News Forex, Index & Komoditi ( Kamis, 24 April 2025 )
News Forex, Index & Komoditi
( Kamis, 24 April 2025 )
Harga Minyak Dunia Turun di Tengah Isu Kenaikan Produksi OPEC+
Harga minyak global turun sekitar 3% pada Rabu (23/4/2025), dipicu laporan bahwa OPEC+ mempertimbangkan mempercepat peningkatan produksi minyak pada Juni mendatang.
Namun, pelemahan harga ini tertahan oleh kabar bahwa Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kemungkinan akan memangkas tarif impor terhadap China.
Minyak mentah Brent berjangka tercatat turun sebesar US$ 1,92 atau 2,85% menjadi US$ 65,52 per barel pada pukul 13.42 waktu setempat. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) milik AS merosot US$ 1,99 atau 3,13% ke posisi US$ 61,68 per barel.
Tiga sumber yang mengetahui pembicaraan internal OPEC+ menyatakan kepada Reuters bahwa sejumlah anggota blok tersebut akan mengusulkan percepatan peningkatan produksi minyak untuk bulan kedua berturut-turut.
Usulan ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan antaranggota terkait kepatuhan terhadap kuota produksi yang telah disepakati.
Analis Price Futures Group, Phil Flynn, menilai bahwa OPEC kemungkinan ingin meningkatkan produksi. “Hal ini bisa memunculkan kekhawatiran akan kohesi kartel. Mungkin mereka sudah lelah terus-menerus menahan peningkatan produksi,” ujarnya.
Sebelum kabar terkait OPEC+ mencuat, harga Brent sempat menyentuh level tertinggi sejak 4 April, yakni US$ 68,65 per barel. Namun, setelah laporan tersebut tersebar, kedua acuan harga minyak langsung turun lebih dari US$ 2.
Di tengah pelemahan harga, pasar sempat mengalami sedikit pemulihan pada sesi sore. Hal ini terjadi setelah pernyataan Menteri Energi Kazakhstan, Erlan Akkenzhenov, yang menyebut negaranya tetap berkomitmen pada kesepakatan dengan OPEC+ dan tengah berupaya mencari solusi bersama terkait pengelolaan produksi.
Sebelumnya, Akkenzhenov menegaskan bahwa Kazakhstan akan tetap mengutamakan kepentingan nasional dalam menentukan level produksinya.
Kazakhstan sendiri menjadi sorotan karena diketahui memproduksi minyak melebihi kuota yang telah ditetapkan, sehingga memicu ketegangan dengan anggota OPEC+ lainnya.
Sementara itu, Badan Informasi Energi AS (EIA) melaporkan bahwa persediaan minyak mentah di Amerika Serikat naik 244.000 barel menjadi 443,1 juta barel dalam pekan yang berakhir 18 April 2025.
Angka ini berbanding terbalik dengan ekspektasi penurunan sebesar 770.000 barel menurut jajak pendapat Reuters. Di sisi lain, stok bensin dan sulingan mencatat penurunan yang lebih besar dari perkiraan.
Di luar isu pasokan, sentimen pasar juga dipengaruhi oleh perkembangan hubungan dagang AS-China. Pemerintahan Trump dikabarkan sedang mempertimbangkan penurunan tarif impor barang-barang dari China menjelang pembicaraan lanjutan dengan Beijing.
Menurut laporan Wall Street Journal, tarif tersebut kemungkinan akan dikurangi menjadi antara 50% hingga 65%, mengutip sumber dari Gedung Putih.
Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menyatakan bahwa tarif yang terlalu tinggi harus diturunkan sebelum pembicaraan dagang dapat kembali berlangsung.
Di saat yang sama, Presiden Trump juga disebut menarik kembali ancamannya untuk memecat Ketua Federal Reserve Jerome Powell, setelah sebelumnya melontarkan kritik keras terkait kebijakan suku bunga.
Langkah ini turut meredakan kekhawatiran investor terhadap ketidakpastian ekonomi AS.
Di sisi lain, Amerika Serikat juga menjatuhkan sanksi baru kepada seorang tokoh pelayaran asal Iran yang dituduh mengelola jaringan distribusi gas minyak cair dan minyak mentah Iran bernilai ratusan juta dolar.
Wall Street Berakhir Lebih Tinggi Didorong Harapan akan Meredanya Perang Dagang
Saham-saham Wall Street ditutup menguat pada Rabu (23/4/2025), didorong oleh harapan meredanya ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan China, serta pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang meredakan kekhawatiran atas independensi Federal Reserve.
Indeks Dow Jones Industrial Average naik 419,59 poin atau 1,07% ke posisi 39.606,57. Indeks S&P 500 menguat 88,10 poin atau 1,67% menjadi 5.375,86, sedangkan Nasdaq Composite melonjak 407,63 poin atau 2,50% ke level 16.708,05.
Ketiga indeks sempat memangkas kenaikan menjelang penutupan perdagangan, namun tetap ditopang oleh sentimen positif yang muncul selama sesi berlangsung.
Optimisme pasar menguat setelah Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menyatakan bahwa tarif tinggi antara AS dan China tidak berkelanjutan.
Selain itu, Trump mengisyaratkan keterbukaannya untuk meredakan ketegangan perdagangan antara dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia tersebut.
"Kenaikan awal yang kuat sangat terkait dengan perkembangan di Washington," ujar Russell Price, Kepala Ekonom di Ameriprise, Troy, Michigan.
Ia menambahkan, "Pernyataan Trump yang tidak berniat memecat Ketua Fed Jerome Powell serta potensi penurunan tarif terhadap China menjadi dua faktor utama yang memberi sinyal positif ke pasar."
Sehari sebelumnya, Trump telah meredam serangannya terhadap Federal Reserve, termasuk ancaman pemecatan terhadap Powell. Sebagian besar pelaku pasar menilai Powell sebagai figur yang menjaga stabilitas di tengah gejolak akibat kebijakan perdagangan Trump yang tidak menentu.
Ross Mayfield, analis strategi investasi di Baird, Louisville, Kentucky, menekankan bahwa independensi The Fed merupakan elemen penting dalam sistem pasar maju.
"Ancaman terhadap Fed telah menekan pasar obligasi dan dolar, serta mempercepat arus keluar dari aset-aset AS," ujarnya.
Sementara itu, musim laporan keuangan kuartal pertama hampir mencapai puncaknya. Dari 110 perusahaan dalam indeks S&P 500 yang telah melaporkan kinerja, sekitar 75% melampaui ekspektasi analis, menurut data dari LSEG.
Perkiraan pertumbuhan laba agregat S&P 500 untuk periode Januari–Maret kini meningkat menjadi 8,4%, naik dari proyeksi sebelumnya sebesar 8,0% per 1 April.
Dari sisi emiten, saham Tesla menguat 5,3% setelah CEO Elon Musk menyatakan akan mengurangi keterlibatannya dalam urusan pemerintahan guna fokus pada perusahaannya. Meski demikian, Tesla mencatatkan penurunan laba bersih kuartalan sebesar 71%.
Saham Boeing juga naik 6,1% usai melaporkan kerugian kuartalan yang lebih kecil dari perkiraan, seiring peningkatan produksi dan pengiriman pesawat.
Di sisi lain, General Dynamics mencatatkan kenaikan laba kuartal pertama sebesar 27% berkat tingginya permintaan sektor pertahanan, meski pemesanan jet bisnis menurun. Saham perusahaan ini justru terkoreksi 3,3%.
Sektor teknologi dan barang konsumsi diskresioner menjadi penyumbang kenaikan terbesar di antara 11 sektor utama S&P 500, sementara sektor barang kebutuhan pokok dan energi tertinggal.
Dari sisi makroekonomi, indeks manajer pembelian (PMI) “flash” bulan April versi S&P Global menunjukkan aktivitas bisnis melambat, sementara perusahaan mulai mengenakan harga lebih tinggi untuk barang dan jasa di tengah ketidakpastian yang meningkat.
“Sulit menemukan ekonom yang mendukung kebijakan tarif tinggi dan proteksionisme perdagangan seperti saat ini,” ujar Mayfield.
Jajak pendapat Reuters/Ipsos menunjukkan bahwa hanya 37% responden yang menyetujui penanganan ekonomi oleh Trump, turun dari 42% setelah ia dilantik, saat ia berjanji akan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Secara keseluruhan, jumlah saham yang naik di Bursa Efek New York (NYSE) mengungguli saham yang turun dengan rasio 3,28 banding 1. Tercatat 43 saham mencapai harga tertinggi baru dan 28 saham menyentuh titik terendah baru.
Di Nasdaq, 3.277 saham naik dan 1.141 saham turun, dengan rasio saham naik terhadap saham turun sebesar 2,87 banding 1. S&P 500 mencatat dua harga tertinggi dan dua harga terendah baru dalam 52 minggu terakhir, sedangkan Nasdaq mencatat 41 harga tertinggi baru dan 38 harga terendah baru.
Volume perdagangan saham di bursa AS mencapai 17,40 miliar saham, sedikit di bawah rata-rata harian selama 20 hari perdagangan terakhir yang tercatat sebesar 19,18 miliar saham.
Bursa Asia Pasifik Menguat Seiring Melunaknya Sikap Trump terhadap China
Pasar saham Asia-Pasifik menguat pada Kamis, mengikuti tren positif di Wall Street. Penguatan ini dipicu oleh meredanya kekhawatiran atas perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, yang mendorong optimisme di kalangan investor.
Indeks Nikkei 225 Jepang naik lebih dari 1%, melanjutkan kenaikan dari hari sebelumnya. Indeks Topix juga menguat sebesar 0,81%. Di Korea Selatan, indeks Kospi bergerak datar, sementara indeks Kosdaq yang berisi saham berkapitalisasi kecil naik 0,34%.
Di Australia, indeks S&P/ASX 200 mencatat kenaikan 0,27%.
Sementara itu, kontrak berjangka indeks Hang Seng Hong Kong tercatat di level 22.069, hampir tidak berubah dibandingkan penutupan terakhir indeks HSI di 22.072,62.
Namun, data ekonomi dari Korea Selatan menunjukkan kontraksi produk domestik bruto (PDB) sebesar 0,1% pada kuartal pertama 2025. Angka ini meleset dari ekspektasi kenaikan 0,1% berdasarkan jajak pendapat Reuters.
Dari sisi pasar AS, kontrak berjangka sedikit melemah setelah indeks utama mencatat kenaikan selama dua hari berturut-turut. Kontrak berjangka S&P 500 dan Nasdaq 100 masing-masing naik sekitar 0,1%, sedangkan kontrak berjangka Dow Jones turun 45 poin atau 0,1%.
Pada perdagangan sebelumnya di Wall Street, tiga indeks utama ditutup menguat. Penguatan ini didorong oleh harapan bahwa ketegangan dagang AS-China akan segera mereda. Presiden Donald Trump juga menyatakan tidak berencana mencopot Jerome Powell dari posisinya sebagai Ketua Federal Reserve.
Dow Jones Industrial Average naik 419,59 poin atau 1,07% menjadi 39.606,57. S&P 500 naik 1,67% menjadi 5.375,86, sementara Nasdaq Composite menguat 2,50% dan ditutup pada 16.708,05. Ketiga indeks mencatat kenaikan selama dua hari berturut-turut.
Kemenlu Israel Hapus Unggahan Belasungkawa untuk Paus, Picu Ketegangan Diplomatik
Penghapusan unggahan belasungkawa oleh kedutaan besar Israel di berbagai negara menyusul wafatnya Paus Fransiskus pada hari Senin memicu kemarahan langka di kalangan diplomat Israel, terutama di negara-negara berpenduduk mayoritas Katolik.
Langkah ini juga menuai kritik internal terhadap kepemimpinan Kementerian Luar Negeri di Yerusalem.
Ucapan Belasungkawa yang Dihapus Tanpa Penjelasan
Mengutip ynetnews, beberapa akun resmi kedutaan besar Israel di platform X (sebelumnya Twitter) memuat pesan belasungkawa seperti: “Rest in peace, Pope Francis. May his memory be a blessing.”
Namun dalam hitungan jam, semua unggahan tersebut dihapus setelah kementerian mengeluarkan instruksi resmi tanpa penjelasan lebih lanjut. Para diplomat juga diperintahkan untuk tidak menandatangani buku belasungkawa di kedutaan Vatikan.
Sejumlah diplomat menyuarakan frustrasi mereka melalui grup WhatsApp internal kementerian. Mereka memperingatkan bahwa tindakan ini dapat merusak citra Israel di mata ratusan juta umat Katolik di seluruh dunia.
“Kami menghapus cuitan sederhana yang menyampaikan belasungkawa—jelas karena kritik paus terhadap Israel atas perang di Gaza,” tulis salah satu diplomat.
Paus Fransiskus dan Kritik terhadap Operasi Israel di Gaza
Paus Fransiskus dikenal vokal mengkritik tindakan militer Israel di Jalur Gaza dalam beberapa bulan terakhir. Meskipun demikian, wafatnya beliau disambut dengan duka mendalam di berbagai komunitas global. Media Yahudi juga mencatat penghapusan unggahan kementerian sebagai langkah yang "keras" dan "membingungkan".
Selain kekhawatiran reputasi, para diplomat juga kecewa atas penanganan internal. “Kami diperintahkan langsung untuk menghapus unggahan, tanpa penjelasan. Saat kami meminta klarifikasi, jawabannya hanya: ‘masih ditinjau’. Itu tidak cukup—bagi kami maupun publik yang kami wakili,” ujar seorang duta besar Israel.
Beberapa diplomat memperingatkan bahwa insiden ini bisa berdampak jangka panjang. “Bukan hanya kami tidak menyampaikan belasungkawa—kami justru menghapusnya secara aktif. Itu terlihat sangat buruk,” kata seorang diplomat.
Respons Resmi dan Pernyataan Kontroversial Mantan Dubes
Seorang pejabat senior Kementerian Luar Negeri menyatakan bahwa unggahan tersebut adalah “kesalahan” dan bahwa Israel tidak akan merespons pernyataan paus setelah wafatnya. “Kami menghormati perasaan para pengikut beliau,” tambahnya.
Sementara itu, mantan Duta Besar Israel untuk Italia, Dror Eydar, menyatakan bahwa Israel sebaiknya tidak mengirim perwakilan ke pemakaman paus, dengan alasan bahwa Paus Fransiskus “memicu antisemitisme” selama konflik di Gaza.
IMF Pangkas Prospek Ekonomi Global, Ketegangan Perdagangan Masih Berlanjut
Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan perlambatan ekonomi global akibat dampak tarif tinggi yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump terhadap berbagai mitra dagang utama.
Prospek pertumbuhan global untuk tahun 2025 dipangkas menjadi 2,8%, turun dari 3,3% pada 2024, dan menjadi yang terburuk sejak pandemi Covid-19.
Penurunan ini didorong oleh tingginya tarif impor yang diberlakukan AS. Barang-barang masuk ke ekonomi terbesar dunia kini dikenai tarif tertinggi dalam satu abad.
IMF juga memproyeksikan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) AS akan turun dari 2,8% pada 2024 menjadi 1,8% pada 2025, seiring peningkatan biaya impor dan inflasi.
China turut terdampak signifikan. IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi negara tersebut menjadi 4,0% untuk 2025, akibat tarif impor AS sebesar 145%. Sebagai balasan, China mengenakan tarif 125% atas barang-barang dari AS, yang secara efektif memicu kebuntuan perdagangan antara dua ekonomi terbesar dunia.
Meski demikian, Gedung Putih menyatakan pembicaraan dagang berlangsung intensif. Sekretaris pers Karoline Leavitt menyebut bahwa 18 negara telah mengajukan proposal, dan tim perdagangan Trump dijadwalkan bertemu dengan 34 negara minggu ini.
Trump sendiri optimistis kesepakatan dengan China akan menghasilkan pemangkasan tarif secara substansial.
Sementara itu, Trump sempat menunda kenaikan tarif selama 90 hari untuk memberi ruang negosiasi. Penundaan ini bertepatan dengan pertemuan IMF dan Bank Dunia di Washington, yang dihadiri oleh para pejabat keuangan dari berbagai negara.
Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menyampaikan kepada investor bahwa ketegangan perdagangan AS-China tidak berkelanjutan dan mengisyaratkan akan ada de-eskalasi, meski menyebut negosiasi lanjutan dengan Beijing sebagai proses yang sulit.
Di tengah situasi ini, AS juga menjajaki kesepakatan dengan negara lain. AS dan Jepang mendekati pengaturan sementara, namun isu-isu utama belum terselesaikan. Dengan India, AS telah menyepakati kerangka pembicaraan luas sebagai landasan negosiasi lanjutan.
Tarif juga mulai berdampak pada perusahaan. Kimberly-Clark memperkirakan kerugian sebesar $300 juta tahun ini.
CEO GE Aerospace, Larry Culp, meminta pemulihan kebijakan bebas tarif untuk industri kedirgantaraan. Meskipun belum ada hasil pasti, GE tetap mempertahankan prospek bisnisnya, yang turut mendorong kenaikan saham perusahaan lebih dari 5%.
Komentar Trump yang optimistis turut mendongkrak pasar. Indeks S&P 500 naik sekitar 2,5% setelah komentar tersebut, sementara saham Amazon dan Nvidia naik 3%, dan Apple naik 2%.
Elon Musk Mundur dari DOGE Bulan Depan, Fokus Selamatkan Tesla Usai Laba Anjlok 71%
Miliarder Elon Musk mengumumkan bahwa ia akan mundur dari Departemen Efisiensi Pemerintah AS (DOGE) bulan depan dan akan kembali memusatkan perhatian pada Tesla, perusahaan mobil listrik miliknya yang sedang terguncang.
Langkah ini diumumkan setelah Tesla melaporkan penurunan laba sebesar 71 persen pada kuartal pertama 2025 dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Kinerja Keuangan Tesla Menurun Drastis
Dalam laporan triwulanan yang dirilis pada hari Selasa, Tesla juga mencatat penurunan pendapatan sebesar 9 persen, serta penurunan penjualan sebesar 13 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Harga saham Tesla ditutup pada US$238 per lembar, turun sekitar 37 persen dari awal tahun 2025.
Penurunan kinerja Tesla diperparah oleh keterlibatan Musk dalam politik Partai Republik dan kedekatannya dengan Presiden Donald Trump. Kombinasi dari sentimen negatif publik, persaingan ketat dari produsen mobil listrik China seperti BYD, serta ketidakpastian akibat tarif impor baru telah menjerumuskan Tesla ke dalam krisis.
Sejak Trump dilantik kembali, Musk hampir sepenuhnya mengalihkan fokusnya ke DOGE — agensi pemerintah yang bertugas memangkas pengeluaran dengan membasmi "pemborosan, penipuan, dan penyalahgunaan". Namun, pemangkasan anggaran yang agresif oleh DOGE menimbulkan kekacauan dan kritik luas di Washington.
Reaksi Pasar dan Protes Global terhadap Tesla
Pemilik Tesla semakin banyak yang menjual kembali kendaraan mereka, sementara harga mobil bekas Tesla anjlok. Protes global dan vandalisme terhadap diler, stasiun pengisian, dan kendaraan Tesla meningkat, memperburuk citra perusahaan di tengah gejolak politik yang melibatkan CEO-nya.
Investor dan pemegang saham semakin frustrasi, menilai bahwa krisis Tesla disebabkan oleh keputusan Musk yang terlalu terlibat dalam pemerintahan. Musk diperkirakan akan mengakhiri perannya sebagai pegawai pemerintah khusus pada akhir Mei 2025, meski belum ada kepastian waktu pastinya.
Organisasi Tesla Takedown, penggerak ratusan aksi protes anti-Tesla di seluruh dunia, menyambut laporan keuangan ini sebagai keberhasilan. Mereka menyebut bahwa tekanan publik telah mulai memberikan dampak signifikan terhadap bisnis Tesla.
Masa Depan Tesla: Autopilot dan Kendaraan Otonom
Musk tetap optimis dan mengatakan masa depan Tesla akan didorong oleh teknologi kendaraan otonom. Ia menyebut bahwa Tesla sedang berinvestasi besar dalam AI dan self-driving cars. Rencana untuk meluncurkan Cybercab — kendaraan tanpa kemudi dan pedal — menjadi bagian dari visi tersebut.
Tesla juga berencana menguji coba robotaxi pertamanya di Austin pada bulan Juni dan telah mengajukan izin ke California Public Utilities Commission untuk mengangkut penumpang menggunakan kendaraan otonom.
Meskipun kuartal pertama disebut sebagai “train wreck” oleh Gene Munster dari Deepwater Asset Management, ia tetap optimis. Ia berharap Tesla bisa bangkit kembali seiring Musk mundur dari urusan pemerintahan dan kembali fokus mengelola perusahaan.
“Itulah taruhan yang kami buat,” kata Munster, menekankan bahwa fokus ulang Musk pada Tesla bisa menjadi titik balik setelah masa sulit perusahaan.
Proposal Perdamaian AS: Donald Trump Usulkan Rusia Tetap Kuasai Wilayah Ukraina
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dilaporkan tengah menyusun sebuah rencana perdamaian kontroversial untuk mengakhiri perang antara Rusia dan Ukraina.
Rencana ini, yang akan dibahas pada 23 April di London, memungkinkan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk mempertahankan hampir seluruh wilayah Ukraina yang telah direbut oleh pasukan Rusia sejak invasi dimulai pada 2022.
Usulan Kontroversial: Pengakuan Resmi Krimea dan Wilayah Pendudukan
Mengutip Unilad, poin utama dalam proposal perdamaian ini adalah pengakuan resmi oleh Amerika Serikat atas kedaulatan Rusia terhadap Krimea, wilayah Ukraina yang dianeksasi secara ilegal pada tahun 2014. Lebih lanjut, wilayah-wilayah seperti Donetsk, Luhansk, Kherson, dan Zaporizhzhia juga akan tetap di bawah kendali Rusia.
Ukraina, menurut proposal ini, hanya akan mempertahankan bagian dari provinsi Kherson yang mengontrol akses ke muara Sungai Dnieper.
Proposal ini mencakup dua tahap awal yang sangat krusial:
Gencatan senjata segera antara Rusia dan Ukraina di seluruh garis depan.
Dialog diplomatik langsung antara Kyiv dan Moskow, yang telah disetujui secara prinsip oleh Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy.
Meskipun demikian, belum ada jaminan bahwa pembicaraan tersebut akan menghasilkan kesepakatan final, mengingat ketegangan dan kerugian besar yang telah dialami kedua belah pihak.
Sebagai bagian dari kompromi, Ukraina akan diminta untuk tidak mengejar keanggotaan dalam aliansi militer NATO. Namun, negara tersebut masih diperbolehkan bergabung dengan Uni Eropa jika menginginkannya.
Sementara itu, wilayah-wilayah yang saat ini diduduki Rusia tidak akan secara resmi diakui sebagai bagian dari Rusia oleh masyarakat internasional, termasuk Amerika Serikat.
Pengawasan AS atas Pembangkit Nuklir Zaporizhzhia
Salah satu elemen paling strategis dalam proposal ini adalah rencana Amerika Serikat untuk mengambil alih kendali operasional atas pembangkit listrik tenaga nuklir Zaporizhzhia — instalasi nuklir terbesar di Eropa yang saat ini berada di bawah pendudukan pasukan Rusia. Langkah ini dimaksudkan untuk mencegah potensi bencana dan memastikan stabilitas energi regional.
Sebagai bagian dari kompensasi, Ukraina diminta untuk menandatangani perjanjian kerja sama sumber daya mineral dengan Amerika Serikat. Perjanjian ini memberikan akses istimewa kepada AS terhadap kekayaan tambang dan mineral Ukraina, termasuk litium, nikel, dan sumber daya strategis lainnya.
Jika Rusia menyetujui kesepakatan ini, seluruh sanksi ekonomi yang telah diberlakukan oleh Amerika Serikat akan dicabut. Lebih jauh lagi, kedua negara akan mulai menjalin kerja sama dalam sektor energi — suatu langkah yang menandai potensi pemulihan hubungan bilateral setelah bertahun-tahun ketegangan diplomatik.
Namun, banyak analis menilai bahwa hubungan jangka panjang antara Amerika dan Rusia masih dipenuhi ketidakpastian, mengingat konflik dan kepentingan geopolitik yang sangat kompleks.
Pernyataan Kremlin: Waktu Bukan Prioritas
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, memberikan tanggapan atas rencana ini dalam siaran televisi Rusia dengan mengatakan: "Mungkin tidak layak untuk menetapkan kerangka waktu yang kaku dan mencoba mencapai penyelesaian yang layak dalam waktu singkat."
Hal ini menunjukkan bahwa Moskow tetap berhati-hati dalam menanggapi usulan tersebut, meskipun kemungkinan damai tetap terbuka.
Ekspor Beras Thailand Terancam! Kebijakan Trump Picu Kegelisahan
Petani Thailand seperti Daeng Donsingha menghadapi tekanan berat setelah harga beras anjlok menyusul kembalinya India ke pasar ekspor.
Sebagai eksportir beras terbesar kedua di dunia, Thailand sangat bergantung pada stabilitas harga komoditas ini. Namun, sejak India—yang sempat menyetop ekspor beras—kembali ke pasar, harga global mengalami penurunan tajam.
Ancaman Tarif AS Semakin Memperburuk Keadaan
Kekhawatiran petani semakin bertambah dengan munculnya ancaman tarif dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Tarif sebesar 36% terhadap barang-barang Thailand akan diberlakukan jika negosiasi dagang yang sedang berlangsung gagal sebelum moratorium tarif berakhir pada bulan Juli.
“Kalau tarif diberlakukan, beras melati kami akan jadi terlalu mahal untuk bersaing,” ujar Chookiat Ophaswongse, Presiden Kehormatan Asosiasi Eksportir Beras Thailand.
Pada 2024, Thailand mengekspor hampir 10 juta ton beras senilai lebih dari 225 miliar baht (US$6,82 miliar), dengan Amerika Serikat sebagai pasar ketiga terbesar berdasarkan volume dan yang paling menguntungkan secara nilai, terutama untuk jenis beras melati yang mahal.
Jika tarif diberlakukan, harga ekspor bisa melonjak dari US$1.000 per ton menjadi US$1.500, mendorong pembeli beralih ke Vietnam yang menawarkan harga hanya US$580 per ton.
Ketimpangan Produksi: Vietnam Unggul karena Biaya Lebih Rendah
Vietnam memiliki biaya produksi yang jauh lebih rendah dibanding Thailand. Petani di sana menanam varietas berbeda dan bisa panen beberapa kali dalam setahun, menjadikan harga beras Vietnam lebih kompetitif di pasar global.
Menurut pakar pertanian Somporn Isvilanonda, tidak mungkin Thailand menurunkan harga untuk bersaing. “Biaya produksi kita tinggi, hasil panen rendah. Kalau kita banting harga, petani tak akan bisa bertahan,” jelasnya.
Pemerintah Thailand menaruh harapan besar pada delegasi yang dipimpin Menteri Keuangan Pichai Chunhavajira untuk mencapai kesepakatan dagang yang tidak merugikan sektor pertanian. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan ekspor beras sudah mulai lesu: kuartal pertama 2025 mencatat penurunan ekspor sebesar 30%.
Konsesi Impor Jagung AS Picu Kekhawatiran Tambahan
Sebagai bagian dari tawaran kompromi, Thailand berniat menurunkan tarif impor jagung dari AS dari 73% menjadi 0%. Namun kebijakan ini ditentang keras oleh asosiasi petani dan penggilingan beras. Mereka khawatir banjir jagung murah akan menurunkan harga beras pecah dan dedak padi, yang digunakan untuk pakan ternak.
Empat kelompok tani, termasuk asosiasi penggilingan beras, telah mengirim surat kepada pemerintah pada 8 April, meminta agar impor jagung dan bungkil kedelai dari AS diblokir demi melindungi hasil tani lokal.
Bagi petani seperti Daeng, ancaman dari luar negeri seperti kebijakan tarif AS adalah pukulan berat yang bisa menghapus penghidupan mereka.
“Anak-anak saya mengikuti beritanya,” katanya. “Mereka bilang, ‘Kita nggak akan bisa bertahan, Bu, kalau semua ini terus berjalan seperti ini.’”
Unilever Ancam Hentikan Pendanaan untuk Yayasan Ben & Jerry's di AS
Unilever mengancam akan menghentikan pendanaan terhadap Yayasan Ben & Jerry’s, sebuah lembaga nirlaba berbasis di Amerika Serikat (AS) yang selama ini memberikan sumbangan kepada berbagai organisasi keadilan sosial, menurut beberapa sumber yang mengetahui persoalan tersebut.
Ancaman itu muncul seiring permintaan Unilever kepada yayasan tersebut untuk menyetujui audit secara dipercepat atas penyaluran dananya.
Pendanaan dari Unilever kepada yayasan itu mencapai sekitar US$ 5 juta per tahun, dan jumlahnya ditentukan berdasarkan formula yang mengacu pada penjualan es krim merek Ben & Jerry’s, kata dua sumber tersebut.
Pada November lalu, Ben & Jerry’s menggugat Unilever dengan tuduhan berupaya membubarkan dewan direksi dan menghentikan komitmen perusahaan terhadap aktivisme sosial progresif.
Aktivisme tersebut antara lain mencakup protes terhadap perang di Gaza, dukungan terhadap gerakan penghentian pendanaan kepolisian, serta kritik terhadap Presiden AS saat itu, Donald Trump.
Menurut sumber, ancaman penghentian pendanaan dari Unilever merupakan tanggapan atas gugatan tersebut. Selain itu, hal ini juga dipicu oleh upaya salah satu pendiri Ben & Jerry’s untuk membeli kembali perusahaan es krim tersebut.
Hingga berita ini diturunkan, Unilever, Ben & Jerry’s, dan Ben & Jerry’s Foundation belum memberikan tanggapan atas permintaan komentar.
Ben & Jerry’s Foundation diketahui telah memberikan dukungan kepada berbagai organisasi, termasuk Homes for All St. Louis, kelompok advokasi bagi penyewa; Felony Murder Elimination Project, lembaga yang berupaya mengurangi hukuman terhadap narapidana; serta Adelante Student Voices, organisasi yang mendukung mahasiswa tanpa dokumen.
World Bank Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Amerika Latin dan Karibia
Bank Dunia alias World Bank pada Rabu (23/4) memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi 2025 untuk Amerika Latin dan Karibia menjadi 2,1% dari perkiraannya pada bulan Januari sebesar 2,5%. Bank Dunia mengatakan ekonomi regional harus beradaptasi untuk menavigasi ketidakpastian global yang meningkat.
Pemberi pinjaman global itu menyebut penundaan pemotongan suku bunga di negara-negara maju, kekhawatiran seputar pembatasan perdagangan global, perlambatan pertumbuhan di China, dan pemotongan bantuan pembangunan luar negeri sebagai alasan penyesuaian prospek Amerika Latin dan Karibia.
Prakiraan pertumbuhan tahun 2025 di dua ekonomi regional terbesar, Brasil dan Meksiko, turun dari pembaruan Bank Dunia pada bulan Januari. Ekonomi Meksiko kini diproyeksikan tidak mengalami pertumbuhan tahun ini, dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya sebesar 1,5%, sementara prospek pertumbuhan Brasil dipangkas menjadi 1,8% dari 2,2%.
Argentina, yang mendapatkan kesepakatan senilai US$ 20 miliar dengan Dana Moneter Internasional alias International Monetary Fund (IMF) awal bulan ini, diproyeksikan memiliki pertumbuhan ekonomi sebesar 5,5% tahun ini, naik dari perkiraan sebelumnya sebesar 5,0%.
Awal minggu ini, IMF memperkirakan kontraksi 0,3% dalam ekonomi Meksiko tahun ini. IMF juga memperingatkan dampak tarif AS dan meningkatnya ketegangan perdagangan akan semakin memperlambat pertumbuhan ekonomi global.
"Pemandangan ekonomi global telah berubah secara dramatis, ditandai oleh tingkat ketidakpastian yang lebih tinggi," kata Carlos Felipe Jaramillo, wakil presiden World Bank untuk Kawasan Amerika Latin dan Karibia, dalam sebuah pernyataan selama pertemuan musim semi IMF dan Bank Dunia di Washington dikutip Reuters.
Menurut World Bank, negara-negara harus mengkalibrasi ulang strategi mereka dan memajukan reformasi yang berani dan praktis.
"Perkiraan pertumbuhan sebesar 2,1% untuk wilayah ini tahun ini akan menjadikannya wilayah dengan pertumbuhan paling lambat secara global," kata World Bank.
Di tengah kebutuhan investasi, pengeluaran pemerintah terus menjadi perhatian. Bank Dunia memperkirakan rasio utang terhadap output regional naik menjadi 63,3% tahun lalu dari 59,4% pada tahun 2019.
"Akses terhadap teknologi dan pemanfaatan skala ekonomi menentukan bahwa perdagangan dan FDI (penanaman modal asing langsung) tetap penting untuk mempercepat pertumbuhan di Amerika Latin dan Karibia," kata William Maloney, kepala ekonom Bank Dunia untuk Amerika Latin dan Karibia.
Maloney mengatakan, daftar tujuan perdagangan dan ekspor jasa yang lebih panjang, serta near-shoring, memberikan peluang bagi kawasan tersebut, yang memerlukan peningkatan produktivitas dan kelincahan.
Trump dan Zelenskiy Kembali Berselisih, AS Ancam Hentikan Perundingan Rusia-Ukraina
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy kembali berselisih pada Rabu terkait upaya mengakhiri perang tiga tahun di Ukraina. Trump menegur Zelenskiy karena menolak mengakui pendudukan Rusia atas Krimea.
Wakil Presiden AS, JD Vance, memperingatkan bahwa jika Rusia dan Ukraina tidak menyepakati proposal perdamaian dari AS, maka AS akan menarik diri dari proses tersebut. Peringatan ini sejalan dengan pernyataan Trump sebelumnya.
Dalam pernyataan kepada wartawan di India, Vance menjelaskan bahwa proposal tersebut mencakup pembekuan batas teritorial pada kondisi saat ini serta penyelesaian diplomatik jangka panjang yang bertujuan menciptakan perdamaian berkelanjutan.
Menurut seorang mantan pejabat Barat, usulan tersebut juga mengandung pengakuan atas aneksasi Krimea oleh Rusia.
Sejak menjabat pada Januari, Trump mengubah arah kebijakan AS terhadap konflik ini. Ia mendesak Ukraina menerima gencatan senjata sambil mengurangi tekanan terhadap Rusia, yang menginvasi Ukraina secara besar-besaran pada 2022.
Pada Selasa, Zelenskiy kembali menegaskan bahwa Ukraina tidak akan pernah menyerahkan Krimea, wilayah yang direbut Rusia pada 2014 dan secara luas dikecam dunia internasional. "Tidak ada yang bisa dibicarakan soal ini. Ini bertentangan dengan konstitusi kami," ujarnya.
Trump menyebut pernyataan Zelenskiy sebagai provokatif dan menghambat perdamaian. Dalam unggahan di media sosial Truth Social, ia menilai bahwa Krimea telah lama "hilang" dan "bukan lagi bahan perundingan."
Zelenskiy mengakui bahwa pembicaraan di London antara pejabat AS, Ukraina, dan Eropa berlangsung penuh emosi, namun ia tetap berharap kerja sama dapat menghasilkan perdamaian.
Ia menegaskan komitmen Ukraina terhadap konstitusinya dan menyatakan keyakinannya bahwa mitra-mitranya, khususnya AS, akan menghormati keputusan tersebut.
Ia juga melampirkan Deklarasi Krimea 2018 dari mantan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo yang menegaskan penolakan AS atas pencaplokan Krimea oleh Rusia.
Trump, yang dalam kampanye pemilihannya berjanji mengakhiri perang dalam 24 jam setelah kembali ke Gedung Putih, kembali mengecam Zelenskiy. Ia menyatakan bahwa AS hampir mencapai kesepakatan damai dan menilai pembicaraan di London berjalan "cukup baik."
Namun ia juga menegaskan bahwa diperlukan dua pemimpin kuat, yakni Zelenskiy dan Presiden Rusia Vladimir Putin, untuk menyepakati gencatan senjata agar pertumpahan darah segera berhenti.
Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, membatalkan kehadirannya dalam perundingan di London. Akibatnya, pertemuan lanjutan dengan para menteri luar negeri dari Ukraina, Inggris, Prancis, dan Jerman juga dibatalkan, mencerminkan perbedaan pandangan antara Washington, Kyiv, dan sekutu Eropa mengenai solusi damai.
Juru bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, menyatakan bahwa Trump sangat frustrasi dengan lambannya proses perundingan dan menyebut Zelenskiy sebagai pihak yang bergerak ke arah yang salah.
Sumber-sumber menyebutkan bahwa proposal dari utusan Trump, Steve Witkoff, tidak hanya mengakui aneksasi Krimea oleh Rusia, tetapi juga menyetujui kontrol Rusia atas sekitar 20% wilayah Ukraina, mengesampingkan keanggotaan Ukraina di NATO, serta mencabut sanksi Barat terhadap Rusia.
Utusan Trump untuk Ukraina, Keith Kellogg, mengatakan melalui media sosial bahwa pembicaraan di London berlangsung positif. Ia mendesak langkah nyata sesuai arahan Trump: hentikan pembunuhan, capai perdamaian, dan utamakan kepentingan Amerika.
Trump kembali meningkatkan tekanan pada Minggu, berharap Moskow dan Kyiv dapat mencapai kesepakatan pekan ini.
Fokus pembicaraan pada Rabu adalah mengenai sikap Ukraina terhadap usulan Witkoff yang juga dipresentasikan di Paris pekan lalu. Menurut tiga diplomat, usulan tersebut menuntut lebih banyak konsesi dari Ukraina ketimbang Rusia.
Witkoff dijadwalkan bertemu kembali dengan Presiden Putin pada Jumat mendatang. Ia telah bertemu Putin tiga kali untuk membahas potensi akhir dari konflik ini dan akan kembali ke Moskow pekan ini untuk perundingan lanjutan.
Sejak Trump menyatakan niatnya menjadi mediator perdamaian dan melakukan panggilan tak terduga kepada Putin pada Februari, negara-negara Eropa berupaya keras menjaga dukungan terhadap Ukraina sambil tetap menjaga hubungan dengan AS.
Pernyataan bersama Inggris, Prancis, dan Jerman usai pertemuan di London menegaskan kembali dukungan terhadap komitmen Trump untuk menghentikan kekerasan dan mencapai perdamaian yang adil serta langgeng.
Pernyataan itu juga menyebut telah tercapai "kemajuan signifikan" dalam menyusun posisi bersama untuk langkah selanjutnya dan menyatakan komitmen untuk melanjutkan koordinasi erat.