News Forex, Index & Komoditi ( Senin, 2 Desember 2024 )
News Forex, Index & Komoditi
( Senin, 2 Desember 2024 )
Harga Emas Global Melemah karena Penguatan dolar AS yang mengikuti kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS bulan November
Harga emas (XAU/USD) mulai minggu ini dengan sedikit tekanan, diperdagangkan di sekitar angka $2.645 pada sesi awal Asia hari Senin. Meskipun mengalami penurunan, dinamika yang dihadapi saat ini didorong oleh beberapa faktor utama yang memengaruhi arah logam mulia ini dalam beberapa waktu terakhir.
Penguatan dolar AS yang mengikuti kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS bulan November memberikan tekanan pada harga emas. Ekspektasi bahwa Federal Reserve (Fed) akan berhati-hati dalam mengambil langkah-langkah pemangkasan suku bunga lebih lanjut meningkatkan nilai dolar AS, yang secara tradisional menekan harga emas karena komoditas ini berdenominasi dalam dolar.
Dalam lingkungan ekonomi di mana Fed mengambil sikap yang lebih hati-hati terhadap pemangkasan suku bunga, logam mulia ini – yang tidak memberikan imbal hasil – secara alami menghadapi tekanan dari kompetisi aset-aset yang memberikan bunga. Namun, ketidakpastian global terus mendorong investor untuk mempertahankan emas sebagai aset safe haven.
Meskipun demikian, ketegangan geopolitik yang berlanjut, terutama di Timur Tengah dengan serangan udara oleh Rusia dan Suriah terhadap pemberontak Suriah, dapat membatasi penurunan lebih lanjut pada harga emas. Situasi ini mengingatkan bahwa dalam ketidakpastian, emas sering kali berfungsi sebagai lindung nilai terhadap risiko geopolitik yang meningkat.
Sejalan dengan proyeksi PMI Manufaktur ISM AS yang diharapkan meningkat pada November, perhatian pasar juga akan tertuju pada data ketenagakerjaan Nonfarm Payrolls (NFP) Amerika Serikat yang akan dirilis pada hari Jumat. Kedua data ini diantisipasi dapat memberikan dorongan baru bagi pergerakan harga emas.
Secara historis, emas mencapai titik tertinggi sepanjang masa sebesar $2,790.07 pada Oktober 2024. Sejak awal tahun, harga emas meningkat sebesar 581.50 USD/t oz atau sekitar 28.19% hingga kini. Tren peningkatan harga ini mencerminkan daya tarik emas sebagai instrumen investasi di tengah berbagai ketidakpastian dan tantangan ekonomi global.
EUR/USD Jatuh karena Pedagang Tunggu Pidato Lagarde ECB dan Data IMP AS
Pasangan mata uang EUR/USD menghadapi beberapa tekanan jual ke sekitar 1,0530 di tengah penguatan Dolar AS (USD) selama awal jam perdagangan Asia pada hari Senin. Para investor akan memantau dengan seksama pidato Presiden Bank Sentral Eropa (ECB) Christine Lagarde dan rilis Indeks Pembelian Manajer (IMP) Manufaktur ISM AS, yang akan dirilis pada hari Senin.
Inflasi di Zona Euro , yang diukur dengan Harmonized Index of Consumer Prices (HICP), naik menjadi 2,3% YoY di bulan November dari 2,0% di bulan Oktober, sejalan dengan ekspektasi pasar. Angka ini melampaui target ECB sebesar 2,0%. Sementara itu, HICP Inti naik 2,8% YoY di bulan November, dibandingkan dengan 2,7% pada pembacaan sebelumnya, yang juga sejalan dengan ekspektasi.
Para pelaku pasar telah memperhitungkan penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin (bp) dari ECB di bulan Desember, yang akan menandakan penurunan suku bunga keempat kalinya di tahun ini. Namun, ekspektasi penurunan 50 bp yang substansial telah berkurang sejak bulan lalu, dengan sedikit peningkatan pada prakiraan pertumbuhan Zona Euro yang lemah. Ekspektasi bahwa ECB akan memangkas suku bunga pada pertemuan bulan Desember memberikan tekanan jual pada Euro (EUR).
Di sisi lain, sikap hati-hati Federal Reserve AS (The Fed) dapat terus mendukung Greenback. Ketua The Fed Jerome Powell menyoroti bahwa "ekonomi tidak mengirimkan sinyal bahwa kita perlu terburu-buru untuk menurunkan suku bunga. Powell menambahkan bahwa "kekuatan yang saat ini kita lihat dalam perekonomian memberi kita kemampuan untuk mengambil keputusan dengan hati-hati." Pasar saat ini melihat peluang sebesar 65,4% bahwa The Fed akan memangkas suku bunga sebesar seperempat poin di bulan Desember, menurut CME Alat FedWatch.
Bursa Asia Menguat mengikuti kenaikan Wall Street Jumat pekan lalu
Mayoritas bursa Asia bergerak menguat pada perdagangan Senin (2/12) pagi. Pukul 08.40 WIB, indeks Nikkei 225 turun 132,.63 poin atau 0,34% ke 38.078,43, Hang Seng naik 118,12 poin atau 0,62% ke 19.559,60, Taiex naik 433,78 poin atau 1,93% ke 22.653,21.
Kospi naik 11,58 poin atau 0,47% ke 2.467,49, ASX 200 naik 23,47 poin atau 0,28% ke 8.459,70, Straits Times naik 27,70 poin atau 0,73% ke 3.765,10 dan FTSE Malaysia naik 5,71 poi atau 0,38% ke 1,600,41.
Bursa Asia bergerak naik mengikuti kenaikan Wall Street pada Jumat pekan lalu, karena pasar global memasuki periode musiman yang kuat.
"Likuiditas yang berkurang akan menjadi faktor yang mempengaruhi kinerja perusahaan sepanjang bulan ii, namun hal yang sama juga dapat menjadi potensi upaya mengejar kinerja dari para manajer aktif untuk melampaui tolok ukur yang telah ditetapkan," kata Chris Weston, kepala penelitian Pepperstone di Melbourne seperti dikutip Bloomberg.
"Ketika dinamika ini berpadu dengan ketidakpastian mengenai langkah selanjutnya dari berbagai bank sentral, siapa pun yang berharap bulan terakhir tahun ini akan tenang mungkin akan kecewa."
Mantan Kepala MI6 Inggris Memprediksi Gencatan Senjata Hizbullah-Israel Akan Gagal
Mantan kepala badan intelijen MI6 Inggris, Richard Dearlove, memprediksi bahwa gencatan senjata antara Hizbullah dan Israel tidak akan bertahan lama.
Dearlove, yang memimpin MI6 selama 1999-2004, melihat bahwa kesepakatan tersebut dirancang untuk menjauhkan Hizbullah dari wilayah perbatasan dengan Israel. Baginya, kesepakatan tersebut sama sekali tidak menghasilkan apa pun.
Dalam waktu dekat, Dearlove memprediksi situasi perang akan kembali memanas, bahkan meluas hingga Iran.
"Gencatan senjata akan menjadi pukulan bagi pendukung Hizbullah, Iran, yang akan membuat negara tersebut terekspos dengan salah satu sekutunya yang sementara waktu tidak berdaya," kata Dearlove dalam wawancara dengan Sky News.
Veteran intelijen Inggris melihat kesepakatan gencatan senjata, yang berlaku efektif sejak 27 November 2024, ini hanya bersifat jangka pendek hingga menengah.
Setelah ini, Israel diprediksi akan terus menghancurkan seluruh fasilitas Hizbullah yang masih ada. Di saat yang sama, Dearlove memprediksi bahwa pemerintah Lebanon juga akan terlibat lebih banyak untuk mengendalikan Hizbullah.
Dirinya juga memperingatkan bahwa hal ini dapat meningkat menjadi konfrontasi langsung antara Israel dan Iran, terutama jika Iran meluncurkan serangan rudal balistik lainnya.
Gencatan Senjata Hizbullah-Israel
Pertempuran antara Hizbullah dan Israel secara efektif berhenti pada 27 November 2024 pukul 4 pagi waktu setempat. Keputusan penting ini lahir setelah kedua pihak menerima perjanjian yang ditengahi oleh AS dan Prancis.
Presiden AS, Joe Biden, langsung mengeluarkan pernyataan setelah kabinet keamanan Israel menyetujui perjanjian gencatan senjata tersebut dengan suara 10-1 pada hari Selasa (26/11).
Biden mengatakan, dirinya telah berbicara dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Perdana Menteri sementara Lebanon Najib Mikati perihal kesepakatan tersebut.
Militer Lebanon telah bersiap untuk melakukan pengerahan pasukan ke wilayah selatan negara tersebut. Mereka bertugas membantu memastikan gencatan senjata tetap berlaku.
Israel juga akan menarik pasukannya secara bertahap selama 60 hari, sambil memastikan pasukan Hizbullah tidak membangun kembali infrastrukturnya di wilayah dekat perbatasan kedua negara.
Menteri Luar Negeri Lebanon, Abdallah Bou Habib, mengatakan militer akan mengerahkan sedikitnya 5.000 tentara di Lebanon selatan saat pasukan Israel mundur.
Erdogan Tegaskan Turki Siap Membantu Gencatan Senjata di Gaza
Presiden Tayyip Erdogan mengatakan pada hari Rabu (27/11/2024) bahwa Turki siap membantu dengan cara apa pun yang memungkinkan untuk mewujudkan gencatan senjata yang langgeng di Gaza.
Erdogan juga menyatakan kepuasannya dengan perjanjian gencatan senjata yang telah berlaku di Lebanon.
Reuters melaporkan, Turki, yang telah mengkritik keras serangan Israel di Gaza dan Lebanon, sebelumnya mengatakan telah membahas kemungkinan gencatan senjata di Gaza dengan kelompok militan Palestina Hamas dan memberikan rekomendasi kepada kelompok tersebut tentang cara melanjutkan negosiasi.
Pada hari Selasa, Presiden AS Joe Biden mengatakan Amerika Serikat akan kembali mendorong gencatan senjata yang sulit dipahami di daerah kantong Palestina di Gaza dengan Turki, Mesir, Qatar, Israel, dan negara-negara lain.
"Kami menyatakan bahwa, sebagai orang Turki, kami siap memberikan kontribusi apa pun agar pembantaian di Gaza berakhir dan gencatan senjata abadi dapat tercapai," kata Erdogan kepada anggota Partai AK yang berkuasa di parlemen.
Ketika ditanya tentang pernyataan Biden, seorang pejabat Turki mengatakan kepada Reuters bahwa gencatan senjata di Lebanon tanpa gencatan senjata di Gaza tidak cukup untuk mencapai stabilitas regional. Dia juga menambahkan Ankara siap membantu mencapai kesepakatan di Gaza, sebagaimana telah mendukung upaya-upaya sebelumnya.
"Kami kembali siap membantu mencapai gencatan senjata permanen dan solusi abadi di Gaza," kata pejabat itu.
Meskipun Ankara telah berulang kali saling menghina dengan Israel sejak pecahnya perang Gaza, Turki belum secara resmi memutuskan hubungan dengannya.
Tidak seperti Israel dan mitra-mitra Baratnya, Turki tidak menganggap Hamas sebagai organisasi teroris dan secara teratur menampung beberapa anggota seniornya.
Soal Pembatasan Chip oleh AS, China Peringatkan Bakal Ambil Tindakan Balasan
Pada Kamis (28/11/2024), China memperingatkan bahwa mereka akan mengambil "tindakan yang diperlukan" untuk melindungi perusahaan-perusahaan China jika AS meningkatkan langkah-langkah pengendalian chip.
Peringatan ini dikeluarkan China menyusul laporan bahwa pemerintahan Biden dapat mengumumkan pembatasan ekspor baru secepatnya minggu ini.
Minggu lalu, Kamar Dagang AS memberi tahu para anggota melalui email bahwa pemerintahan Biden sedang mempertimbangkan untuk menambahkan sebanyak 200 perusahaan chip China ke dalam daftar hitam perdagangan. Hal ini akan mencegah sebagian besar pemasok AS mengirimkan barang kepada mereka.
Ketika ditanya tentang laporan tersebut pada konferensi pers rutin pada hari Kamis, juru bicara Kementerian Perdagangan He Yadong mengatakan bahwa Tiongkok "sangat menentang" apa yang disebutnya sebagai perluasan konsep keamanan nasional oleh AS, dan "penyalahgunaan" langkah-langkah pengendalian yang menargetkan perusahaan-perusahaan Tiongkok.
AS telah memperketat pengendalian atas semikonduktor di tengah kekhawatiran bahwa Tiongkok dapat menggunakan teknologi canggih untuk memperkuat militernya.
"Tindakan-tindakan ini sangat mengganggu tatanan ekonomi dan perdagangan internasional, mengganggu stabilitas keamanan industri global, dan merugikan upaya kerja sama antara Tiongkok dan AS, serta industri semikonduktor global," katanya.
He Yadong menambahkan, "Jika AS bersikeras meningkatkan langkah-langkah pengendalian, Tiongkok akan mengambil tindakan yang diperlukan untuk secara tegas melindungi hak-hak sah perusahaan-perusahaan Tiongkok."
Bloomberg melaporkan pada hari Kamis bahwa pemerintahan Biden sedang mempertimbangkan pembatasan tambahan atas penjualan peralatan semikonduktor dan chip memori AI ke Tiongkok.
Mengutip orang-orang yang memahami masalah tersebut, dikatakan bahwa proposal terbaru tersebut akan memberikan sanksi kepada lebih sedikit pemasok Huawei daripada yang direncanakan sebelumnya, khususnya tidak termasuk ChangXin Memory Technologies, yang berupaya mengembangkan teknologi cip memori AI.
Proposal tersebut juga menargetkan dua pabrik cip milik Semiconductor Manufacturing International Corp, mitra Huawei, dan lebih dari 100 perusahaan Tiongkok yang membuat peralatan manufaktur semikonduktor, bukan cip itu sendiri.
Biden akan meninggalkan jabatannya pada bulan Januari, dan ada kekhawatiran bahwa janji Presiden terpilih Donald Trump untuk menerapkan tarif tambahan terhadap Tiongkok dapat memicu perang dagang.
Trump berjanji minggu ini untuk mengenakan tarif tambahan sebesar 10% pada semua impor dari Tiongkok, di atas tarif yang ada saat ini.
Ia menuduh Beijing tidak berbuat cukup banyak untuk menghentikan aliran obat-obatan terlarang ke AS dari Meksiko.
Kementerian perdagangan Tiongkok mengatakan pada hari Kamis bahwa tarif tersebut tidak akan menyelesaikan masalah internal AS.
OPEC+ Tunda Pertemuan Kebijakan untuk Bahas Produksi hingga 5 Desember
Aliansi negara-negara penghasil minyak OPEC+ memutuskan untuk menunda pertemuan berikutnya tentang kebijakan produksi hingga 5 Desember dari 1 Desember untuk menghindari konflik dengan acara lain.
Mengutip Reuters, Kamis (28/11), dalam sebuah pernyataan, OPEC mengatakan KTT negara-negara Teluk Arab akan diadakan di Kota Kuwait pada 1 Desember yang direncanakan akan dihadiri oleh beberapa menteri OPEC+.
"Hari Minggu tidak cocok untuk semua orang," kata seorang sumber kepada Reuters sebelum pengumuman resmi.
Para menteri utama OPEC+ telah mengadakan pembicaraan menjelang pertemuan tersebut.
Sumber-sumber OPEC+ mengatakan akan ada diskusi mengenai penundaan lebih lanjut terhadap peningkatan produksi minyak yang akan dimulai pada bulan Januari.
Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman, kepala de facto Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), pada hari Rabu melakukan panggilan telepon dengan Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak dan Menteri Energi Kazakhstan Almasadam Satkaliyev saat berada di Kazakhstan dalam kunjungan resmi.
Irak, Arab Saudi, dan Rusia mengadakan pembicaraan di Baghdad pada hari Selasa.
OPEC+, yang terdiri dari OPEC dan sekutu yang dipimpin oleh Rusia, memproduksi sekitar setengah dari minyak dunia. Kelompok tersebut bertujuan untuk secara bertahap menghentikan pemotongan produksi minyak hingga tahun 2025 yang diperkenalkan untuk membantu mendukung harga.
Namun, perlambatan permintaan minyak di China dan global serta meningkatnya produksi di luar kelompok tersebut menjadi hambatan bagi rencana kenaikan produksi OPEC+.
OPEC+ pada tanggal 3 November kembali menunda kenaikan produksi pertamanya yang telah ditetapkan untuk bulan Desember selama satu bulan.
Anggota OPEC+ menahan produksi sebesar 5,86 juta barel per hari (bph), atau sekitar 5,7% dari permintaan global.
Peningkatan pertama yang direncanakan sekitar 180.000 barel per hari, akan dilakukan oleh delapan anggota yang terlibat dalam pemangkasan terbaru kelompok tersebut.
Ini Peringatan Media Pemerintah China kepada Trump Soal Perang Tarif
Media pemerintah China memperingatkan Presiden terpilih AS Donald Trump bahwa janjinya untuk mengenakan tarif tambahan pada barang-barang China terkait aliran fentanil dapat menyeret kedua ekonomi teratas dunia itu ke dalam perang tarif yang saling merusak.
Reuters memberitakan, Trump, yang akan menjabat pada 20 Januari 2025, mengatakan pada hari Senin bahwa ia akan mengenakan tarif tambahan 10%, di atas tarif tambahan apa pun pada impor dari China.
Kebijakan itu akan diterapkan hingga Beijing menghentikan perdagangan prekursor kimia yang digunakan untuk membuat obat mematikan itu.
Kedua negara adidaya itu menetapkan posisi mereka menjelang kembalinya mantan presiden itu ke Gedung Putih.
Mengingatkan saja, periode pertama Trump mengakibatkan perang dagang yang mencabut rantai pasokan global dan merugikan setiap perekonomian karena inflasi dan biaya pinjaman melonjak.
Tajuk rencana di media partai komunis Tiongkok, China Daily dan Global Times pada Selasa malam memperingatkan penghuni berikutnya di 1600 Pennsylvania Avenue untuk tidak menjadikan Tiongkok sebagai "kambing hitam" atas krisis fentanil AS atau meremehkan niat baik Tiongkok terkait kerja sama antinarkoba.
"Alasan yang diberikan presiden terpilih untuk membenarkan ancamannya akan tarif tambahan atas impor dari Tiongkok tidak masuk akal," kata China Daily.
Tajuk itu juga menjelaskan, "Tidak ada pemenang dalam perang tarif. Jika AS terus mempolitisasi isu ekonomi dan perdagangan dengan mempersenjatai tarif, tidak akan ada pihak yang tidak terluka."
Para ekonom telah mulai menurunkan target pertumbuhan ekonomi China senilai US$ 19 triliun untuk tahun 2025 dan 2026 sebagai antisipasi tarif lebih lanjut yang dijanjikan Trump selama kampanye pemilihan. Ekonom juga memperingatkan warga Amerika untuk bersiap menghadapi kenaikan biaya hidup.
"Untuk saat ini satu-satunya hal yang kami ketahui dengan pasti adalah risiko di area ini tinggi," kata Louis Kuijs, kepala ekonom Asia di S&P Global Ratings, yang pada hari Minggu menurunkan perkiraan pertumbuhan China untuk tahun 2025 dan 2026 menjadi masing-masing 4,1% dan 3,8%.
"Apa yang kami asumsikan dalam garis dasar kami adalah kenaikan (tarif) menyeluruh dari sekitar 14% sekarang menjadi 25%. Jadi, apa yang kami asumsikan sedikit lebih dari 10% pada semua impor dari China," paparnya.
Trump mengancam Beijing dengan tarif yang jauh lebih tinggi daripada 7,5%-25% yang dikenakan pada barang-barang China selama masa jabatan pertamanya.
"China sudah memiliki pola untuk menghadapi kebijakan tarif AS sebelumnya," Global Times mengutip Gao Lingyun, seorang analis di Akademi Ilmu Sosial China di Beijing.
"Menggunakan isu antinarkotika untuk menaikkan tarif barang-barang China tidak dapat dipertahankan dan tidak meyakinkan," Gao menambahkan.
Kantor berita negara Xinhua melaporkan, Presiden China Xi Jinping mengatakan kepada mantan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong bahwa ekonomi China akan terus tumbuh dan berkembang dalam jangka panjang selama pertemuan di Beijing pada hari Selasa setelah komentar Trump.
Para ekonom dalam jajak pendapat Reuters minggu lalu memperkirakan tarif tambahan AS berkisar antara 15% hingga 60%. Sebagian besar mengatakan Beijing perlu menyuntikkan lebih banyak stimulus untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengimbangi tekanan pada ekspor.
Perang dagang kedua
Trump sebelumnya mengatakan ia akan memberlakukan tarif lebih dari 60% pada barang-barang China.
Ancaman tersebut mengguncang kompleks industri China, yang menjual barang-barang senilai lebih dari US$ 400 miliar setiap tahunnya ke AS dan ratusan miliar lebih dalam bentuk komponen untuk produk yang dibeli warga Amerika dari tempat lain.
Trump mengangkat pengacara perdagangan Jamieson Greer sebagai perwakilan perdagangan AS yang baru. Dia merupakan seorang veteran kunci dari perang dagang periode pertama Trump melawan China dan menunjukkan empat tahun yang sulit bagi para negosiator perdagangan di seluruh dunia.
Greer menjabat sebagai kepala staf untuk mantan Menteri Perdagangan AS Trump, Robert Lighthizer, arsitek tarif awal Trump atas impor China senilai sekitar US$ 370 miliar dan renegosiasi perjanjian perdagangan bebas Amerika Utara dengan Kanada dan Meksiko.
"Sulit untuk mengatakan apa yang akan terjadi di masa depan terkait hal ini," kata Kuijs dari S&P Global id. "Masih banyak ketidakpastian. Masih ada peningkatan besar yang harus dicapai untuk mencapai 60%."
China Dapat Rezeki Nomplok, Temukan Cadangan Emas Bernilai US$83.000.000.000
Penemuan sumber daya alam yang luar biasa kembali mencuri perhatian dunia.
Di China, cadangan emas bernilai fantastis US$83 miliar ditemukan di Provinsi Hunan, sementara di Amerika Serikat, cadangan lithium di dasar Salton Sea, California, diperkirakan dapat mengubah dinamika pasokan bahan baku kendaraan listrik secara global.
Kedua temuan ini menjadi bukti pentingnya eksplorasi geologi dalam menjawab kebutuhan ekonomi modern yang terus berkembang.
Cadangan Emas Luar Biasa di Hunan, China
Dikutip dari unilad.com, Provinsi Hunan, China, baru saja melaporkan penemuan emas yang disebut sebagai "deposit superbesar".
Biro Geologi Hunan, melalui penelitian yang mendalam, mengidentifikasi lokasi tersebut di bawah ladang Wangu di Kabupaten Pingjiang.
Penemuan ini dilakukan dengan kombinasi teknologi pemodelan geologi 3D dan peralatan pengeboran canggih.
Pada kedalaman 2.000 meter, geolog menemukan kadar emas hingga 138 gram per ton ore, dengan potensi cadangan mencapai 300 ton.
Para ahli memperkirakan bahwa pada kedalaman hingga 3.000 meter, cadangan ini dapat meningkat hingga 1.000 ton dengan nilai mencapai 600 miliar yuan atau setara US$83 miliar.
Penemuan ini tidak hanya menegaskan posisi China sebagai pemain utama dalam pasar emas global tetapi juga membuka peluang eksplorasi baru di wilayah sekitar ladang Wangu.
Temuan emas di area periferal menunjukkan bahwa kekayaan geologi di kawasan tersebut mungkin jauh lebih besar dari yang diperkirakan sebelumnya.
Hal ini dapat membawa manfaat ekonomi besar bagi China, sekaligus menarik perhatian investor internasional.
Lithium di Salton Sea, California: "Emas Putih" yang Mengubah Masa Depan Energi
Sementara itu, di Amerika Serikat, para ilmuwan menemukan cadangan lithium dalam jumlah besar di dasar Salton Sea, California. Lithium, yang sering disebut sebagai "emas putih," adalah bahan penting untuk baterai kendaraan listrik, menjadikannya komoditas strategis dalam transisi menuju energi bersih.
Penelitian awal memperkirakan bahwa cadangan lithium di Salton Sea mencapai 4 juta ton, tetapi data terbaru menunjukkan jumlahnya bisa mencapai 18 juta ton.
Jumlah ini cukup untuk memproduksi baterai bagi lebih dari 382 juta kendaraan listrik. Penemuan lithium ini memiliki implikasi besar, baik secara ekonomi maupun geopolitik.
Jika estimasi terbukti akurat, cadangan tersebut dapat membuat Amerika Serikat mandiri dalam pasokan lithium, mengurangi ketergantungan pada impor, terutama dari China, yang saat ini memegang posisi sebagai eksportir kendaraan listrik terbesar kedua setelah Jerman.
Dengan cadangan ini, Amerika Serikat juga dapat memainkan peran utama dalam rantai pasokan global untuk teknologi hijau, yang semakin menjadi fokus utama dalam upaya global melawan perubahan iklim.
Eksplorasi Geologi dan Masa Depan Ekonomi Dunia
Penemuan emas di China dan lithium di Amerika Serikat menunjukkan pentingnya eksplorasi geologi dalam mendukung kebutuhan ekonomi modern.
Teknologi modern seperti pemodelan geologi 3D dan metode pengeboran presisi tinggi menjadi kunci dalam mengungkap kekayaan alam yang tersembunyi jauh di bawah permukaan bumi.
Penemuan ini juga menyoroti bagaimana sumber daya alam dapat memengaruhi peta geopolitik dunia.
Cadangan emas di China memperkuat stabilitas ekonomi negara tersebut, sementara lithium di Salton Sea membuka jalan bagi Amerika Serikat untuk mendominasi pasar energi hijau.
Dengan meningkatnya permintaan global akan sumber daya strategis ini, eksplorasi yang lebih inovatif dan berkelanjutan akan menjadi kebutuhan utama di masa depan.
Putin Ancam akan Hantam Kiev dengan Rudal Orechnik, Misil Mematikan yang tak Bisa Dicegat
Vladimir Putin mengancam akan menyerang Kyiv dengan rudal Oreshnik, senjata jarak menengah yang digunakan Moskow untuk menyerang Kota Dnipro pekan lalu. Putin mengeklaim misil itu tidak dapat ditembak jatuh oleh sistem pertahanan udara mana pun.
"Kami tidak mengesampingkan penggunaan Oreshnik terhadap militer, fasilitas industri militer, atau pusat pengambilan keputusan, termasuk di Kyiv," kata Putin dalam konferensi pers di Kazakhstan pada hari Kamis.
Ia mengatakan senjata itu sebanding kekuatannya dengan serangan nuklir jika digunakan beberapa kali di satu lokasi. Meskipun ia menambahkan bahwa saat ini senjata itu tidak dilengkapi dengan hulu ledak nuklir.
"Dampak kinetiknya kuat, seperti meteorit yang jatuh," kata Putin.
"Kita tahu dalam sejarah meteorit mana yang jatuh di mana, dan apa konsekuensinya. Terkadang itu cukup untuk membentuk seluruh danau."
Moskow mengatakan ancaman baru tersebut merupakan respons terhadap keputusan awal bulan ini oleh AS, Inggris, dan Prancis untuk mengizinkan Ukraina menembakkan rudal jarak jauh yang mereka sediakan terhadap target militer di dalam Rusia, sesuatu yang telah lama diminta Kiev
Saat ini Kiev lebih terlindungi daripada sebagian besar kota Ukraina lainnya karena dilindungi oleh baterai pertahanan udara, dan hanya ada sedikit serangan yang berhasil di pusat ibu kota selama hampir tiga tahun perang.
Mykhailo Podolyak, seorang penasihat presiden Ukraina menggambarkan klaim Putin bahwa sistem pertahanan udara tidak dapat menghancurkan rudal Oreshnik hanya fiksi belaka.
"Putin tidak mengerti hal-hal militer. Dia orang yang membuat orang datang dan menunjukkan kepadanya beberapa kartun tentang bagaimana rudal akan terbang, bagaimana tidak ada yang bisa menembak jatuhnya," katanya.
Putin, menurut Podolyak mengatakan hal yang sama berkali-kali tentang rudal Kinzhal mereka. :Dan kemudian ketika ternyata Patriot [sistem pertahanan udara], bahkan sistem yang bukan generasi terbaru, dapat dengan mudah menembak jatuh rudal itu, ia berhenti membicarakannya,” kata Podolyak.
Podolyak juga mengatakan bahwa tidak ada yang namanya Oreshnik dan rudal itu hanyalah versi modifikasi ringan dari rudal balistik antarbenua Rusia
Meraba Strategi Ekonomi China Hadapi Ancaman Tarif Trump
Ekonomi Cina masih berjuang untuk pulih dari pandemi, hampir dua tahun setelah Beijing mencabut kebijakan karantina atau 'lockdown' nol-COVID di wilayah itu. Dalam tiga kuartal pertama 2024, pertumbuhan ekonomi Cina tercatat sebesar 4,8%, sedikit di bawah target 5%.
Deflasi, lemahnya permintaan konsumen, dan kehancuran besar di sektor properti telah merusak jalur pertumbuhan negara ini. Sementara, ketegangan dagang dengan Amerika Serikat (AS), yang diperkirakan jauh memburuk di bawah masa jabatan kedua Donald Trump itu, telah merugikan sektor ekspor, di mana sektor ini adalah pendorong utama Cina untuk menjadi ekonomi terbesar kedua di dunia.
"Cina menghadapi masalah kelebihan produksi dan kurangnya konsumsi," ujar George Magnus, seorang peneliti di Pusat Cina Universitas Oxford dan mantan kepala ekonom di UBS, kepada DW. "[Para pemimpin Cina] akhirnya menyadari bahwa ekonomi tampaknya kehilangan momentum dan ini bukan masalah sekali saja."
Pendekatan terarah dalam stimulus ekonominya
Pada September, Beijing menyuntikkan likuiditas ke dalam sistem perbankan senilai 2,7 triliun yuan (sekitar Rp5,9 triliun) untuk mendorong pinjaman, menurunkan suku bunga, serta mengumumkan pengeluaran infrastruktur baru dan bantuan bagi pengembang properti yang terlilit utang.
Awal bulan ini, pemerintah Cina mengumumkan adanya tambahan dana bantuan senilai 10 triliun yuan (sekitar Rp22 triliun) untuk membantu meredakan krisis utang di antara pemerintah daerah, yang sebelumnya banyak meminjam dana untuk proyek infrastruktur dan pengembangan ekonomi.
Langkah-langkah ini memicu lonjakan spektakuler dalam beberapa saham Cina, di mana indeks CSI 300 dari saham-saham terbesar yang terdaftar di Shanghai dan Shenzhen melonjak hingga 35%. Investor bertaruh bahwa Beijing akan segera kucurkan lebih banyak triliunan yuan untuk meningkatkan konsumsi domestik.
"Ada spekulasi bahwa akhirnya akan ada kebijakan dari sisi permintaan untuk mendukung konsumsi. Namun sejauh ini, belum ada yang terwujud," ujar Jiayu Li, Associate senior di firma penasihat kebijakan publik Global Counsel yang berbasis di Singapura, kepada DW.
Bukan langkah stimulus yang nyata
Li mengatakan bahwa meskipun paket yang diumumkan cukup "mengesankan," fokus utamanya ada pada restrukturisasi utang yang ada dan "tidak dapat dianggap sebagai stimulus baru." Ia menambahkan bahwa Beijing masih meremehkan besarnya utang pemerintah daerah yang mencapai 14,3 triliun yuan (sekitar Rp31,3 triliun). Dana Moneter Internasional (IMF) bahkan memperkirakan angka itu mencapai 60 triliun yuan (sekitar Rp131,3 triliun), atau 47,6% dari produk domestik bruto (PDB).
Langkah-langkah baru ini jauh lebih besar daripada jumlah yang dikeluarkan setelah krisis keuangan 2008/2009, yang bernilai hingga 4 triliun yuan (sekitar Rp8,7 triliun). Namun, upaya saat itu setara dengan hampir 13% dari PDB, dibandingkan dengan sekitar 10% pada tahun ini. Intervensi tersebut membantu Cina menjaga pertumbuhan PDB di atas 8% selama krisis global.
Magnus percaya bahwa serangkaian upaya terbaru ini hanya akan memiliki "efek marjinal" terhadap pertumbuhan karena hanya akan mengurangi tekanan pada pemerintah lokal dan provinsi untuk memangkas anggarannya.
Namun, ia juga memperingatkan bahwa Beijing "hanya berputar-putar di tepian" dan dalam waktu dekat perlu mengambil langkah-langkah "radikal" untuk menangani banyak masalah struktural dalam ekonominya.
Trump 2.0 akan membutuhkan dukungan dari Beijing
Banyak pengamat Cina lainnya yang juga berpendapat bahwa langkah-langkah baru ini tidak akan cukup, terutama dengan ancaman baru tarif Trump AS atas impor Cina, sesaat ia kembali ke Gedung Putih pada Januari mendatang.
Trump mengatakan pada Senin (25/11) bahwa ia akan memberlakukan tambahan 10% pajak pada semua barang Cina yang masuk ke AS, yang berpotensi menaikkan tarif keseluruhan hingga 35%. Sebuah survei ekonom oleh kantor berita Reuters pekan lalu memperkirakan bahwa tarif baru AS dapat merugikan pertumbuhan Cina hingga satu poin persentase.
"Pasar berharap bahwa Beijing memilih untuk menunda langkah-langkah fiskal lebih lanjut hingga tahun depan [saat Trump menjabat]," ujar Li kepada DW, seraya menambahkan bahwa kekhawatiran semakin meningkat pada dampak dari potensi stimulus apa pun yang akan semakin terbatas pada saat itu.
Mata uang Cina kemungkinan akan melemah
Sementara itu, Magnus mengatakan bahwa tarif baru ini "tidak akan memiliki dampak besar" pada ekonomi Cina, meskipun hal ini mungkin akan menyebabkan melemahnya mata uang yuan.
Selama putaran pertama diberlakukannya tarif Trump pada Maret 2018 silam, Beijing mengimbangi sebagian dampaknya dengan membiarkan mata uang yuan terdepresiasi, yang membuat ekspor Cina menjadi jauh lebih murah.
Yuan turun sekitar 12% terhadap dolar AS, di mana itu adalah titik terendahnya dalam hampir satu dekade pada Agustus 2019. Washington kemudian menyebut Cina sebagai "manipulator mata uang," yang memicu tarif AS menjadi lebih tinggi selama berbulan-bulan hingga negosiasi meredakan ketegangan di antara kedua kekuatan ekonomi dunia tersebut.
Apakah Cina membutuhkan "Rencana Marshall"?
Huang Yiping, dekan Sekolah Pembangunan Nasional di Universitas Peking dan anggota Komite Kebijakan Moneter Bank Rakyat Cina, telah menyerukan program stimulus yang jauh lebih besar untuk "menstabilkan dan mendorong permintaan domestik."
Dalam sebuah wawancara bulan ini dengan South China Morning Post, ia menyerukan agar Beijing meluncurkan "Rencana Marshall Cina," merujuk pada program bantuan ekonomi pasca-Perang Dunia ke-II yang diluncurkan oleh AS untuk membangun kembali Eropa.
Versi Huang mengusulkan penggunaan kapasitas industri surplus Cina untuk membantu negara-negara berpenghasilan rendah di Selatan Global, untuk membangun infrastruktur baru dan beralih ke energi terbarukan. Namun, proposal ini kemungkinan akan menghadapi reaksi keras dari Barat, yang sudah khawatir tentang pengaruh Cina yang semakin besar di Afrika, Asia, dan Amerika Latin.
Berapa banyak yang akan dikeluarkan Beijing selanjutnya?
Analis lain sepakat bahwa Beijing masih perlu menyuntikkan dana dalam jumlah besar ke sektor ekonominya, dengan proyeksi berkisar antara 5 triliun yuan hingga 10 triliun yuan (sekitar Rp11 triliun hingga Rp22 triliun).
Carlos Casanova, ekonom senior Asia di Union Bancaire Privee (UBP), mengatakan kepada Reuters bulan ini bahwa diperlukan setidaknya paket senilai 23 triliun yuan (sekitar Rp50,4 triliun).
Banyak analis juga merekomendasikan agar stimulus di masa depan lebih berfokus pada pengeluaran kesejahteraan sosial untuk rumah tangga dan lebih banyak bantuan pada sektor properti yang sedang terpuruk, daripada investasi industri tradisional dan proyek-proyek infrastruktur.
Sementara Magnus setuju bahwa pemerintah Cina akan "menyesuaikan" kebijakannya untuk meningkatkan permintaan domestik. Namun, ia skeptis apakah Cina akan segera beralih dari ekonomi berbasis produksi menjadi ekonomi berbasis ekspor.
"Saya tidak mengatakan bahwa Beijing akan menjadi hampa dalam hal langkah-langkah stimulusnya, tetapi saya pikir prioritas pemerintah jelas bukan untuk mengubah model pembangunan menjadi ekonomi yang lebih berorientasi pada konsumen dan kesejahteraan," ujarnya kepada DW.
Calon Menteri-Pejabat Kabinet Trump Ramai-ramai Diancam Bom
Beberapa calon Menteri dan pejabat pemerintahan pilihan Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump menjadi target ancaman bom dan gangguan keamanan sepanjang pekan ini. Biro Investigasi Federal (FBI) bekerja sama dengan lembaga penegak hukum AS lainnya untuk menyelidiki ancaman itu.
Juru bicara tim transisi pemerintahan Trump, Karoline Leavitt, dalam pernyataannya seperti dilansir Reuters, Jumat (29/11/2024), menyebut ancaman-ancaman itu mulai diterima oleh para calon menteri dan pejabat pemerintahan Trump pada Selasa (26/11) dan Rabu (27/11) waktu setempat.
Leavitt menyebut aparat penegak hukum bertindak cepat untuk menjamin keselamatan orang-orang yang menjadi target dari ancaman tersebut.
Elise Stefanik, anggota parlemen Partai Republik, yang menjadi calon Duta Besar AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Lee Zeldin, mantan anggota Kongres AS dari Partai Republik, yang dipilih Trump untuk memimpin Badan Perlindungan Lingkungan, mengatakan dalam pernyataan terpisah bahwa mereka menjadi target dari ancaman bom.
Stefanik menuturkan bahwa dirinya, suaminya dan putranya yang berusia 3 tahun sedang berkendara ke rumah mereka di New York ketika mendapatkan informasi soal ancaman terhadap rumah mereka.
Zeldin, secara terpisah, mengatakan dirinya dan keluarga juga menjadi target ancaman. "Ancaman bom pipa yang menargetkan saya dan keluarga saya di rumah kami hari ini dikirimkan dengan pesan bertema pro-Palestina," ucap Zeldin dalam pernyataan via media sosial X.
Pada Rabu (27/11) malam, Pete Hegseth yang merupakan calon Menteri Pertahanan (Menhan) AS, yang dipilih Trump, mengatakan keluarganya menjadi target ancaman bom pipa.
"Pagi ini, seorang petugas kepolisian tiba di rumah kami -- di mana tujuh anak kami masih tidur. Polisi itu memberitahu saya dan istri bahwa mereka telah menerima ancaman bom pipa yang kredibel yang menargetkan saya dan keluarga saya. Kami semua aman dan ancaman telah teratasi," tutur Hegseth.
Bagaimana respons FBI? Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Juru bicara FBI mengatakan pihaknya menyadari adanya sejumlah ancaman bom dan insiden swatting yang menargetkan para calon menteri dan pejabat pemerintahan Trump. FBI menyatakan sedang bekerja sama dengan mitra penegak hukum lainnya.
Swatting merupakan pengajuan laporan palsu ke polisi untuk memicu respons besar-besaran, bahkan melibatkan senjata berat, oleh kepolisian ke rumah seseorang. Pakar penegakan hukum memandang praktik swatting sebagai bentuk intimidasi atau pelecehan yang semakin sering digunakan terhadap tokoh-tokoh terkemuka.
"Kami menanggapi semua potensi ancaman dengan serius, dan selalu, mengimbau masyarakat untuk segera melaporkan apa pun yang mereka anggap mencurigakan kepada penegak hukum," ujar juru bicara FBI tersebut.
Situasi serupa juga terjadi di Florida, tepatnya menimpa mantan anggota Kongres AS dari Partai Republik bernama Matt Gaetz, yang sempat menjadi calon Jaksa Agung AS yang dipilih Trump, sebelum dia menyatakan mundur dari pencalonan karena ditentang Senat terkait dugaan pelanggaran seksual.
Kantor Sheriff Okaloosa County menuturkan Gaetz menerima ancaman bom, namun setelah pemeriksaan dilakukan, hasilnya tidak menunjukkan keberadaan perangkat peledak.
Juru bicara Gedung Putih, dalam pernyataannya, menyebut Presiden Joe Biden telah mendapatkan penjelasan soal ancaman-ancaman tersebut. "Presiden dan pemerintahan dengan tegas mengutuk ancaman kekerasan politik," tegas juru bicara tersebut.
Tegang! 41 Jet Tempur-Kapal Perang China 'Kepung' Taiwan
Otoritas Taiwan mendeteksi kehadiran puluhan jet tempur dan kapal perang China di sekitar wilayahnya dalam waktu 24 jam terakhir. Aktivitas militer itu terdeteksi menjelang rencana Presiden Lai Ching-te singgah di Hawaii dalam rangkaian kunjungan ke kawasan Pasifik, yang memicu kemarahan China.
Kementerian Pertahanan Taiwan dalam laporan terbarunya, seperti dilansir AFP, Jumat (29/11/2024), menyatakan pihaknya mendeteksi 41 jet tempur dan kapal perang China mengudara dan berlayar di sekitar wilayahnya dalam 24 jam terakhir, hingga Jumat (29/11) pagi sekitar pukul 06.00 waktu setempat.
Jumlah itu terdiri atas 33 jet tempur China dan delapan kapal Angkatan Laut China.
Angka itu, menurut penghitungan AFP yang didasarkan data Kementerian Pertahanan Taiwan, tercatat sebagai yang tertinggi dalam lebih dari tiga pekan terakhir.
Sekitar 19 jet tempur China di antaranya, menurut Kementerian Pertahanan Taiwan, terlibat dalam "patroli kesiapan tempur gabungan" pada Kamis (28/11) malam waktu setempat, dan menjadi jumlah tertinggi sejak 4 November lalu.
Kementerian Pertahanan Taiwan juga mendeteksi keberadaan sebuah balon udara China di wilayah berjarak sekitar 172 kilometer sebelah barat pulau tersebut. Ini menjadi balon udara keempat milik China, sejak Minggu (24/11), yang terdeteksi di dekat wilayah Taiwan.
China dan Taiwan memiliki pemerintahan terpisah sejak tahun 1949 silam. Namun Beijing bersikeras mengklaim Taipei sebagai bagian wilayah kedaulatannya dan menegaskan tidak akan mengesampingkan penggunaan kekuatan untuk membawa Taiwan di bawah kendalinya.
Untuk menegaskan klaimnya dan meningkatkan tekanan militer, China secara rutin mengerahkan jet tempur, drone dan kapal perang ke sekitar wilayah Taiwan, bahkan terkadang mengerahkan balon-balon udara.
Taiwan menolak klaim kedaulatan China, dan menggambarkan balon-balon udara Beijing itu sebagai bentuk pelecehan "zona abu-abu", taktik yang tidak termasuk dalam tindakan perang.
Pada Kamis (28/11) waktu setempat, Komando Angkatan Udara Taiwan menggelar latihan militer pada pagi hari yang bertujuan menguji "respons dan prosedur keterlibatan unit pertahanan udara". Disebutkan bahwa "berbagai jenis pesawat, kapal, dan sistem rudal pertahanan udara dikerahkan" dalam latihan itu.
Terakhir kali, Komando Angkatan Udara Taiwan menggelar latihan militer serupa pada Juni lalu, atau sebulan setelah Presiden Lai menjabat.