News Komoditi & Global ( Rabu, 5 November 2025 )
Harga emas jatuh lebih dari 1% pada Selasa (4/11/2025), seiring menguatnya dolar Amerika Serikat (AS) ke level tertinggi tiga bulan dan pelaku pasar menanti data ekonomi AS untuk mendapatkan petunjuk arah kebijakan moneter The Fed.
Spot gold tercatat turun 1,5% menjadi US$ 3.940,75 per ons pada pukul 14.15 Waktu setempat, Sementara itu, kontrak berjangka emas AS untuk pengiriman Desember melemah 1,3% menjadi US$3.960,50 per ons.
Penguatan dolar membuat emas menjadi lebih mahal bagi pemegang mata uang lain. David Meger, Direktur Perdagangan Logam di High Ridge Futures, mengatakan,
"Dengan dolar yang terus menembus level tertinggi, pasar emas mendapatkan tekanan. Sebagian kekuatan dolar ini muncul karena kemungkinan penurunan suku bunga The Fed pada Desember semakin kecil."
Meskipun The Fed memangkas suku bunga minggu lalu, Ketua The Fed Jerome Powell menyiratkan bahwa penurunan ini bisa menjadi yang terakhir tahun ini.
Berdasarkan alat FedWatch dari CME Group, peluang pemotongan suku bunga pada pertemuan The Fed 9-10 Desember kini diperkirakan 71%, turun dari lebih 90% seminggu sebelumnya.
Emas, sebagai aset yang tidak menghasilkan bunga, biasanya diminati di lingkungan suku bunga rendah dan saat ketidakpastian ekonomi tinggi. Dengan kemungkinan terjadinya penutupan pemerintahan AS (government shutdown) yang bisa menjadi yang terlama, rilis data resmi pemerintah akan terhenti.
Investor pun mulai lebih fokus pada laporan ekonomi non-resmi, termasuk ADP National Employment Report untuk Oktober yang akan dirilis Rabu (6/11/2025).
Berbagai pernyataan pejabat The Fed menunjukkan perbedaan pandangan tentang bagaimana mengatasi kekurangan data ekonomi saat ini.
Harga emas, yang telah menguat 53% sepanjang tahun ini, telah turun lebih dari 9% dari rekor tertingginya pada 20 Oktober.
Rhona O’Connell, analis StoneX, menilai, "Emas kehilangan sebagian kelebihannya, meski masih mencerminkan kekhawatiran atas independensi The Fed, kemungkinan stagflasi, serta risiko geopolitik dan ketegangan internasional. Penurunan ini merupakan koreksi yang sangat dibutuhkan."
Di pasar logam lainnya, perak spot turun 1,5% menjadi US$ 47,32 per ons, platinum melemah 1,8% ke US$ 1.538,05, dan palladium jatuh 3,1% menjadi US$ 1.400,30 per ons.
Harga Minyak Dunia Turun Tertekan Penguatan Dolar AS & Kekhawatiran Kelebihan Pasokan
Harga minyak dunia ditutup melemah pada perdagangan Selasa (4/11/2025) waktu setempat. Penguatan dolar Amerika Serikat (AS) dan kekhawatiran terhadap potensi kelebihan pasokan menekan sentimen pasar, sementara pelemahan data manufaktur memperburuk prospek permintaan energi global.
Kontrak berjangka Brent turun 45 sen atau 0,7% menjadi US$ 64,44 per barel, sedangkan West Texas Intermediate (WTI) anjlok 49 sen atau 0,8% ke US$ 60,56 per barel.
Dennis Kissler, Senior Vice President of Trading BOK Financial, mengatakan pelemahan harga minyak dipicu oleh apresiasi dolar AS dan koreksi tajam di pasar saham Wall Street.
“Nilai dolar yang tinggi menekan harga komoditas, sementara potensi dampak penutupan sebagian pemerintahan AS dapat mengurangi permintaan bahan bakar domestik,” ujarnya.
Dolar AS tercatat menguat ke posisi tertinggi dalam empat bulan terhadap euro, di tengah perdebatan di internal The Federal Reserve terkait peluang pemangkasan suku bunga lanjutan tahun ini.
Penguatan dolar membuat komoditas berdenominasi dolar, termasuk minyak, menjadi lebih mahal bagi pemegang mata uang lain.
Koreksi di bursa saham AS juga semakin dalam setelah sejumlah bank besar memperingatkan potensi aksi jual besar-besaran. Sementara itu, penutupan pemerintahan AS telah memasuki hari ke-35, menyamai rekor terpanjang dalam sejarah.
Dampaknya mulai meluas, mulai dari penghentian bantuan pangan hingga gaji tertunda bagi pegawai federal dan militer.
Dari Asia, survei swasta menunjukkan aktivitas manufaktur Jepang pada Oktober menyusut paling tajam dalam 19 bulan terakhir, menandakan pelemahan permintaan industri yang dapat memengaruhi konsumsi energi kawasan.
Sementara itu, OPEC+, organisasi negara pengekspor minyak dan sekutunya—memutuskan untuk menunda rencana kenaikan produksi pada kuartal pertama 2026, setelah sebelumnya hanya menyetujui peningkatan kecil untuk Desember 2025.
Langkah ini menandakan kewaspadaan kelompok produsen terhadap potensi kelebihan pasokan di pasar global.
Survei Reuters menunjukkan produksi minyak OPEC naik lagi pada Oktober, namun laju peningkatannya melambat dibandingkan bulan-bulan sebelumnya.
Di sisi lain, pengaruh sanksi Amerika Serikat terhadap perusahaan energi Rusia seperti Lukoil dan Rosneft mulai mereda. Analis komoditas SEB Research, Bjarne Schieldrop, memperkirakan dampak sanksi lanjutan yang berlaku pada 21 November mendatang kemungkinan juga akan terbatas.
Pelaku pasar kini menunggu laporan terbaru dari American Petroleum Institute (API) terkait perubahan stok minyak mentah AS. Survei awal Reuters memperkirakan persediaan minyak AS meningkat pada pekan lalu, mengindikasikan tekanan tambahan bagi harga minyak dunia.
Wall Street Koreksi Tajam, Kekhawatiran Gelembung AI Memuncak
Bursa saham AS ditutup melemah tajam pada Selasa (4/11/2025) setelah beberapa bank besar memperingatkan kemungkinan pasar ekuitas mengalami koreksi.
Saat pasar tutup, indeks Dow Jones Industrial Average turun 251,44 poin atau 0,53% ke 47.085,24, S&P 500 turun 80,42 poin atau 1,17% ke 6.771,55, dan Nasdaq Composite jatuh 486,09 poin atau 2,04% ke 23.348,64.
Sektor teknologi menjadi yang terdalam melemah di antara 11 sektor utama S&P 500, turun 2,3%, sementara sektor keuangan memimpin penguatan.
Kekhawatiran investor meningkat terkait valuasi saham yang dinilai sudah melambung tinggi, terutama di tengah lonjakan saham terkait kecerdasan buatan (AI).
Ketiga indeks utama Wall Street, yaitu Dow Jones, S&P 500, dan Nasdaq, semuanya bergerak ke wilayah negatif setelah CEO Morgan Stanley dan Goldman Sachs menimbulkan kekhawatiran adanya potensi gelembung pasar.
S&P 500, yang sempat mencatatkan rekor tertinggi secara berturut-turut, mengalami tekanan signifikan.
S&P 500 dan Nasdaq mencatat penurunan persentase harian terbesar sejak 10 Oktober. Saham teknologi menjadi faktor utama pelemahan Nasdaq, di mana enam dari tujuh saham momentum AI terkemuka (Magnificent Seven) turun pada perdagangan hari Selasa. Indeks Philadelphia Semiconductor turun 4,0%.
Jamie Dimon, CEO JPMorgan Chase, sebelumnya memperingatkan adanya risiko koreksi pasar saham yang signifikan dalam enam bulan hingga dua tahun ke depan, dengan alasan ketegangan geopolitik dan faktor lainnya.
“Investor tampak lebih khawatir mengenai valuasi daripada sebelumnya, setidaknya hari ini,” kata Chuck Carlson, CEO Horizon Investment Services.
Carlson menambahkan, “Banyak valuasi perusahaan sudah sangat tinggi, dan meskipun laba mereka bagus, tapi tidak luar biasa. Ini menjadi resep bagi aksi ambil untung.”
Selain tekanan pasar saham, kondisi politik dan ekonomi AS juga memengaruhi sentimen investor.
Penutupan sebagian pemerintah federal yang mendekati rekor terpanjang mengurangi ketersediaan data resmi, sehingga investor semakin mengandalkan laporan swasta, seperti Laporan Ketenagakerjaan Nasional ADP yang dijadwalkan Rabu.
Pernyataan pejabat Federal Reserve juga diperhatikan ketat untuk mengantisipasi arah kebijakan moneter di tengah minimnya indikator ekonomi penting.
Pemilu lokal untuk wali kota New York serta gubernur di New Jersey dan Virginia juga menjadi sorotan pasar.
Beberapa saham mencatat pergerakan signifikan. Palantir Technologies turun 8,0% meski laporan pendapatan kuartal IV lebih baik dari perkiraan, setelah harga sahamnya naik lebih dari 152% tahun ini.
Uber turun 5,1% menyusul laba kuartalan yang meleset dari ekspektasi, sedangkan Henry Schein melonjak 10,8% setelah menaikkan proyeksi laba tahunan. Spotify dan saham Shopify di AS masing-masing turun 2,3% dan 6,9% setelah rilis laporan kuartalan.
Rasio saham yang turun lebih banyak dibanding yang naik mencapai 2,45 banding 1 di NYSE, dengan 68 saham mencatat rekor tertinggi baru dan 178 saham mencatat rekor terendah baru.
Di Nasdaq, 1.134 saham naik dan 3.578 saham turun, dengan rasio penurunan terhadap kenaikan 3,16 banding 1.
S&P 500 mencatat 13 saham baru di level tertinggi 52 minggu dan 19 saham di level terendah, sementara Nasdaq Composite mencatat 54 saham baru tertinggi dan 260 saham baru terendah.
Total volume perdagangan di bursa AS mencapai 19,82 miliar saham, sedikit di bawah rata-rata 21,04 miliar saham dalam 20 hari perdagangan terakhir.
PM Jepang Takaichi Bentuk Dewan Strategi Pertumbuhan, Siapkan Peta Jalan Investasi Jepang
Pemerintah Jepang di bawah kepemimpinan Perdana Menteri (PM) Sanae Takaichi membentuk dewan strategi ekonomi baru untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan investasi proaktif.
Langkah ini menjadi bagian dari upaya pemerintah memperkuat perekonomian Jepang yang merupakan terbesar keempat di dunia.
Dewan penasihat yang diberi nama Japan Growth Strategy Council ini disetujui pembentukannya pada Selasa dan melibatkan para ahli dari sektor swasta.
Dewan tersebut akan menjadi platform utama pemerintah dalam merumuskan kebijakan untuk membangun ekonomi yang kuat berbasis investasi terarah.
“Kami berupaya meningkatkan penerimaan pajak tanpa harus menaikkan tarif pajak,” ujar Takaichi dalam sambutannya pada peresmian markas dewan tersebut.
Ia menambahkan, pemerintah akan menyusun peta jalan investasi publik-swasta yang mencakup rincian isi, waktu pelaksanaan, serta target jumlah investasi yang akan diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Jepang.
China Pastikan Keamanan KTT APEC 2026, Tapi Ingatkan Taiwan Soal Prinsip Satu China
Pemerintah China menepis kekhawatiran yang disampaikan Taiwan mengenai keamanan penyelenggaraan KTT APEC 2026 yang akan digelar di Shenzhen, China selatan.
Beijing menegaskan bahwa partisipasi Taiwan tetap harus mengikuti prinsip “Satu China” dan ketentuan yang berlaku dalam forum APEC.
Kementerian Luar Negeri China dalam pernyataan tertulis kepada Reuters mengatakan bahwa sebagai tuan rumah APEC, pihaknya akan memenuhi semua kewajiban sesuai aturan dan praktik umum APEC.
“China akan menjalankan tanggung jawab sebagai tuan rumah sesuai dengan aturan dan kebiasaan APEC. Tidak akan ada masalah terkait kelancaran partisipasi seluruh pihak,” tulis pernyataan tersebut pada Selasa (4/11/2025).
Namun, Beijing menegaskan bahwa kunci keikutsertaan Taiwan yang bergabung di APEC dengan nama “Chinese Taipei” tergantung pada kepatuhan terhadap prinsip Satu China, bukan soal keamanan.
Sebelumnya, pejabat Kementerian Luar Negeri Taiwan Jonathan Sun menyampaikan kekhawatiran soal keamanan peserta KTT mendatang.
Ia mengaku telah meminta China memberi jaminan perlakuan setara dan keselamatan bagi seluruh delegasi, termasuk dari Taiwan, sebagaimana yang dilakukan pada pertemuan tahun lalu.
“Kami berharap semua pihak dapat mendesak China untuk menepati janjinya, memastikan keselamatan dan partisipasi setara bagi seluruh ekonomi, termasuk Taiwan,” ujar Sun di Taipei pada Senin (4/11).
Hubungan Beijing–Taipei memburuk sejak Presiden Taiwan Lai Ching-te menjabat awal tahun ini. China kerap mengerahkan kapal perang dan pesawat militernya ke sekitar wilayah Taiwan serta menolak berkomunikasi langsung dengan pemerintahan Lai yang disebutnya sebagai “separatis”.
Beijing juga sempat berang atas pertemuan antara perwakilan Taiwan Lin Hsin-i dengan Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi di sela-sela KTT APEC di Korea Selatan pekan lalu.
Jepang, seperti negara anggota APEC lainnya, tidak memiliki hubungan diplomatik resmi dengan Taiwan.
China terakhir kali menjadi tuan rumah KTT APEC pada 2014, saat hubungan dengan Taiwan masih hangat di bawah pemerintahan Ma Ying-jeou.
Namun pada 2001, Taiwan pernah memboikot pertemuan APEC di China karena perselisihan mengenai siapa yang dapat diutus sebagai perwakilan.
Dolar AS Capai Level Tertinggi 3 Bulan, Fed Kurangi Ekspektasi Penurunan Suku Bunga
Nilai tukar dolar AS stabil di level tertinggi tiga bulan pada perdagangan Selasa (4/11/2025), setelah pasar memangkas ekspektasi pemangkasan suku bunga jangka pendek oleh Federal Reserve (The Fed) di tengah sinyal berbeda dari para pejabat bank sentral Amerika Serikat.
Melansir Reuters, Indeks dollar index, yang mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang utama, naik 0,1% ke level 99,99, tertinggi sejak Agustus.
Euro melemah 0,11% ke US$1,1506, sementara pound sterling turun 0,13% ke US$1,312.
Yen Jepang juga tertekan di kisaran ¥154,38 per dolar AS, mendekati level terlemah dalam delapan setengah bulan terakhir, memicu kekhawatiran intervensi pasar oleh otoritas Tokyo.
The Fed memangkas suku bunga pekan lalu, namun Ketua Jerome Powell menegaskan langkah tersebut bisa menjadi pemangkasan terakhir tahun ini.
Berdasarkan CME FedWatch Tool, peluang pasar terhadap pemangkasan suku bunga Desember kini turun menjadi 65%, dari 94% sepekan sebelumnya.
Perubahan ekspektasi ini menjadi faktor utama penguatan dolar. Namun, pasar kini kekurangan panduan karena banyak data ekonomi resmi tidak dirilis akibat penutupan sebagian pemerintahan federal AS, yang merupakan yang terpanjang kedua dalam sejarah negara itu.
Investor kini mengandalkan data alternatif, seperti laporan ketenagakerjaan ADP dan survei manufaktur ISM, untuk mengukur kondisi ekonomi AS. Data ISM menunjukkan manufaktur AS masih terkontraksi selama delapan bulan berturut-turut hingga Oktober.
Strategis MUFG memperingatkan bahwa semakin lama penutupan pemerintahan berlangsung, semakin besar dampaknya terhadap ekonomi.
“Powell tampaknya ingin menghindari kesan bahwa pasar memaksa The Fed untuk memangkas suku bunga,” tulis mereka dalam catatan riset.
Di sisi lain, Bank of Japan (BOJ) masih mempertahankan suku bunga ultra-rendah.
Gubernur Kazuo Ueda memang memberi sinyal kemungkinan kenaikan pada Desember, namun pasar menilai langkah itu masih terlalu hati-hati.
Yen kini mendekati level yang pernah memicu intervensi pemerintah Jepang pada 2022 dan 2024.
Sementara itu, dolar Australia (Aussie) bergerak datar di US$0,6535 menjelang keputusan kebijakan moneter Reserve Bank of Australia (RBA).
Meski inflasi kuartal III masih panas, bank sentral diperkirakan akan menahan suku bunga.
“Komentar hawkish atau revisi naik terhadap proyeksi inflasi RBA bisa membuat pasar membatalkan ekspektasi pemangkasan suku bunga, yang akan menopang AUD/USD,” ujar Kristina Clifton, ekonom senior Commonwealth Bank of Australia.
Bursa Australia Melemah Tertekan Sektor Tambang & Energi, Pasar Tunggu Keputusan RBA
Bursa saham Australia melemah pada perdagangan Selasa (4/11/2025), dipicu penurunan saham-saham tambang dan energi.
Investor juga menahan langkah menjelang keputusan kebijakan suku bunga dari bank sentral Australia (RBA) yang dijadwalkan keluar pada hari yang sama.
Indeks acuan S&P/ASX 200 turun 0,4% ke posisi 8.862,60 poin pada pukul 23.59 GMT, setelah sebelumnya sempat naik 0,2% pada Senin.
Pasar kini menanti keputusan RBA setelah data inflasi September yang lebih tinggi dari perkiraan pekan lalu menggagalkan harapan investor terhadap kemungkinan pemangkasan suku bunga tahun ini.
Keputusan kebijakan RBA dijadwalkan diumumkan pada pukul 03.30 waktu setempat.
“Futures suku bunga menunjukkan siklus pemangkasan suku bunga RBA telah berakhir, dengan tidak ada lagi potensi pemotongan pada 2025 dan 2026,” tulis analis Westpac dalam catatan risetnya.
Saham-saham tambang menjadi penekan terbesar indeks utama setelah harga berjangka bijih besi turun. Pelemahan ini dipicu oleh penurunan produksi baja di China, meningkatnya persediaan di pelabuhan, serta kekhawatiran atas melemahnya permintaan hilir.
Harga tembaga yang melemah akibat aktivitas manufaktur China yang melambat dan penguatan dolar AS turut menekan subsektor pertambangan.
Saham pertambangan turun hingga 1,2%, menandai penurunan dua hari beruntun. BHP Group turun 0,7%, Rio Tinto melemah 2,2%, dan Fortescue terkoreksi 1%.
Sektor energi juga terkoreksi 0,8% setelah sebelumnya naik lebih dari 3% dalam empat sesi terakhir. Saham Woodside Energy dan Santos masing-masing turun 0,7% dan 0,5%.
Saham keuangan turut tertekan dengan penurunan 0,5%. Commonwealth Bank of Australia, bank terbesar di negara itu, turun 1%.
Sementara itu, saham Novonix anjlok hingga 15% ke level terendah dalam sebulan setelah unit perusahaan otomotif Stellantis membatalkan perjanjian pembelian dengan pemasok material baterai tersebut.
Berbeda dengan Australia, indeks acuan Selandia Baru S&P/NZX 50 justru menguat 0,6% ke level 13.642,06 poin.
Microsoft Investasi US$ 15 Miliar di UEA untuk Perluas Pusat Data AI
Microsoft berencana meningkatkan total investasinya di Uni Emirat Arab (UEA) menjadi lebih dari US$ 15 miliar hingga akhir 2029, sekaligus memperoleh izin ekspor chip Nvidia dari pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk mendukung pembangunan pusat data kecerdasan buatan (AI) di negara tersebut.
Wakil Ketua dan Presiden Microsoft, Brad Smith, mengatakan investasi besar ini akan difokuskan pada perluasan pusat data AI di seluruh UEA.
“Bagian terbesar dari investasi ini, baik yang sudah dilakukan maupun yang akan datang, adalah ekspansi pusat data AI di seluruh UEA. Dari sudut pandang kami, investasi ini krusial untuk memenuhi permintaan penggunaan AI yang terus meningkat di kawasan ini,” ujarnya di sela Konferensi Energi ADIPEC di Abu Dhabi, Senin (3/11/2025).
UEA sendiri tengah menggelontorkan dana besar untuk menjadi pusat global pengembangan AI, dengan memanfaatkan hubungan eratnya dengan Washington guna memperoleh akses terhadap teknologi Amerika Serikat, termasuk chip canggih yang digunakan dalam pemrosesan AI.
Pada tahun lalu, Microsoft telah menanamkan investasi sebesar US$ 1,5 miliar untuk membeli sebagian saham perusahaan AI asal Abu Dhabi, G42. Investasi tersebut memberikan Microsoft satu kursi di dewan direksi G42, yang saat ini ditempati langsung oleh Brad Smith.
Namun, hubungan G42 dengan China sempat menimbulkan kekhawatiran di Washington karena dianggap berpotensi memberi akses tidak langsung kepada Beijing terhadap chip semikonduktor canggih.
Smith menyatakan bahwa G42 telah membuat kemajuan besar dalam menerapkan sistem kepatuhan terhadap regulasi hukum AS. Ia juga menyebut bahwa akses langsung G42 terhadap chip-chip AS berteknologi tinggi kemungkinan besar akan menjadi bagian dari masa depan perusahaan tersebut.
Kalah Bersaing, Starbucks Bakal Jual Kendali Bisnisnya di China Senilai US$ 4 Miliar
Starbucks mengungkapkan rencana untuk menjual kendali operasinya di China kepada perusahaan investasi Boyu Capital dalam kesepakatan senilai US$ 4 miliar. Ini jadi salah satu divestasi unit China paling berharga oleh perusahaan konsumen global dalam beberapa tahun terakhir.
Berdasarkan perjanjian tersebut, kedua perusahaan akan mengoperasikan usaha patungan, dengan Boyu memegang saham hingga 60% dalam operasional Starbucks di China.
Starbucks akan mempertahankan 40% saham dalam usaha patungan tersebut dan akan terus memiliki serta melisensikan merek dan kekayaan intelektual kepada entitas baru tersebut, demikian pernyataan kedua perusahaan pada Senin (3/11/2025).
Pangsa pasar perusahaan yang berbasis di Seattle ini di China telah menurun dalam beberapa tahun terakhir. Hal tersebut terjadi akibat persaingan ketat dari jaringan kedai kopi lokal—termasuk Luckin dan Cotti—yang menawarkan produk yang lebih murah.
Starbucks telah berjuang untuk tetap kompetitif tanpa menurunkan harga jualnya karena perlambatan ekonomi di China membuat konsumen lebih sensitif terhadap harga.
Starbucks mengatakan, pihaknya memperkirakan hasil penjualan tersebut, dikombinasikan dengan kepemilikan saham dan lisensi yang dipertahankan selama 10 tahun ke depan, akan mencapai lebih dari US$ 13 miliar.
Dengan rencana tersebut, saham Starbucks naik sekitar 3% dalam perdagangan setelah jam perdagangan.
Starbucks pada dasarnya menciptakan pasar kopi di China setelah memasuki pasar pada tahun 1999, tetapi pangsa pasarnya di negara tersebut, rumah bagi lebih dari seperlima kafenya, turun tajam menjadi 14% di tahun lalu dari 34% pada tahun 2019, menurut data dari Euromonitor International.
Untuk mengatasi tantangan ini, Starbucks telah memangkas harga beberapa minuman non-kopi dan mempercepat peluncuran produk-produk lokal baru.
Menyadari bahwa akan menjadi kesalahan bagi Starbucks untuk terlibat dalam perang harga yang agresif dengan kedai kopi seperti Luckin, para analis mengatakan bahwa perusahaan tersebut harus berfokus pada kekuatan tradisionalnya sebagai jaringan kedai kopi tempat orang-orang ingin bertemu dan menghabiskan waktu.
Saat ini, Luckin memiliki lebih dari 20.000 gerai waralaba di seluruh China, jauh di atas 7.800 gerai yang dioperasikan oleh Starbucks, tetapi fokusnya adalah pada layanan pesan-antar dan dibawa pulang.
Penjualan gerai yang sebanding di China meningkat 2% pada kuartal yang berakhir pada 29 Juni, dibandingkan dengan pertumbuhan nol pada kuartal sebelumnya.
Selain perlambatan ekonomi China, laporan tahunan Starbucks untuk tahun 2024 juga mencantumkan "meningkatnya ketegangan AS-China" di antara faktor-faktor risikonya, dengan menyebutkan kemungkinan tarif, boikot, dan "meningkatnya sensitivitas politik di China".
Kesepakatan ini menutup drama keuangan global yang terungkap ke publik lebih dari setahun yang lalu ketika mantan CEO Laxman Narasimhan mengatakan bahwa perusahaan tersebut berada pada tahap awal menjajaki kemitraan strategis untuk mendorong pertumbuhan di pasar China.
Perusahaan global lain telah mengambil pendekatan serupa dengan bisnisnya di China pada masa lalu. McDonald's, misalnya, menjual saham mayoritas untuk operasionalnya di China dan Hong Kong kepada investor termasuk Citic, sebuah kerja sama yang sebagian besar dianggap berhasil.
Boyu didirikan pada tahun 2010 oleh, antara lain, Alvin Jiang, cucu mantan Presiden China Jiang Zemin. Perusahaan yang berbasis di Hong Kong ini berinvestasi di sektor konsumen dan ritel, jasa keuangan, layanan kesehatan, serta media dan teknologi, menurut situs webnya.
Exxon Berencana Hengkang dari Eropa
ExxonMobil berpotensi tidak dapat melanjutkan kegiatan bisnis di Uni Eropa (UE) jika tidak ada pelonggaran signifikan atas aturan keberlanjutan baru di UE. Beleid baru ini dapat menjatuhkan denda hingga 5% dari pendapatan global.
CEO ExxonMobil Darren Woods bersama sejumlah produsen energi besar lainnya mengkritik Rancangan Undang-Undang Keberlanjutan Korporasi Uni Eropa yang mewajibkan perusahaan mengidentifikasi dan memperbaiki pelanggaran hak asasi manusia serta dampak lingkungan di sepanjang rantai pasokan.
"Jika mereka berupaya menerapkan undang-undang yang merugikan secara global, maka mustahil bagi kami tetap beroperasi di sana," kata Woods pada Reuters. Keberatan atas kebijakan ini juga datang dari Qatar dan Amerika Serikat.
Parlemen Eropa bulan lalu menyetujui melanjutkan negosiasi perubahan atas rancangan beleid tersebut. Uni Eropa menargetkan revisi final aturan dapat disetujui sebelum akhir tahun ini.
Samsung SDI Bahas Kontrak Rp 35 Triliun dengan Tesla, Saham Naik Tajam
Samsung SDI Co Ltd mengonfirmasi sedang melakukan pembicaraan dengan Tesla Inc terkait pasokan baterai penyimpanan energi (energy storage batteries), yang menurut laporan media Korea bisa bernilai lebih dari 3 triliun won atau sekitar US$2,11 miliar.
Kabar tersebut langsung mendorong saham Samsung SDI melonjak lebih dari 8% pada awal perdagangan Selasa (4/11/2025).
Jika terealisasi, kerja sama ini akan menjadi langkah terbaru Tesla untuk mengurangi ketergantungan terhadap komponen asal China, di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik dan kebijakan tarif Amerika Serikat terhadap Negeri Tirai Bambu.
Dalam beberapa bulan terakhir, Tesla telah meneken kontrak dengan sejumlah perusahaan Korea Selatan, termasuk Samsung Electronics dan LG Energy Solution, untuk pasokan chip dan baterai.
Baterai penyimpanan energi memiliki komposisi kimia serupa dengan baterai kendaraan listrik (EV), namun digunakan untuk mendukung pasokan listrik di fasilitas besar seperti pusat data (data center).
Seiring penurunan permintaan baterai kendaraan listrik akibat penghapusan subsidi AS, sejumlah produsen baterai Korea mulai mengalihkan lini produksi EV menjadi sistem penyimpanan energi (ESS).
Samsung SDI sebelumnya menyebut dalam paparan kinerja Oktober bahwa permintaan baterai otomotif dari mitra joint venture-nya, Stellantis, mengalami penurunan tajam.
Oleh karena itu, perusahaan akan mengubah sebagian lini produksinya di Indiana, AS, untuk memproduksi baterai penyimpanan energi.
Menurut sumber Reuters, Tesla dan Samsung SDI tengah membahas volume pasokan tahunan sekitar 10 GWh, sedangkan laporan Korea Economic Daily menyebut kesepakatan tiga tahun itu bernilai lebih dari 3 triliun won.
Pihak Tesla belum memberikan komentar resmi, sementara juru bicara Samsung SDI menegaskan bahwa kesepakatan tersebut masih dalam tahap pembahasan dan belum final.
Tesla sebelumnya menyatakan dalam konferensi kinerja Oktober bahwa bisnis penyimpanan energinya menghadapi tekanan akibat meningkatnya kompetisi dan tarif impor.
“Saat ini seluruh penjualan kami masih bersumber dari China, sementara kami terus mencari alternatif lain,” ungkap Tesla kala itu.
Hingga pertengahan sesi perdagangan di Seoul, saham Samsung SDI masih bertahan dengan kenaikan sekitar 4,7%, setelah sempat melonjak hingga 8,4% di awal sesi.
PMI Manufaktur Jepang Sentuh Level Terendah 19 Bulan, Sektor Otomotif & Chip Terpukul
Aktivitas manufaktur Jepang kembali menyusut pada Oktober 2025, mencatat penurunan tercepat dalam 19 bulan terakhir akibat lemahnya permintaan di sektor otomotif dan semikonduktor, menurut survei S&P Global yang dirilis Selasa (4/11/2025).
Indeks Japan Manufacturing Purchasing Managers’ Index (PMI) turun menjadi 48,2 pada Oktober dari 48,5 pada September, di bawah estimasi awal 49,3 dan merupakan posisi terendah sejak Maret 2024. Angka di bawah 50 menandakan kontraksi aktivitas manufaktur.
Penurunan pesanan baru tercatat sebagai yang tercepat dalam 20 bulan terakhir, didorong oleh terbatasnya anggaran pelanggan dan permintaan yang lemah.
Pesanan ekspor juga turun untuk bulan ke-44 berturut-turut, terutama dari kawasan Asia, Eropa, dan Amerika Serikat. Namun, laju penurunan ekspor melambat dibanding bulan sebelumnya.
“Permintaan yang lemah, khususnya di sektor otomotif dan semikonduktor, menjadi tekanan utama bagi industri manufaktur Jepang,” kata Pollyanna De Lima, Associate Director Economics di S&P Global Market Intelligence.
Meski permintaan menurun, penurunan produksi tidak separah September karena pelaku industri menyesuaikan kapasitas dengan berkurangnya pesanan baru.
Biaya input meningkat ke level tertinggi dalam empat bulan terakhir akibat kenaikan biaya tenaga kerja, bahan baku, dan transportasi.
Sementara itu, harga output naik ke level tertinggi dalam tiga bulan seiring upaya perusahaan mempertahankan margin keuntungan.
Inflasi konsumen Jepang juga terus meningkat, sebagaimana tercermin dari data harga di Tokyo pekan lalu.
Kondisi ini menambah tekanan bagi Bank of Japan (BOJ) yang masih menahan suku bunga acuan di level 0,5% pada pertemuan kebijakan terbarunya.
Meski demikian, prospek manufaktur Jepang sedikit membaik pada Oktober. Produsen lebih optimistis terhadap output ke depan, didorong oleh peluncuran produk baru, adopsi teknologi kecerdasan buatan (AI), serta harapan pemulihan di sektor otomotif dan semikonduktor seiring normalisasi perdagangan global.
“Mereka berharap peluncuran produk baru akan sukses dan dampak negatif tarif AS mulai mereda,” tambah De Lima.