungan dan bantuan” mereka kepada rakyat Palestina di Gaza. Mereka juga meluncurkan rudal dan drone ke wilayah pendudukan Palestina. Ancaman Houthi untuk mengumumkan tenggat waktu tersebut muncul beberapa hari setelah Amerika Serikat menetapkan kembali kelompok tersebut sebagai “organisasi teroris asing” dan menjatuhkan sanksi terhadap tujuh pemimpin seniornya.

 

 

 

 

Hamas Siap Memulai Babak Baru Negosiasi Gencatan Senjata di Gaza

 

 

Hamas menyatakan bahwa babak baru perundingan gencatan senjata dengan Israel resmi dimulai pada Selasa (11/3/2025) malam dan optimistis bahwa pembicaraan tersebut akan bermuara pada "kemajuan nyata". Negosiasi digelar di Doha, Qatar.

"Hamas telah memulai babak baru negosiasi gencatan senjata," ucap pejabat tinggi Hamas, Abdel Rahman Shadid, dalam platform digital organisasi Palestina tersebut.

Shadid menegaskan komitmen Hamas melibatkan diri "dengan tanggung jawab dan optimisme penuh", termasuk untuk pembicaraan yang dilakukan dengan utusan khusus Amerika Serikat untuk urusan sandera, Adam Boehler.

"Kami harap babak kali ini menghasilkan langkah konkret menuju tahap kedua negosiasi untuk menghentikan agresi, memastikan ditariknya pasukan penjajah Israel dari Gaza, dan merampungkan kesepakatan pertukaran tahanan," kata Shadid.

Pekan lalu, Boehler bertemu dengan pejabat senior Hamas di Doha, Qatar, untuk membahas pembebasan sandera Israel di Gaza, termasuk lima WN AS, tanpa sepengetahuan Israel. Menurut pihak Israel, masih ada 59 sandera mereka di Jalur Gaza yang 24 di antaranya diyakini masih hidup.

Sementara, lebih dari 9.500 orang Palestina saat ini masih ditahan di penjara Israel di mana mereka, menurut laporan HAM, didera siksaan dan pengabaian medis, sehingga menyebabkan banyak kematian.

Negosiasi tak langsung antara Israel dan Hamas yang dimediasi Qatar berlangsung di Doha. Hal tersebut terjadi usai pemimpin otoritas Israel Benjamin Netanyahu mengulur-ulur fase kedua kesepakatan gencatan senjata yang bertujuan mengakhiri pertempuran dan memastikan penarikan penuh pasukan Israel dari Jalur Gaza.

Fase pertama gencatan senjata dan pertukaran tahanan antara Hamas dan Israel, yang dimediasi Qatar dan Mesir dengan dukungan Amerika Serikat, berlangsung dari 19 Januari hingga 1 Maret 2025.

Netanyahu masih belum melanjutkan gencatan senjata ke tahap kedua karena mengutamakan pembebasan lebih banyak sandera Israel, namun enggan berkomitmen menghentikan serangan dan menarik pasukan militernya dari Gaza.

Pada 8 Maret lalu, Netanyahu mengeklaim bahwa Hamas menolak usulan AS supaya ada gencatan senjata sementara sepanjang Ramadhan dan Pesakh (Paskah Yahudi). Namun, bantuan kemanusiaan sudah dihalangi masuk ke Gaza sejak 2 Maret, sehingga memperburuk kondisi di wilayah itu.

Sejak Oktober 2023, lebih dari 48.500 orang yang sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak tewas akibat agresi militer Israel di Gaza. Serangan tersebut berhenti sementara sepanjang gencatan senjata dan pertukaran tahanan sejak Januari lalu.

Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan pada November lalu untuk Netanyahu dan bekas pejabat pertahanannya, Yoav Gallant, atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza. Israel juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) atas perang yang dilancarkannya di wilayah tersebut.

 

Panas! Negara NATO Sebut Ukraina Ancam KedaulatannyaBola panas kepada Ukraina kembali meluncur dari Hungaria. Salah satu anggota NATO dan Uni Eropa (UE) ini menyebut Kyiv telah melakukan aksi yang mengancam kedaulatan negaranya.

Dalam sebuah pernyataan, Selasa, Menteri Luar Negeri Hungaria Peter Szijjarto menyebut Ukraina melancarkan serangan pesawat nirawak terhadap jaringan pipa minyak Druzhba. Pipa minyak ini diketahui vital bagi kebutuhan energi Negeri Goulash itu, yang banyak bergantung dari pasokan asal Rusia.

Dalam sebuah video yang diunggah di Facebook, Szijjarto menekankan bahwa jaringan pipa Druzhba merupakan komponen penting dari infrastruktur energi Budapest, dan menegaskan bahwa jika jaringan pipa tersebut berhenti berfungsi, pengiriman minyak ke Hungaria dan Slovakia akan 'secara fisik mustahil'.

"Kami menganggap serangan terhadap infrastruktur energi kami yang menargetkan Hungaria ini tidak dapat diterima," kata Szijjarto. "Pasokan energi Hungaria adalah masalah kedaulatan dan kami berharap semua orang menghormati hal ini," tambahnya.

Szijjarto mencatat bahwa ia telah berbicara dengan Wakil Menteri Energi Rusia, yang telah meyakinkannya bahwa pengiriman minyak mentah kemungkinan akan dilanjutkan dalam 24 jam ke depan.

Diplomat itu mengingat bahwa Budapest telah berulang kali mengangkat isu keamanan infrastruktur energinya di Brussels, dan telah diberi jaminan oleh Komisi Eropa (EC) bahwa tidak akan ada serangan terhadap fasilitas tersebut.

"Sayangnya, ini sudah kesekian kalinya jaminan EC dilanggar," tegas Szijjarto.

Hungaria sendiri merupakan kritikus keras reaksi NATO untuk membantu Ukraina. Perdana Menteri Hungaria Viktor Orbán dan Perdana Menteri Slovakia, Robert Fico, telah lama secara terbuka mengkritik bantuan militer UE dan NATO ke Ukraina dan sanksinya terhadap Rusia.

Pemimpin Slovakia dan Hungaria ini juga telah lama dituduh menjalankan kebijakan yang bersahabat dengan Moskow meskipun negara mereka merupakan anggota UE dan NATO.

Mereka juga mendukung manuver Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang menegaskan bahwa penyelesaian damai adalah satu-satunya jalan yang layak untuk mengakhiri perang.

Baru-baru ini, Orbán mengatakan bahwa rencana sekutu NATO, yang sebagian besar juga merupakan bagian dari UE, untuk membiayai militer Ukraina adalah jalan buntu. Menurutnya, dengan bantuan persenjataan dari AS yang telah dihentikan, UE tak akan mampu membiayai Kyiv hingga menang.

Ia juga mengkritik manuver UE yang berencana menaikan angka pengeluaran pertahanan dalam menjamin sendiri keamanan di wilayah itu tanpa jaminan dari sekutu besar seperti AS. Diketahui, Orbán telah menolak usulan ini, yang menurutnya menghancurkan Eropa.

"Cara UE mendukung Ukraina sekarang, sementara juga meningkatkan anggaran pertahanan Eropa sendiri, akan menghancurkan Eropa," ungkapnya.

"Jika sekarang AS berhenti (membiayai perang), mengapa 26 negara anggota lainnya masih terus merasa memiliki kesempatan untuk mengakhiri perang ini?. Hari ini tampaknya saya telah memveto. Namun dalam beberapa minggu mereka akan kembali dan ternyata tidak ada uang untuk tujuan ini."

 

 

 

 

JPMorgan Naikkan Peluang Resesi AS 40%, Trump Tiba-Tiba Kumpulkan CEO

 

 

 

Analis JPMorgan Chase telah menaikkan perkiraan mereka untuk resesi yang terjadi di Amerika Serikat (AS) pada tahun 2025 dari 30% di awal tahun menjadi 40%. Kenaikan perkiraan ini dipicu oleh kebijakan ketat Presiden Donald Trump.

Wall Street Journal dan Bloomberg melaporkan pada Senin bahwa JPMorgan merupakan salah satu dari sekumpulan orang yang menyuarakan kekhawatiran tentang kemerosotan ekonomi di masa depan Amerika, yang dipicu oleh kebijakan tarif pemerintah sampai volatilitas pasar saham. Menurut Bloomberg, ekonom JPMorgan telah mengemukakan kemungkinan resesi karena "kebijakan AS yang ekstrem".

Data ini muncul bersamaan dengan terguncangnya pasar saham Senin. Di mana seluruh indeks utama AS seperti Nasdaq, mencatat penurunan satu hari tertajam sejak September 2022.

Data JPMorgan juga datang setelah data lain muncul dari Goldman Sachs. Lembaga itu menaikkan kemungkinan resesi 12 bulan dari 15% menjadi 20%.

Perusahaan itu memperingatkan bahwa angka ini dapat ditingkatkan lebih lanjut jika pemerintahan yang berkuasa tetap "berkomitmen pada kebijakannya". Bahkan, AS akan menghadapi data yang jauh lebih buruk".

Sebelumnya, Trump mengatakan kepada Fox News bahwa ekonomi AS sedang mengalami "periode transisi". Ia menolak untuk mengabaikan kemungkinan resesi.

"Ada periode transisi, karena apa yang kami lakukan sangat besar," kata Trump.

"Kami membawa kekayaan kembali ke Amerika. Itu hal yang besar. Dan selalu ada periode-itu butuh sedikit waktu. Itu butuh sedikit waktu."

Sementara itu, pada akhir Februari, mantan kepala ekonom di Departemen Tenaga Kerja AS, Jesse Rothstein, mengatakan bahwa "tampaknya hampir tak terelakkan pada titik ini bahwa kita sedang menuju resesi yang sangat dalam". David Wessel, peneliti senior dalam studi ekonomi dan direktur Pusat Kebijakan Fiskal dan Moneter Hutchins di Brookings Institution, mengatakan kepada Newsweek bahwa ekonomi AS mungkin mendekati "titik balik."

"Kekhawatiran utama saya adalah tarif yang naik-turun, efek berantai dari kebijakan personalia yang dipimpin DOGE yang tidak kompeten, tantangan terhadap norma dan lembaga yang telah lama berlaku, pembuatan kebijakan melalui cuitan Musk atau unggahan Trump Truth Social menciptakan ketidakpastian dan kecemasan yang dapat menyebabkan bisnis dan bahkan mungkin investor berkata, baiklah, saya pikir saya akan menunggu dan melihat," katanya.

Pekan lalu Federal Reserve Atlanta memprediksi kontraksi 2,4% dari pertumbuhan PDB riil AS pada kuartal pertama (Q1) tahun ini. Data itu berubah dari 2,3%.

Trump Tiba-Tiba Trump Kumpulkan Para CEO

Di sisi lain, Trump melakukan pembicaraan dengan para CEO papan atas. Melansir CNBC International pada Rabu, Trump mengatakan kepada para pemimpin bisnis di Washington, D.C. bahwa tarif yang telah diberlakukannya memiliki "dampak yang sangat positif".

Pernyataannya disampaikan pada awal pertemuan triwulanan Business Roundtable (BRT), sebuah kelompok advokasi ekonomi nonpartisan yang berbasis di Washington yang terdiri dari lebih dari 200 CEO. CEO Apple Tim Cook, bos JPMorgan Chase Jamie Dimon, kepala GM Mary Barra dan CEO Walmart Doug McMillon semuanya adalah anggota dewan BRT.

Pertemuan tersebut diadakan saat pasar keuangan terus merosot termasuk pada Selasa. Dow Jones Industrial Average turun hingga 700 poin sebelum mengakhiri perdagangan dengan penurunan 478 poin, sementara S&P 500 dan Nasdaq juga ditutup lebih rendah.

Perlu diketahui, sebagian besar ketidakpastian di Wall Street berpusat pada tarif Trump yang berlaku terus-menerus pada Kanada dan Meksiko. Namun, Trump menepis seruan untuk kejelasan dari komunitas bisnis, serta kekhawatiran bahwa rencana tarifnya yang meluas berisiko memicu perang dagang yang tidak terkendali.

Pada Selasa pagi, setelah menunda tarif ke Kanada, Trump tiba-tiba menaikkan tarifnya lagi. Setelah Ontario berjanji untuk menanggapi provokasi Trump dengan menaikkan pajak atas ekspor listriknya ke AS, Trump berjanji untuk segera menggandakan tarifnya atas impor aluminium dan baja Kanada.

Di hari yang sama, Perdana Menteri (PM) Ontario Doug Ford mengatakan bahwa ia telah memutuskan untuk menghentikan rencana biaya tambahan energinya, di tengah diskusi dengan Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick. Pemerintahan Trump kemudian mengatakan tidak akan menaikkan tarif baja dan aluminium Kanada hingga 50%, seperti yang diancamkan Trump sebelumnya.

Business Roundtable sebelumnya telah menyatakan harapannya bahwa Trump akan mengamankan kesepakatan yang menghindari tarif dengan Kanada dan Meksiko, dengan peringatan bahwa bea masuk yang berlaku dalam jangka panjang dapat menimbulkan "biaya serius bagi keluarga, petani, dan manufaktur Amerika."

 

 

 

Kejayaan Nvidia Runtuh Seketika Gara-gara Trump

 

 

Raksasa teknologi terpaksa harus menelan pil pahit. Nasdaq mencatat penurunan paling signifikan sejak 2022 pada awal pekan ini.

Tujuh raksasa teknologi paling bernilai di dunia kehilangan nilai pasar lebih dari US$750 miliar (Rp12,3 triliun). Kekhawatiran terkait perang tarif di sektor teknologi telah mendorong penurunan saham secara besar-besaran.

Apple memimpin penurunan paling tajam yang menyebabkan nilai perusahaan jatuh sekitar US$174 miliar (Rp2.800 triliun).

Nvidia juga kehilangan hampir US$140 miliar (Rp2.200 triliun) nilai pasarnya dengan saham yang ditutup anjlok 5%. Raksasa chip AI tersebut telah kehilangan hampir sepertiga nilai pasarnya dalam waktu 2 bulan pasca mencatat rekor tertinggi pada Januari 2025.

Tesla membukukan persentase penurunan tertinggi dalam sehari sebanyak 15%. Penurunan ini lebih parah ketimbang hari terburuk perusahaan pada 2020 lalu.

Tesla telah kehilangan lebih dari setengah nilai pasarnya pasca mencapai rekor tertinggi di akhir Desember 2024, dikutip dari CNBC International, Selasa (11/3/2025).

Tesla kehilangan nilai pasar sebanyak US$130 miliar (Rp2.100 triliun) pada Senin (10/3) waktu setempat. Sementara itu, Microsoft dan Alphabet masing-masing kehilangan US$98 miliar (Rp1.600 triliun) dan US$95 miliar (Rp1.500 triliun). Amazon kehilangan US$50 miliar (Rp820 miliar) dan US$70 miliar (Rp1,1 triliun).

Investor berbondong-bondong menjual saham di sektor teknologi. Petaka perang tarif makin terasa dampaknya. Pasalnya, banyak perusahaan teknologi yang bergantung pada komponen dan manufaktur luar negeri.

Jika dipaksa untuk memindahkan manufaktur di AS, kemungkinan besar harga jual produk teknologi akan melambung tinggi. Hal ini memicu kekhawatiran AS akan menghadapi resesi di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump.

Produsen semikonduktor seperti Nvidia turut merasakan dampak signifikan. Pekan lalu, Trump mengumumkan investasi tambahan dari raksasa Taiwan TSMC sebesar US$100 miliar untuk membangun manufaktur di AS demi menghindari kewajiban tarif. Trump menyebut TSMC sebagai raksasa chip paling kuat di dunia karena mau menggenjot produksi lokal.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Share this Post