News Komoditi & Global ( Rabu, 29 Oktober 2025 )

Harga emas di pasar spot menguat pada awal perdagangan Rabu (29/10/2025) setelah tertekan selama tiga hari beruntun, seiring meningkatnya selera pasar terhadap aset berisiko di tengah optimisme baru akan tercapainya kesepakatan dagang antara Amerika Serikat dan China. Berdasarkan data Bloomberg, harga emas di pasar spot terpantau menguat 0,42% atau 16,02 poin ke level US$3.968,16 per troy ounce atau sekitar Rp2,11 juta per gram pada pukul 07.24 WIB. Sementara itu, harga emas berjangka Comex AS terpantau melemah 0,12% atau 4,6 poin ke level 3.978,5 per troy ounce. Logam mulia ini diperdagangkan di kisaran sempit menjelang pertemuan yang dijadwalkan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping. Menurut laporan The Wall Street Journal, Washington bersedia mencabut sebagian tarif impor jika Beijing memperketat pengawasan terhadap ekspor bahan kimia yang digunakan dalam pembuatan fentanyl. Prospek kesepakatan antara dua ekonomi terbesar dunia ini menambah sentimen positif di pasar, bersamaan dengan reli saham-saham teknologi yang memperkuat optimisme terhadap pertumbuhan sektor kecerdasan buatan. Setelah reli tajam yang sempat membawa harga menembus rekor di atas US$4.380 pekan lalu, emas kini terkoreksi cukup dalam, meskipun dianggap wajar setelah lonjakan harga yang dianggap terlalu cepat. Meski demikian, sepanjang tahun ini emas masih mencatat kenaikan sekitar 50%, didukung oleh pembelian besar-besaran dari bank sentral dan tren “debasement trade,” yakni strategi investor yang menghindari surat utang dan mata uang negara untuk melindungi kekayaan dari risiko defisit fiskal yang kian melebar. Lonjakan harga emas juga memicu arus dana besar ke produk exchange-traded fund (ETF) berbasis emas, meski dukungan itu mulai memudar. Data Bloomberg menunjukkan, investor menarik sekitar US$1 miliar dari SPDR Gold Shares milik State Street pada Senin. Ini merupakan penarikan harian terbesar sejak April lalu. Secara keseluruhan, kepemilikan investor di ETF emas mencatat penurunan paling tajam dalam enam bulan terakhir. Kenaikan pesat harga emas dan koreksinya yang cepat menjadi topik utama dalam konferensi logam mulia tahunan London Bullion Market Association (LBMA) di Kyoto pekan ini. Sentimen pasar tetap cenderung optimistis, dengan hasil survei terhadap 106 peserta memperkirakan harga emas akan menembus hampir US$5.000 per troy ounce dalam setahun ke depan. Kepala Riset Pepperstone Group Ltd. Chris Weston mengatakan harga emas masih mencetak titik support, tetapi bertahannya harga di sekitar US$3.900 pada kontrak berjangka bulan depan memberi sedikit kelegaan bagi investor bullish. “Kini mulai tampak tanda-tanda bahwa pembeli kembali masuk dan tekanan koreksi tampaknya mendekati akhir,” ungkapnya seperti dikutip Bloomberg, Rabu (29/10/2025). Sementara itu, ekspektasi bahwa The Federal Reserve akan memangkas suku bunga dalam pertemuan FOMC yang berakhir Rabu malam turut meningkatkan minat terhadap aset berisiko. Suku bunga yang lebih rendah biasanya mendukung logam mulia yang tidak memberikan imbal hasil, namun kebijakan moneter longgar juga mengangkat pasar saham di tengah keyakinan bahwa raksasa teknologi akan mencatat kinerja melampaui perkiraan. Lima perusahaan besar yang mewakili sekitar seperempat bobot indeks S&P 500 dijadwalkan merilis laporan keuangan pada Rabu dan Kamis.

 

Harga Minyak Dunia Turun : Cermati Sanksi Rusia dan Rencana Produksi OPEC+
 
 Harga minyak dunia turun sekitar 2% pada Selasa (28/10/2025), mencatat penurunan tiga hari beruntun.
Pelemahan terjadi karena investor menimbang dampak sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap dua raksasa minyak Rusia terhadap pasokan global, serta potensi rencana OPEC+ untuk menaikkan produksi.
Melansir Reuters, minyak menntah Brent ditutup turun US$1,22 atau 1,9% menjadi US$64,40 per barel. Sementara West Texas Intermediate (WTI) melemah US$1,16 atau 1,9% ke US$60,15 per barel.
Pekan lalu, Brent dan WTI mencatat kenaikan mingguan terbesar sejak Juni setelah Presiden AS Donald Trump memberlakukan sanksi terkait Ukraina terhadap Rusia untuk pertama kalinya di masa jabatan keduanya, menargetkan dua perusahaan minyak besar: Lukoil dan Rosneft.
Namun, pemerintah AS memberikan pengecualian tertulis kepada unit bisnis Rosneft di Jerman karena aset tersebut tidak lagi berada di bawah kendali Rusia, menurut Menteri Ekonomi Jerman.
“Pengecualian yang diberikan Trump kepada Jerman memberi kesan masih ada ruang kelonggaran dalam penerapan sanksi ini, sehingga kekhawatiran pasar akan pengetatan pasokan langsung mereda. Itulah sebabnya hari ini pasar bergerak lebih berhati-hati,” kata Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group.
Direktur Eksekutif International Energy Agency (IEA) Fatih Birol mengatakan, dampak sanksi terhadap negara pengekspor minyak akan terbatas karena masih adanya kapasitas cadangan yang cukup.
Sebagai respons terhadap sanksi tersebut, Lukoil produsen minyak terbesar kedua Rusia mengumumkan akan menjual aset internasionalnya.
Langkah ini menjadi tindakan paling signifikan dari perusahaan Rusia sejak sanksi Barat diberlakukan atas invasi penuh ke Ukraina pada Februari 2022.
Lukoil sendiri menyumbang sekitar 2% dari total produksi minyak dunia.
Sumber Reuters menyebutkan, sejumlah refiner di India menangguhkan pemesanan baru untuk minyak mentah Rusia hingga ada kejelasan lebih lanjut dari pemerintah dan pemasok terkait sanksi tersebut.
Sementara itu, OPEC+ kelompok yang beranggotakan negara-negara OPEC dan sekutunya termasuk Rusia dilaporkan mempertimbangkan penambahan produksi dalam jumlah terbatas pada Desember mendatang, menurut empat sumber yang mengetahui pembahasan tersebut.
Selama beberapa tahun terakhir, OPEC+ telah menahan produksi untuk menopang harga minyak dan mulai meningkatkan kembali pasokan sejak April.
“Pertanyaannya sekarang, seberapa besar kapasitas cadangan yang sebenarnya masih dimiliki OPEC+,” ujar Flynn.
CEO Saudi Aramco mengatakan permintaan minyak mentah global masih kuat bahkan sebelum sanksi terhadap Rosneft dan Lukoil diberlakukan, dengan permintaan dari China yang tetap sehat.
Menurut analis, peningkatan produksi OPEC+ dapat membantu mengimbangi potensi berkurangnya pasokan minyak Rusia akibat sanksi AS.
Investor juga mencermati prospek kesepakatan dagang antara AS dan China, dua konsumen minyak terbesar dunia, jelang pertemuan Presiden Trump dan Presiden Xi Jinping di Korea Selatan pada Kamis.
Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, mengatakan Beijing berharap Washington dapat menunjukkan itikad baik untuk mempersiapkan “interaksi tingkat tinggi” kedua negara.
Di sisi pasokan, data awal dari American Petroleum Institute (API) menunjukkan stok minyak mentah AS turun 4,02 juta barel pada pekan yang berakhir 24 Oktober.
Stok bensin turun 6,35 juta barel dan distilat menyusut 4,36 juta barel dibanding pekan sebelumnya.


Wall Street Cetak Rekor : Nvidia, Microsoft, Apple Pimpin Pasar
 
Wall Street kembali menorehkan rekor penutupan tertinggi pada Selasa (28/10/2025), dipicu lonjakan saham Nvidia dan optimisme menjelang laporan keuangan perusahaan teknologi besar.
Melansir Reuters, Dow Jones Industrial Average naik 161,78 poin (+0,34%) menjadi 47.706,37, S&P 500 naik15,73 poin (+0,23%) menjadi 6.890,89, dan Nasdaq Composite naik190,04 poin (+0,8%) menjadi 23.827,49
Saham Nvidia naik 5% setelah mengumumkan akan membangun tujuh superkomputer AI untuk Departemen Energi AS dan mengungkapkan pesanan chip AI senilai $500 miliar.
Kenaikan ini menambah lebih dari $230 miliar ke nilai pasar perusahaan, mendekatkan Nvidia pada valuasi US$5 triliun.
Saham Microsoft juga menguat 2% setelah kesepakatan yang memungkinkan OpenAI merestrukturisasi menjadi perusahaan publik dengan tujuan manfaat publik, memberikan Microsoft kepemilikan 27% pada pembuat ChatGPT.
Saham Apple naik tipis 0,1% setelah sempat menembus valuasi pasar $4 triliun. Analis mengatakan momentum dan laporan keuangan yang kuat menjadi pendorong pasar saat ini.
Investor menantikan laporan kuartal dari Apple, Microsoft, Alphabet, Amazon, dan Meta Platforms, dengan fokus pada pengeluaran terkait AI.
Wall Street Journal melaporkan Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping akan membahas kerangka perdagangan untuk menurunkan tarif AS atas barang China dengan imbalan komitmen Beijing membatasi ekspor bahan kimia prekursor fentanyl.
Di Jepang, Trump memuji Perdana Menteri Sanae Takaichi saat kedua negara menandatangani kesepakatan untuk memperkuat pasokan mineral kritis dan tanah jarang, mengurangi ketergantungan pada China.
Hasil kuartal ketiga dari 180 perusahaan S&P 500 menunjukkan kenaikan laba 10,5% secara tahunan, melampaui perkiraan sebelumnya.
Investor juga menantikan keputusan Federal Reserve yang diperkirakan akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada Rabu, dengan perhatian pada panduan kebijakan mengingat pemerintah AS telah tutup hampir sebulan, menunda data ekonomi penting.
Estimasi awal ADP menunjukkan ekonomi AS menambah rata-rata 14.250 pekerjaan dalam empat minggu hingga 11 Oktober, meski pengumuman PHK dari perusahaan besar seperti Amazon menahan optimisme.
Saham United Parcel Service melonjak 8% setelah melaporkan hasil kuartal yang kuat, mencerminkan kemajuan dari restrukturisasi besar-besaran yang menargetkan penghematan biaya US$3,5 miliar pada 2025.
Saham Visa sempat naik setelah melaporkan kenaikan laba kuartalan yang disesuaikan, meski berakhir turun 0,3% pada sesi reguler.


The Fed Diperkirakan Turunkan Suku Bunga, Isyaratkan Pelonggaran Moneter Lanjutan
 
 Para pembuat kebijakan di Federal Reserve (The Fed) diperkirakan akan kembali memangkas suku bunga acuan jangka pendek Amerika Serikat sebesar 0,25 poin persentase pekan ini.
Langkah ini akan menjadi penurunan kedua pada tahun 2025, di tengah upaya bank sentral untuk mencegah pelemahan lebih lanjut di pasar tenaga kerja.
Namun, banyak analis memperkirakan langkah ini tidak akan menjadi yang terakhir dalam siklus pelonggaran moneter kali ini.
Pasar tenaga kerja AS mulai melambat
Kenaikan klaim tunjangan pengangguran menunjukkan bahwa permintaan tenaga kerja terus melemah, bahkan ketika penutupan pemerintahan (government shutdown) menunda publikasi sebagian besar data ekonomi resmi, termasuk tingkat pengangguran yang terakhir tercatat di 4,3% pada Agustus.
Sementara itu, data inflasi yang lebih rendah dari perkiraan—termasuk laporan terbaru yang menunjukkan Indeks Harga Konsumen (CPI) naik hanya 3% dalam 12 bulan hingga September—telah meredakan kekhawatiran akan tekanan harga akibat tarif impor.
Lebih penting lagi, pernyataan resmi The Fed pasca-pertemuan bulan lalu menyebutkan adanya kemungkinan “penyesuaian tambahan” terhadap suku bunga. Wakil Ketua The Fed untuk Pengawasan, Michelle Bowman, secara eksplisit menafsirkan kalimat itu sebagai sinyal akan adanya pemangkasan suku bunga lebih lanjut.
Analis memperkirakan The Fed tidak akan menghapus atau mengubah frasa tersebut dalam pernyataan kebijakan pekan ini, karena dianggap terlalu “hawkish” jika mengisyaratkan jeda pelonggaran.
“Sebagian anggota komite mungkin ingin memberi sinyal bahwa pelonggaran Desember tidak bisa dianggap pasti, namun perubahan bahasa semacam itu mungkin terlalu agresif bagi pimpinan The Fed,” tulis Michael Feroli, Kepala Ekonom AS di JP Morgan.
Powell diperkirakan tidak akan berikan sinyal pasti
Meski begitu, Ketua The Fed Jerome Powell diyakini tidak akan secara eksplisit menjanjikan pemangkasan suku bunga lanjutan pada Desember dalam konferensi pers usai rapat kebijakan Rabu mendatang.
Banyak faktor global masih berpotensi mengubah pandangan ekonomi, mulai dari ketidakpastian negosiasi perdagangan internasional hingga potensi berakhirnya penutupan pemerintahan AS yang bisa memulihkan publikasi data ketenagakerjaan dalam tiga bulan ke depan.
“Powell kemungkinan akan tetap menjaga fleksibilitas kebijakan dan tidak berkomitmen pada tindakan tertentu hingga akhir tahun,” tulis analis dari Deutsche Bank.
Jika The Fed memangkas suku bunga sebesar 0,25 poin persentase, maka suku bunga acuan AS akan berada di kisaran 3,75%–4,00%. Pasar keuangan saat ini memperkirakan pemangkasan lanjutan pada Desember dan Januari, seiring meningkatnya ekspektasi pelonggaran moneter.
Tekanan politik dari Gedung Putih
Pemerintahan Presiden Donald Trump secara terbuka menyuarakan keinginan agar The Fed menurunkan suku bunga lebih agresif, menempatkan Powell di bawah tekanan politik yang besar di tengah perbedaan pandangan di dalam tubuh bank sentral sendiri.
Sejak keputusan bulan September, sejumlah pejabat The Fed menyerukan kehati-hatian dalam melanjutkan pelonggaran, dengan alasan inflasi masih berada di atas target 2% selama beberapa tahun terakhir.
Namun, lebih banyak anggota komite yang berpendapat bahwa pemangkasan tambahan diperlukan untuk mengantisipasi risiko pelemahan pasar tenaga kerja yang lebih parah.
Salah satunya adalah Gubernur Baru The Fed, Stephen Miran, yang kemungkinan akan menyatakan dissent (ketidaksetujuan) pada rapat kali ini, sebagaimana ia lakukan bulan lalu ketika mendukung pemangkasan setengah poin persentase.
Miran sendiri dijadwalkan kembali ke Gedung Putih sebagai penasihat ekonomi pada akhir masa jabatannya di Januari 2026.
Sinyal akhir dari kebijakan pengetatan neraca
Selain keputusan suku bunga, The Fed juga dapat memberikan sinyal bahwa mereka akan segera menghentikan kebijakan pengetatan neraca (quantitative tightening), bahkan mungkin secepat bulan ini.
Analis memperkirakan pertemuan kali ini juga akan diwarnai perdebatan mengenai strategi komunikasi kebijakan suku bunga ke depan, termasuk rencana The Fed untuk memperbarui panduan (forward guidance) demi meningkatkan kejelasan arah kebijakan bagi pasar.

 

China - ASEAN Teken Kesepakatan Perdagangan Bebas (ACFTA) 3.0, Lawan Dampak Tarif AS
 
China dan negara-negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) menandatangani peningkatan perjanjian perdagangan bebas (FTA) pada Selasa (28/10/2025).
Versi terbaru ini mencakup kerja sama di sektor ekonomi digital, ekonomi hijau, dan industri baru lainnya, menurut pernyataan resmi Kementerian Perdagangan China.
ASEAN, yang kini beranggotakan 11 negara, merupakan mitra dagang terbesar bagi China, dengan nilai perdagangan bilateral mencapai US$ 771 miliar pada tahun lalu, berdasarkan data ASEAN.
Langkah ini dilakukan saat Beijing berupaya memperkuat hubungan ekonomi dengan kawasan Asia Tenggara yang memiliki produk domestik bruto (PDB) kolektif sebesar US$ 3,8 triliun, di tengah tekanan meningkatnya tarif impor yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump terhadap berbagai negara.
“Kesepakatan yang ditingkatkan ini sepenuhnya mencerminkan komitmen kedua pihak untuk mendukung multilateralisme dan perdagangan bebas,” ujar Kementerian Perdagangan China dalam pernyataannya.
China berupaya memosisikan diri sebagai ekonomi yang lebih terbuka, meski di saat bersamaan menghadapi kritik dari negara-negara besar atas pembatasan ekspor logam tanah jarang (rare earth) dan mineral penting lainnya yang semakin diperketat.
Akses Pasar Diperluas
Perjanjian yang dikenal sebagai ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) versi 3.0 ini diteken dalam KTT ASEAN di Malaysia, yang juga dihadiri oleh Presiden Trump pada Minggu (26/10) sebagai bagian dari lawatannya di Asia.
Negosiasi peningkatan kesepakatan ini dimulai sejak November 2022 dan diselesaikan pada Mei 2025, bertepatan dengan dimulainya gelombang tarif baru dari pemerintahan Trump. FTA pertama antara ASEAN dan China sendiri berlaku sejak tahun 2010.
China menyebut versi terbaru perjanjian ini akan membuka akses pasar yang lebih luas di sektor pertanian, ekonomi digital, dan farmasi antara kedua pihak.
Baik ASEAN maupun China juga tergabung dalam Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) — blok perdagangan terbesar di dunia yang mencakup hampir sepertiga populasi global dan sekitar 30% dari total PDB dunia.
Kuala Lumpur menjadi tuan rumah KTT RCEP pertama dalam lima tahun terakhir pada Senin (27/10).
Sejumlah analis menilai, RCEP dan ACFTA 3.0 dapat berperan sebagai penyangga terhadap dampak tarif tinggi AS, meski ketentuan dalam perjanjian ini dianggap masih lebih lemah dibandingkan beberapa pakta perdagangan regional lainnya karena beragamnya kepentingan antarnegara anggota.
Isyarat Gencatan Dagang
China dan Amerika Serikat telah terlibat perang dagang berkepanjangan sejak Trump menjabat pada Januari lalu, dengan kebijakan tarif tinggi terhadap berbagai produk asal China.
Beijing menilai langkah Trump tersebut sebagai bentuk proteksionisme, sementara di sisi lain memperluas kontrol terhadap ekspor mineral kritis dan magnet.
Saat ini, China menguasai lebih dari 90% pemrosesan logam tanah jarang dunia.
Kedua negara sepakat memperpanjang gencatan dagang sementara (trade truce) setelah perundingan di Kuala Lumpur akhir pekan lalu.
Trump dan Presiden China Xi Jinping dijadwalkan membahas kesepakatan lebih lanjut dalam pertemuan di Seoul pekan ini.
Sejak Trump meninggalkan Malaysia pada Senin pagi, China terus mendorong penguatan kerja sama ekonomi di kawasan, dengan menekankan pentingnya keterbukaan perdagangan.
“Dunia tidak boleh kembali pada hukum rimba di mana yang kuat memangsa yang lemah,” ujar Perdana Menteri China Li Qiang dalam forum KTT Asia Timur (East Asia Summit) pada Senin.
“Kita harus lebih teguh menegakkan rezim perdagangan bebas, menciptakan jaringan perdagangan regional berstandar tinggi, dan mendorong integrasi ekonomi kawasan secara efektif.”

 

Hampir 7.000 Penerbangan di AS Delay, Saat Penutupan Pemerintah Memasuki Hari ke-27
 
Kekacauan transportasi udara di Amerika Serikat semakin parah seiring penutupan sebagian kegiatan pemerintahan federal (government shutdown) yang memasuki hari ke-27, Senin (27/10/2025).
Hampir 7.000 penerbangan dilaporkan tertunda di seluruh negeri akibat meningkatnya ketidakhadiran petugas pengatur lalu lintas udara (air traffic controllers).
Administrasi Penerbangan Federal (FAA) menyebut kekurangan staf menjadi penyebab utama penundaan penerbangan di sejumlah bandara utama, termasuk Newark di New Jersey, Austin di Texas, serta Dallas Fort Worth International Airport.
Sebelumnya, wilayah tenggara AS juga terdampak akibat keterbatasan personel di pusat pengendalian radar Atlanta.
Sekitar 13.000 pengatur lalu lintas udara dan 50.000 petugas Administrasi Keamanan Transportasi (TSA) harus tetap bekerja tanpa menerima gaji.
Hal ini terjadi setelah kebuntuan anggaran antara Presiden AS dari Partai Republik, Donald Trump, dan anggota Kongres dari Partai Demokrat memicu penutupan pemerintahan terpanjang dalam sejarah AS.
Pemerintahan Trump memperingatkan bahwa gangguan penerbangan bisa meningkat lebih jauh karena para petugas tidak menerima gaji penuh pertama mereka pada Selasa (28/10) waktu setempat.
Menurut data FlightAware, lebih dari 8.800 penerbangan mengalami keterlambatan pada Minggu (26/10).
Southwest Airlines menjadi maskapai dengan tingkat keterlambatan tertinggi, yakni 47% dari total penerbangannya atau 2.089 jadwal.
Sementara itu, American Airlines mencatat 36% (1.277 penerbangan), United Airlines 27% (807 penerbangan), dan Delta Air Lines 21% (725 penerbangan).
Pada Senin malam, Southwest kembali mencatat 34% penerbangan tertunda, American Airlines 29%, Delta 22%, dan United 19%.
Seorang pejabat Departemen Transportasi AS mengatakan, 44% keterlambatan penerbangan pada Minggu disebabkan oleh absennya pengatur lalu lintas udara — naik tajam dari rata-rata 5% pada kondisi normal.
Kondisi ini menimbulkan frustrasi publik dan menambah tekanan bagi Kongres agar segera mengakhiri kebuntuan anggaran yang melumpuhkan sebagian lembaga pemerintahan.
Menteri Transportasi AS, Sean Duffy, pada Senin mengunjungi para petugas di Cleveland untuk memantau kondisi di lapangan. Sementara serikat pekerja National Air Traffic Controllers Association (NATCA) berencana menggelar aksi di sejumlah bandara pada Selasa guna menyoroti dampak ekonomi akibat gaji yang tertunda.
FAA diketahui masih kekurangan sekitar 3.500 petugas pengatur lalu lintas udara dari target kebutuhan.
Sebelum penutupan ini terjadi pun, banyak di antara mereka telah bekerja lembur dan enam hari dalam sepekan untuk menjaga kelancaran operasional penerbangan.
Pada shutdown tahun 2019 yang berlangsung selama 35 hari, absensi tinggi dari petugas FAA dan TSA juga mengakibatkan antrean panjang di pos pemeriksaan bandara serta keterlambatan penerbangan di wilayah New York dan Washington.


Trump dan PM Jepang Sanae Takaichi Bahas Perdagangan dan Keamanan di Tokyo
 
Presiden Amerika Serikat Donald Trump dijadwalkan bertemu dengan Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi di Tokyo pada Selasa (28/10/2025), untuk membahas kerja sama perdagangan dan keamanan.
Pertemuan ini berlangsung seminggu setelah Takaichi, tokoh konservatif garis keras, resmi menjadi perdana menteri perempuan pertama Jepang dan berjanji mempercepat penguatan militer negara tersebut.
Menurut sumber yang mengetahui persiapan pertemuan ini, Takaichi diperkirakan akan menawarkan paket investasi senilai US$ 550 miliar yang telah disepakati tahun ini, termasuk proyek kerja sama di sektor galangan kapal.
Jepang juga akan berupaya memperkuat hubungan dagang dengan AS melalui pembelian truk pikap, kedelai, dan gas alam cair (LNG).
Trump sebelumnya menilai Tokyo belum cukup berinvestasi dalam pertahanan untuk menghadapi ancaman dari Tiongkok yang semakin agresif.
Namun, Takaichi diperkirakan tidak akan menaikkan target belanja pertahanan lebih dari 2% PDB, seperti yang telah ditetapkan oleh pemerintahan sebelumnya.
Trump, yang sehari sebelumnya telah bertemu dengan Kaisar Naruhito, akan mengadakan pertemuan puncak dan makan siang bersama Takaichi di Istana Akasaka.
Setelah itu, ia dijadwalkan mengunjungi pangkalannya Angkatan Laut AS di Yokosuka, selatan Tokyo, yang menjadi markas kapal induk USS George Washington, simbol kekuatan militer AS di Asia.
Kunjungan ini mengingatkan pada pertemuan Trump sebelumnya di Istana Akasaka pada 2019 bersama mantan Perdana Menteri Shinzo Abe, yang tewas pada 2022.
“Saya menantikan pertemuan dengan perdana menteri baru. Saya mendengar banyak hal luar biasa tentangnya. Ia adalah sahabat baik Shinzo Abe, yang juga teman saya,” kata Trump kepada wartawan dalam penerbangan dari Malaysia usai menghadiri pertemuan ASEAN.
Dalam pertemuan itu, Takaichi dikabarkan akan memberikan salah satu stik golf milik Abe kepada Trump, sebagai simbol untuk melanjutkan hubungan erat kedua negara yang pernah dibangun lewat diplomasi “golf” antara Abe dan Trump.
Kedekatan dengan Trump diyakini dapat membantu Takaichi memperkuat posisinya di dalam negeri.
Meski dukungan publik terhadapnya meningkat sejak menjabat, koalisi pemerintahannya masih kekurangan dua kursi untuk meraih mayoritas di parlemen.
Setelah pertemuan di Jepang, Trump dijadwalkan bertolak ke Korea Selatan pada Rabu (29/10) untuk bertemu Presiden China Xi Jinping, di mana ia berharap dapat menuntaskan kesepakatan dagang antara dua ekonomi terbesar dunia tersebut.


Elon Musk Ancam Tinggalkan Tesla Jika Paket Gaji US$1 Triliun Tak Disetujui
 
 CEO Tesla Inc., Elon Musk, dikabarkan dapat meninggalkan jabatannya jika rencana paket kompensasi senilai US$1 triliun yang diajukan tidak mendapat persetujuan pemegang saham.
Peringatan tersebut disampaikan oleh Ketua Dewan Tesla, Robyn Denholm, dalam surat resmi kepada para pemegang saham pada Senin.
Pernyataan itu muncul menjelang Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPS) yang akan digelar pada 6 November 2025. Dalam rapat tersebut, para investor akan memutuskan sejumlah agenda penting, termasuk paket gaji Musk yang kontroversial dan pemilihan kembali tiga direktur lama Tesla.
Dewan Tesla: Musk “Kritis” bagi Masa Depan Perusahaan
Dalam suratnya, Denholm menyebut bahwa paket berbasis kinerja itu dirancang untuk mempertahankan dan memotivasi Musk agar tetap memimpin Tesla setidaknya selama tujuh setengah tahun ke depan.
 “Kepemimpinan Elon sangat krusial bagi kesuksesan Tesla. Tanpa rencana insentif yang tepat, perusahaan bisa kehilangan waktu, bakat, dan visi beliau,” tulis Denholm.
Ia menambahkan, peran Musk sangat vital saat Tesla berupaya memperkuat posisinya sebagai pemimpin global dalam bidang kecerdasan buatan (AI) dan teknologi kendaraan otonom.
Target Ambisius: Kapitalisasi Pasar US$8,5 Triliun
Dalam proposal yang diajukan, paket gaji Musk akan berbentuk 12 tahap opsi saham (stock options) yang hanya dapat diperoleh jika Tesla berhasil mencapai sejumlah target ambisius.
Salah satu target utamanya adalah kapitalisasi pasar sebesar US$8,5 triliun, disertai pencapaian penting dalam pengembangan teknologi otonom dan robotika.
Denholm menggambarkan rencana tersebut sebagai upaya menyelaraskan insentif Musk dengan nilai jangka panjang bagi pemegang saham, sekaligus mendorong pertumbuhan berkelanjutan Tesla di masa depan.
Selain itu, ia juga mendesak investor untuk memilih kembali tiga direktur lama Tesla yang dinilai memiliki rekam jejak positif dalam bekerja sama dengan Musk.
Tesla di Bawah Sorotan
Meski demikian, dewan direksi Tesla selama ini menuai kritik tajam terkait kedekatannya dengan Musk dan dugaan kurangnya independensi dalam proses pengambilan keputusan.
Awal tahun ini, pengadilan Delaware memutuskan untuk membatalkan paket gaji Musk tahun 2018, setelah menyimpulkan bahwa kompensasi tersebut dinegosiasikan secara tidak wajar oleh para direktur yang tidak sepenuhnya independen.


Dolar AS Melemah Selasa (28/10), Menjelang Pertemuan Trump–Xi
 
 Nilai dolar Amerika Serikat (AS) melemah pada Selasa (28/10/2025) menjelang serangkaian rapat bank sentral yang diperkirakan akan menghasilkan penurunan suku bunga di AS.
Sementara investor tetap berhati-hati menunggu hasil tur Asia Presiden Donald Trump yang diharapkan membawa kemajuan dalam kesepakatan dagang dengan China.
Sinyal awal meredanya ketegangan dagang antara dua ekonomi terbesar dunia mendorong reli aset berisiko pada awal pekan ini, dengan dolar tertekan terhadap sejumlah mata uang utama.
Namun, pelaku pasar masih ragu bahwa pertemuan Trump–Xi akan menghasilkan kesepakatan besar yang dapat benar-benar mengubah arah hubungan dagang AS–China.
Fokus pasar tertuju pada pertemuan antara Presiden Trump dan Presiden China Xi Jinping di Korea Selatan pada Kamis mendatang.
“Saya sangat menghormati Presiden Xi, dan saya yakin kita akan mencapai kesepakatan,” ujar Trump kepada wartawan di dalam pesawat Air Force One sebelum mendarat di Tokyo.
Sementara itu, pejabat China tetap berhati-hati dan belum memberikan banyak komentar terkait arah pembicaraan perdagangan tersebut. Ketidakpastian ini membuat pergerakan pasar valuta asing relatif tenang sepanjang pekan.
Euro sempat menyentuh level tertinggi dalam sepekan di US$1,1655 pada perdagangan Selasa pagi, sementara poundsterling berada di kisaran US$1,3344.
Indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback terhadap enam mata uang utama lainnya tercatat stabil di level 98,786 setelah melemah 0,15% pada sesi sebelumnya.
 “Saya tidak berpikir pasar keuangan memiliki ekspektasi tinggi bahwa pertemuan Trump–Xi akan menghasilkan kesepakatan dagang komprehensif,” ujar Carol Kong, analis mata uang di Commonwealth Bank of Australia.
Namun, lanjutnya, tanda-tanda kemajuan dalam pembicaraan dan potensi penurunan tarif oleh AS sudah cukup untuk meningkatkan sentimen risiko di pasar.
Fokus ke Rapat The Fed
Pasar kini menanti hasil rapat Federal Reserve (The Fed) yang diperkirakan akan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin.
Namun, perhatian utama tertuju pada sinyal apakah bank sentral AS akan mulai mengakhiri program pengetatan likuiditas (quantitative tightening).
Pelaku pasar juga akan mencermati pernyataan Ketua The Fed Jerome Powell terkait arah kebijakan moneter berikutnya, terutama di tengah berlanjutnya penutupan sebagian pemerintahan AS yang membuat data ekonomi resmi sulit diperoleh.
Para trader memperkirakan kemungkinan pemangkasan suku bunga lanjutan pada Desember.
“Kami tidak berharap adanya panduan resmi soal rapat Desember, namun jika Powell ditanya, kemungkinan besar ia akan merujuk pada proyeksi September yang mengindikasikan satu kali lagi pemangkasan suku bunga,” ujar David Mericle, Kepala Ekonom AS di Goldman Sachs.
Yen dan Mata Uang Asia Menguat
Yen Jepang menguat ke posisi ¥152,42 per dolar menjelang rapat Bank of Japan (BoJ) akhir pekan ini. BoJ diperkirakan akan mempertahankan suku bunga tetap rendah, dengan fokus pasar tertuju pada kemungkinan sinyal waktu kenaikan suku bunga berikutnya.
Selain itu, Trump juga dijadwalkan bertemu dengan Perdana Menteri baru Jepang, Sanae Takaichi, pada Selasa untuk membahas isu perdagangan bilateral.
Di Eropa, Bank Sentral Eropa (ECB) hampir pasti mempertahankan suku bunga pada Kamis, sementara pelaku pasar masih menimbang peluang pelonggaran kebijakan pada tahun depan.
Dari kawasan Asia-Pasifik, dolar Australia naik tipis 0,11% menjadi US$0,6563, level tertinggi dalam dua pekan terakhir, sementara dolar Selandia Baru menguat ke US$0,5778.
“Tidak banyak faktor global yang tampaknya mampu menggoyahkan reli pasar saat ini,” kata Chris Weston, Kepala Riset Pepperstone.
“Dengan penutupan pemerintah AS yang membatasi rilis data ekonomi utama, serta pemangkasan suku bunga The Fed di tengah ekonomi yang masih tangguh, investor cenderung terus membeli aset berisiko.”


Trump dan PM Jepang Takaichi Menandatangani Pakta Rantai Pasokan Tanah Jarang
 
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi menandatangani perjanjian kerangka kerja pada hari Selasa (28/10). Langkah ini untuk mengamankan pasokan mineral penting dan tanah jarang melalui penambangan dan pemrosesan.
Seperti dikutip Tradingeconomics, Selasa (28/10), perjanjian tersebut ditandatangani selama kunjungan Trump ke Jepang. Kesepakatan tersebut bertujuan untuk memperkuat rantai pasokan yang vital bagi sektor-sektor seperti energi terbarukan, elektronik, dan manufaktur otomotif.
Washington dan Tokyo akan menggunakan perangkat kebijakan ekonomi dan investasi bersama untuk mengembangkan "pasar yang terdiversifikasi, likuid, dan adil" untuk sumber daya ini.
Dengan Tiongkok memproses lebih dari 90% tanah jarang global dan memperketat kontrol ekspor, AS berlomba untuk mengurangi ketergantungan terhadap produk China.
Perjanjian tersebut juga mencakup rencana untuk menyederhanakan perizinan, mengatasi praktik perdagangan yang tidak adil, dan mengeksplorasi penimbunan bersama. Trump dijadwalkan bertemu dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping pada Kamis (30/10) untuk membahas masalah perdagangan yang lebih luas.


Apa Itu APEC? Saat Para Pemimpin Asia-Pasifik Berkumpul di Korea Selatan
 
Para pemimpin dari 21 ekonomi Asia-Pasifik akan berkumpul pekan ini di Gyeongju, Korea Selatan, untuk menghadiri forum Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC).
Pertemuan yang dimulai Senin (27/10/2025) ini akan berlangsung hingga Sabtu (1/11), meski pembicaraan diprediksi akan banyak didominasi oleh isu tarif global Presiden AS Donald Trump serta ketegangan dagang tinggi dengan China dan negara lain.
Trump dijadwalkan tiba pada Rabu (29/10), tetapi akan meninggalkan Korea Selatan sebelum KTT APEC berlangsung.
Dalam kesempatan ini, Trump diperkirakan akan bertemu dengan Presiden China Xi Jinping untuk pertemuan tatap muka pertama mereka di periode kedua pemerintahan Trump, dengan tujuan meredakan ketegangan perdagangan.
Berikut beberapa fakta penting terkait APEC:
•    APEC didirikan pada 1989 dan memiliki 21 anggota yang mewakili lebih dari 50% PDB global serta 2,7 miliar penduduk, atau 40% populasi dunia. China, Rusia, dan AS adalah anggota terbesar. Pada 10 tahun pertama keberadaannya, kawasan APEC menyumbang 70% pertumbuhan ekonomi global.
•    Para pemimpin bertemu setiap tahun. KTT terakhir berlangsung di Peru pada November 2024, yang banyak dibicarakan karena kekhawatiran terhadap kebijakan tarif Trump yang baru menjabat dan arah kebijakan terkait perubahan iklim.
•    Tujuan APEC adalah mendorong kerja sama ekonomi serta mengurangi hambatan perdagangan dan investasi, meski keputusan yang dibuat bersifat tidak mengikat dan mencapai konsensus semakin sulit. Korea Selatan menyatakan ingin membahas rantai pasok, peran Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dalam menciptakan perdagangan bebas dan adil, serta memajukan Free Trade Area of the Asia-Pacific (FTAAP) yang diharapkan bisa mencakup seluruh anggota APEC.
•    Agenda lain mencakup adaptasi terhadap transformasi digital, pemanfaatan kecerdasan buatan, energi berkelanjutan, ketahanan pangan, perubahan demografi, serta peningkatan kesempatan bagi perempuan dan penyandang disabilitas.
•    Korea Selatan juga menjadi tuan rumah untuk kunjungan negara Trump dan Xi, dan berharap bisa membuat kemajuan terkait kesepakatan perdagangan dengan AS. Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung sempat menyarankan agar Trump memanfaatkan kunjungan ini untuk bertemu pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, meski belum jelas apakah pertemuan itu akan terjadi.

 

Apple Menang di Pengadilan, Gugatan Class Action Soal Monopoli App Store Dibatalkan
 
Seorang hakim federal Amerika Serikat pada Senin (27/10/2025) membatalkan status gugatan class action terhadap Apple Inc. yang diajukan oleh puluhan juta pelanggan iPhone.
Gugatan tersebut menuduh Apple memonopoli pasar aplikasi iPhone dengan melarang pembelian di luar App Store, yang disebut menyebabkan harga aplikasi menjadi lebih mahal.
Hakim Distrik AS Yvonne Gonzalez Rogers di Oakland, California membatalkan keputusan yang ia buat pada Februari 2024, yang sebelumnya mengizinkan pemegang akun Apple dengan pembelian aplikasi atau konten dalam aplikasi senilai minimal US$10 dalam 17 tahun terakhir untuk menggugat secara kolektif.
Rogers menyatakan bahwa pihak penggugat gagal menghadirkan model yang dapat secara andal menunjukkan “kerugian dan ganti rugi yang dialami seluruh anggota kelompok secara serentak,” karena tidak mampu mencocokkan akun Apple dengan identitas konsumen yang sebenarnya.
Ia juga menyoroti banyaknya konsumen yang sebenarnya tidak dirugikan namun tetap dimasukkan dalam kelompok gugatan.
Keputusan itu muncul setelah seorang ahli yang disewa Apple menemukan banyak kesalahan serius dalam model perhitungan yang digunakan penggugat.
Misalnya, penggugat utama Robert Pepper dan seorang klaiman bernama “Rob Pepper” ternyata adalah dua orang berbeda meskipun memiliki alamat rumah dan data kartu kredit yang sama.
Selain itu, terdapat lebih dari 40.000 catatan pembayaran dari orang-orang bernama depan “Kim” yang digabung menjadi satu kelompok klaim, meskipun tidak memiliki kesamaan lainnya.
Pengacara penggugat, Mark Rifkin, menyatakan pihaknya kecewa dengan keputusan tersebut dan sedang meninjau langkah hukum selanjutnya untuk melindungi konsumen yang “dirugikan oleh praktik monopoli App Store Apple.”
Sementara itu, Apple menyambut baik keputusan hakim tersebut.
“Kami berupaya menjadikan App Store sebagai tempat yang aman dan tepercaya bagi pengguna untuk menemukan aplikasi serta peluang bisnis yang baik bagi para pengembang,” ujar juru bicara Apple.
Gugatan class action seperti ini biasanya memungkinkan pemulihan ganti rugi dalam jumlah besar dengan biaya yang lebih efisien dibandingkan jika dilakukan secara individu.
Dalam kasus ini, pihak penggugat menuduh Apple memonopoli distribusi aplikasi iPhone dengan mengenakan komisi yang terlalu tinggi kepada pengembang, sehingga biaya tersebut dibebankan kembali kepada konsumen dalam bentuk harga aplikasi dan pembelian dalam aplikasi yang lebih mahal.
Pengacara penggugat memperkirakan potensi kerugian yang bisa diklaim mencapai miliaran dolar AS.
Gugatan ini pertama kali diajukan pada Desember 2011 dan mencakup pengguna perangkat iOS sejak 10 Juli 2008.
Kasus ini tercatat dengan nomor perkara In re Apple iPhone Antitrust Litigation, Pengadilan Distrik AS, Northern District of California, No. 11-06714.

 

Strategi Tarif Trump Picu Ketidakpastian Pasar, Pertemuan dengan Xi Jadi Penentu
 
Ketidakpastian yang ditimbulkan oleh strategi tarif Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap pasar keuangan global kini semakin meningkat. Hal ini diperparah oleh dorongan Trump untuk menegosiasikan perjanjian dagang bilateral serta berbagai tantangan hukum terhadap kebijakan tarif tersebut.
Kebijakan tarif “resiprokal” (imbal balik) yang ditandatangani Trump terhadap 69 mitra dagang utama AS resmi berlaku pada 7 Agustus 2025. Kebijakan ini menetapkan tarif impor baru antara 10% hingga 41%, sehingga rata-rata tarif impor AS kini mencapai level tertinggi dalam 100 tahun terakhir.
Trump Yakin Capai Kesepakatan dengan China
Dalam perkembangan terbaru, Trump menyatakan optimismenya bahwa ia akan “mendapatkan kesepakatan” dengan Presiden China Xi Jinping saat keduanya bertemu di Korea Selatan pada Kamis (30/10).
Menurut pejabat AS, tim negosiasi kedua negara telah menyelesaikan kerangka awal perjanjian pada 26 Oktober 2025. Kesepakatan tersebut bertujuan untuk menghentikan rencana kenaikan tarif AS yang lebih tinggi sekaligus membatasi kontrol ekspor logam tanah jarang (rare earths) dari China.
Linimasa Agenda Terkait Kebijakan Tarif AS
30 Oktober 2025
Presiden Donald Trump dan Xi Jinping dijadwalkan bertemu di Korea Selatan, dengan harapan bahwa pertemuan tersebut dapat membuka jalan menuju kesepakatan dagang potensial antara dua ekonomi terbesar dunia.
1 November 2025
•    Tarif 25% atas seluruh impor truk medium dan berat akan mulai berlaku.
•    Jika AS dan China gagal mencapai kesepakatan, maka tarif tambahan sebesar 100% akan diterapkan pada ekspor China ke Amerika, disertai pembatasan baru terhadap ekspor perangkat lunak penting (critical software).
1 Januari 2026
Tarif yang sebelumnya 25% akan kembali dinaikkan menjadi:
•    30% untuk furnitur berlapis (upholstered furniture)
•    50% untuk lemari dan vanity yang diimpor dari negara-negara tanpa perjanjian dagang dengan AS.


Shutdown Bikin Langit AS Macet: 4.300 Penerbangan Tertunda
 
Kekacauan perjalanan udara di Amerika Serikat kian parah dengan lebih dari 4.300 penerbangan tertunda secara nasional pada Senin (27/10/2025), menyusul lebih dari 8.800 penundaan pada hari Minggu.
Lonjakan ini terjadi seiring meningkatnya ketidakhadiran pengendali lalu lintas udara, sementara penutupan sebagian pemerintahan federal (government shutdown) telah memasuki hari ke-27.
Administrasi Penerbangan Federal (FAA) menyebut kekurangan staf berdampak pada penerbangan di wilayah Tenggara serta Bandara Newark di New Jersey.
FAA juga memberlakukan penghentian penerbangan (ground stop) di Bandara Austin, Texas, serta program penundaan darat (ground delay program) di Bandara Internasional Dallas Fort Worth, yang menyebabkan rata-rata keterlambatan 18 menit per penerbangan.
Maskapai Southwest Airlines mencatat 47% atau 2.089 penerbangan tertunda pada Minggu, disusul American Airlines sebanyak 1.277 penerbangan (36%), United Airlines 807 penerbangan (27%), dan Delta Air Lines 725 penerbangan (21%), menurut data situs pelacak penerbangan FlightAware.
Sekitar 13.000 pengendali lalu lintas udara dan 50.000 petugas Administrasi Keamanan Transportasi (TSA) kini bekerja tanpa gaji.
Pemerintahan Trump memperingatkan bahwa gangguan penerbangan akan meningkat seiring para pegawai melewatkan gaji penuh pertama mereka pada Selasa.
Hingga pukul 17.00 waktu setempat (ET) pada Senin, FlightAware mencatat Southwest memiliki 24% penerbangan tertunda, American 18%, dan Delta 13%.
Seorang pejabat Departemen Transportasi AS mengatakan, 44% dari penundaan pada hari Minggu disebabkan oleh absensi pengendali lalu lintas udara, melonjak tajam dari tingkat normal sekitar 5%.
Meningkatnya jumlah penundaan dan pembatalan penerbangan memicu kekecewaan publik serta menambah tekanan politik bagi para legislator untuk segera mengakhiri kebuntuan anggaran yang memicu shutdown ini.
Menteri Transportasi Sean Duffy pada Senin mengunjungi pengendali lalu lintas udara di Cleveland.
Sementara serikat pekerja National Air Traffic Controllers Association (NATCA) berencana menggelar aksi di sejumlah bandara pada Selasa untuk menyoroti absennya pembayaran gaji pertama bagi anggotanya.
FAA saat ini kekurangan sekitar 3.500 pengendali lalu lintas udara dari target ideal, dan banyak di antara mereka telah bekerja lembur wajib serta enam hari per minggu bahkan sebelum shutdown dimulai.
Pada penutupan pemerintahan tahun 2019 yang berlangsung 35 hari, absensi pengendali dan petugas TSA meningkat tajam setelah melewatkan gaji, menyebabkan waktu tunggu di sejumlah bandara bertambah panjang.
Kondisi tersebut bahkan memaksa otoritas memperlambat lalu lintas udara di wilayah New York dan Washington.

Share this Post