News Forex, Index & Komoditi ( Rabu, 02 Februari 2024 )

Wall Street ditutup anjlok pada perdagangan Selasa (13/2/2024) setelah rilis data inflasi AS di atas ekspektasi. Sentimen ini mengecilkan peluang Federal Reserve memangkas suku bunga acuan pada awal tahun. Dow Jones turun 1,35% ke 38.272,75, S&P 500 turun 1,37% ke 4.953,17, dan Nasdaq turun 1,80% ke 15.655,60. Saham-saham AS merosot pada hari Selasa setelah laporan CPI yang kuat menunjukkan perjalanan inflasi kembali menuju target The Fed memakan waktu lebih lama dari yang diperkirakan. Aksi jual besar-besaran menyebabkan ketiga indeks saham utama AS melemah tajam, dengan Nasdaq yang sarat teknologi menderita persentase kerugian terbesar. Tolok ukur S&P 500, setelah menembus level 5.000 hanya beberapa hari sebelumnya, mengalami persentase penurunan terbesar dalam satu hari di bulan ini. Saham Transportasi yang sensitif secara ekonomi dan small cap berkinerja buruk, mengakhiri sesi dengan penurunan masing-masing sebesar 2,6% dan 4,0%.  Dow Jones mengalami penurunan persentase harian paling tajam sejak 22 Maret 2023, dan merupakan persentase penurunan harian terbesar sejak 16 Juni 2022. Saham AS anjlok setelah Departemen Tenaga Kerja AS merilis laporan consumer price index (CPI) yang menunjukkan bahwa inflasi mendingin pada kecepatan yang lebih cepat dibandingkan yang diinginkan oleh The Fed, sehingga menghilangkan harapan bahwa bank sentral akan memangkas suku bunga kebijakannya lebih cepat dari yang diharapkan. Pasar keuangan saat ini memperkirakan kemungkinan 51,7% bahwa penurunan suku bunga pertama akan dilakukan pada bulan Juni. Musim pelaporan kuartal IV/2023 semakin dekat, dengan 350 perusahaan di S&P 500 telah melaporkan. Empat dari lima pendapatan perusahaan-perusahaan tersebut mengalahkan ekspektasi analis, menurut LSEG. Perhatian kini beralih ke laporan penjualan ritel Departemen Perdagangan untuk bulan Januari yang akan dirilis pada hari Kamis, yang diperkirakan menunjukkan penurunan topline bulanan sebesar 0,1%, dengan angka inti melambat menjadi pertumbuhan 0,3% dari 0,8% Inflasi tahunan AS melambat menjadi 3,1% pada bulan Januari, tetapi lebih cepat dari proyeksi para ekonom, dalam rilis data ekonomi penting yang dapat berdampak pada cara pejabat Federal Reserve memandang waktu potensi penurunan suku bunga. Para ekonom sebelumnya mengantisipasi bahwa pembacaan indeks harga konsumen AS secara tahunan akan semakin turun menjadi 2,9% dari 3,4% pada bulan Desember. Secara bulanan, ukuran utama inflasi di negara dengan perekonomian terbesar di dunia ini meningkat menjadi 0,3% dari 0,2% di bulan Desember, menunjukkan masih kakunya kenaikan harga karena biaya sewa yang tinggi. Para ekonom telah memperkirakan bahwa kebijakan tersebut tidak akan berubah The Fed mengatakan bahwa mereka ingin menerima lebih banyak bukti bahwa laju pertumbuhan harga bergerak secara "berkelanjutan" menuju target 2% sebelum mulai menurunkan biaya pinjaman dari level tertinggi dalam dua dekade. Komentar tersebut, yang telah ditegaskan kembali oleh beberapa pejabat di bank sentral termasuk Ketua Jerome Powell, telah menghancurkan harapan bahwa The Fed akan melakukan penurunan suku bunga pada awal tahun ini.

Tentara Israel Membunuh 74 Warga Palestina untuk Bebaskan 2 Sandera
 
Tentara Israel pada hari Senin (12/2) melakukan operasi pembebasan dua orang sandera di Rafah. Dalam upayanya tersebut, tentara Israel membunuh 74 warga Palestina.
Melansir Reuters, serbuan militer Israel ke wilayah Rafah hari Senin menyebabkan banyak bangunan hancur, termasuk masjid.
Dalam operasi ini Israel mengirim dinas keamanan Shin Bet dan unit polisi khusus. Dua sandera yang dibebaskan adalah Fernando Simon Marman (60) dan Louis Hare (70).
Dua orang tersebut diklaim termasuk dalam 250 orang yang ditangkap dalam serangan militan Hamas pada 7 Oktober di Israel yang memicu perang Israel di Gaza.
Stasiun televisi resmi Otoritas Palestina, Palestine TV, menyebutkan 74 warga Palestina tewas dalam operasi Israel di Rafah.
Sayangnya belum ada konfirmasi langsung dari Kementerian Kesehatan Gaza, yang dijalankan oleh Hamas.
Israel akan Terus Memberikan Tekanan
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengatakan operasi penyelamatan tersebut membuktikan bahwa militernya akan terus memberikan tekanan kepada Hamas.
Pernyataan tersebut sekaligus menunjukkan bahwa Netanyahu telah secara terbuka mengabaikan kekhawatiran internasional mengenai serangan ke Rafah yang selama ini menjadi zona aman bagi rakyat Palestina.
Sekutu terdekat Israel, Amerika Serikat, menyambut baik operasi pembebasan sandera, namun tetap mendesak mitranya itu untuk melakukan gencatan senjata dan meningkatkan bantuan untuk Gaza.
Juru bicara militer Israel mengatakan, para sandera ditahan di lantai dua sebuah gedung yang akhirnya mampu dibobol dengan bahan peledak. Baku tembak terjadi di gedung-gedung sekitarnya.
Warga di Rafah mengatakan, dua masjid dan beberapa bangunan tempat tinggal terkena serangan selama lebih dari satu jam. Serangan itu juga menghancurkan tenda-tenda tempat orang-orang berlindung.
Serangan Israel ke Gaza sejak Oktober 2023 telah menewaskan 28.340 warga Palestina dan melukai 67.984 orang lainnya. Ribuan orang lainnya masih belum terdata karena diyakini terkubur di bawah reruntuhan.

 

Pemimpin dunia hanya melongo genosida terulang persis sama di Gaza

 
Dalam buku "The Faithful Triangle: The United States, Israel and the Palestinians" (1983), ilmuwan Amerika Serikat, Noam Chomsky, menuturkan bagaimana sekitar 275 warga Palestina dibunuh secara brutal oleh pasukan Israel pada 3 November 1956.

Peristiwa yang dikenang dalam catatan sejarah sebagai Pembantaian Khan Yunis itu dilakukan dengan penggeledahan rumah ke rumah oleh pasukan Israel.

Sembilan hari setelah pembantaian yang didiamkan saja oleh berbagai negara adidaya saat itu, pasukan Israel kembali melakukan pembantaian di Kota Rafah, membunuh sedikitnya 111 warga dan pengungsi di kota paling selatan di daerah Jalur Gaza.

Menurut ensiklopedia dunia maya Wikipedia, kesaksian para penyintas menyebutkan bahwa para serdadu angkatan bersenjata Israel di Jalur Gaza selatan mengumpulkan warga laki-laki di atas usia 15 tahun.

Israel kemudian menyatakan bahwa semua warga sipil bertanggung jawab secara kolektif atas serangan kepada pasukan IDF, serta kemudian dilakukan eksekusi terhadap para tahanan asal Gaza.

Ratusan warga sipil dieksekusi oleh IDF pada masa seusai terjadinya Krisis Suez, atau tepatnya pada 1 November 1956-7 Maret 1957. Diperkirakan antara 930 dan 1.200 orang dibantai oleh pasukan Israel dalam periode itu.

Apakah ada dari pasukan negara Zionis itu yang diadili atas pembantaian tersebut? Tidak ada. Nol sama sekali.

Sekitar 66 tahun kemudian, peristiwa yang sama persis juga terjadi, di mana IDF kembali melakukan pembantaian di Kota Rafah yang berbatasan langsung dengan Mesir.

Padahal, beberapa bulan sebelumnya Israel mengusir warga di Kota Gaza dan daerah utara jalur tersebut, untuk disuruh pindah ke "wilayah aman" di selatan, termasuk salah satunya di Kota Rafah.

Namun, setelah meluluhlantakkan Gaza utara dan tengah sehingga para warga kesulitan untuk mendapatkan makanan sehari-hari, Israel menyatakan akan kembali melakukan serangan militer di Kota Rafah.

IDF, yang ironisnya mengaku sebagai "pasukan paling bermoral di dunia", melakukan serangan di Kota Rafah yang hingga Senin ini saja menewaskan 67 warga, berdasarkan data Kementerian Kesehatan Gaza.

Israel tentu saja seperti biasa, berdalih mencari pejuang Hamas, sedangkan bila warga sipil yang terbunuh, mereka mengatakan itu karena Hamas menjadikan mereka tameng hidup. IDF membunuh dengan amunisi dan senjata yang kebanyakan merupakan bantuan militer dari negara-negara Barat.

Anak 6 tahun

Setiap nyawa dari warga sipil yang terbantai di Jalur Gaza (baik daerah utara hingga selatan) sangat berharga, tetapi untuk kepentingan artikel yang singkat ini, dapatlah disebut kisah Hind Rajab, kisah perempuan berusia enam tahun, yang dihabisi pasukan Israel.

Pada 29 Januari lalu, Hind bersama-sama kerabat keluarganya, sedang mengendarai kendaraan untuk mengungsi dari Kota Gaza yang diserang pasukan Israel.

Kendaraan itu ditembaki oleh tank Israel di sebelah barat Kota Gaza, dan ajaibnya, Hind ketika itu masih selamat berupaya menelepon lembaga bantuan Bulan Sabit Merah dengan ponselnya, serta meminta mereka untuk datang dan menolongnya.

Panggilan Hind yang rekamannya masih ada menunjukkan tekanan dan ketakutan yang teramat sangat, tetapi kemudian terdengar teriakan dan rentetan tembakan. Panggilan itu terputus.

Satu ambulans Bulan Sabit Merah ada yang menanggapi panggilan Hind dan segera bergegas untuk menolong anak perempuan tersebut. Namun, ambulans itu tidak kunjung kembali.

Baru pada Sabtu (10/2), atau 12 hari setelah panggilan Hind, barulah Bulan Sabit Merah "mendapatkan izin" dari otoritas Israel untuk dapat sampai ke lokasi di mana Hind berada.

Tragisnya, mereka menemukan Hind bersama keluarganya sudah dalam keadaan tidak bernyawa. Kaca-kaca mobil sudah dalam kondisi pecah berserakan, lubang-lubang peluru tampak jelas di kendaraan nahas tersebut.

Tidak jauh dari mobil yang dinaiki almarhumah dan kerabatnya, ditemukan satu kendaraan yang terbakar habis. Kendaraan itu adalah ambulans yang sekitar 12 hari lalu dimaksudkan untuk menjemput Hind yang ketakutan.

Para pengemudi dan awak dalam ambulans itu keduanya terbunuh oleh pasukan Israel. Pernyataan Bulan Sabit Merah menyatakan bahwa IDF sengaja menargetkan kru Bulan Sabit Merah, meski organisasi tersebut telah berkoordinasi dengan Israel untuk dapat menjemput Hind.

Demikianlah, Bulan Sabit Merah pada 29 Januari sudah meminta izin kepada otoritas negara Zionis itu untuk dapat menjemput seorang anak perempuan 6 tahun yang ketakutan, tetapi setelah izin diberikan, mereka menjadi sasaran empuk dari tank IDF.

Apakah ada dari pasukan negara Zionis itu yang diadili atas pembantaian tersebut? Tidak ada. Nol sama sekali.

Peringatan

Sebelum Israel memutuskan untuk melakukan serangan darat di Rafah, berbagai pihak sudah melakukan peringatan agar hal itu jangan dilakukan, seperti dari organisasi Amnesty International yang mengingatkan akan potensi kekerasan dan genosida akibat serangan itu.

Tidak hanya itu, Sekjen PBB Antonio Guterres juga mengingatkan akan dampak luar biasa yang dapat terjadi bila militer Israel menyerang Rafah.

Namun, berbagai peringatan itu diabaikan. Netanyahu juga telah menginformasikan kepada Menlu AS Anthony Blinken bahwa serangan ke Rafah akan dilakukan.

Padahal sebelumnya pada Rabu (7/2), Gedung Putih memperingatkan bahwa serangan Israel di Rafah "akan menjadi bencana" bagi warga Palestina.

Tidak heran bila Hamas pada Senin menyatakan bahwa serangan Israel ke Jalur Gaza selatan hanyalah kelanjutan dari aksi genosida.

Melalui platform telegram, Hamas mengingatkan bahwa Israel mengabaikan putusan Mahkamah Internasional (ICJ), yang mendesak negara Zionis itu mencegah setiap tindakan yang dapat dikategorikan sebagai tindakan genosida.

Hamas menyebut bahwa pemerintahan AS dan pemerintahan Israel, sebagai pihak yang paling bertanggung jawab akan pembantaian tersebut, dan menyerukan kepada komunitas internasional untuk menghentikan agresi ini.

Sementara itu, pihak Kepresidenan Palestina memperingatkan bahwa rencana serangan Israel terhadap Kota Rafah di Gaza selatan, yang berbatasan dengan Mesir, merupakan pelanggaran nyata yang tidak bisa diterima.

Dalam sebuah pernyataan yang dikutip oleh kantor berita resmi Palestina, Wafa, Kepresidenan Palestina di Tepi Barat dengan keras menolak dan mengutuk pernyataan Netanyahu tentang "rencana untuk memperluas serangan Israel ke Provinsi Rafah yang padat penduduk".

Sama seperti Hamas, Kepresidenan Palestina menyatakan Israel bertanggung jawab penuh atas konsekuensi dari serangan tersebut, dan juga menekankan "tanggung jawab khusus pemerintah Amerika Serikat untuk mencegah eskalasi yang dapat menimbulkan bencana."

Sejak dimulainya serangan Israel terhadap Gaza pada 7 Oktober 2023, lebih dari 28.000 warga Palestina telah terbunuh. Selain itu, 85 persen penduduk Gaza terpaksa mengungsi di tengah kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan, sementara 60 persen infrastruktur di wilayah kantong itu rusak atau hancur, menurut data dari PBB.

Respons

Bagaimana respons negara tetangga di sekitar Jalur Gaza? Kementerian Luar Negeri Mesir pada Minggu (11/2) memperingatkan “dampak mengerikan” akibat serangan darat di Kota Rafah di Jalur Gaza selatan yang direncanakan Israel.

Mesir menyerukan persatuan upaya internasional dan regional untuk mencegah rencana serangan terhadap Rafah, yang saat ini menampung sekitar 1,4 juta pengungsi Palestina yang menganggap kota tersebut daerah aman terakhir di Gaza.

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Arab Saudi menyerukan pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB pada Sabtu (10/2) ketika Israel bersiap untuk melancarkan operasi darat di Rafah.

Arab Saudi menekankan "perlunya DK PBB mengadakan pertemuan luar biasa untuk mencegah Israel melancarkan bencana kemanusiaan."

Sedangkan di Barat, respons yang ada seperti biasanya adalah "keprihatinan", seperti Menlu Inggris David Cameron yang pada Sabtu melalui platform X, menyatakan prihatin atas rencana Israel untuk menyerang Rafah, di mana lebih dari separuh penduduk Gaza berlindung di wilayah tersebut.

Keprihatinan merupakan hal yang penting, tetapi bila tidak dilakukan dengan langkah yang secara nyata dapat menghentikan agresi Israel yang biadab itu, maka jangan heran bila ada yang berpandangan bahwa berbagai pemimpin negara-negara di dunia hanya bisa melongo melihat genosida yang terus terjadi di Palestina.

 

Menlu Iran peringatkan Israel konsekuensi buruk akibat serang Rafah
 
Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian pada Senin (12/2) memperingatkan perdana menteri Israel Benjamin Netanyahu akan "konsekuensi buruk" jika melakukan serangan lebih lanjut di Rafah, Gaza selatan.

"Memperluas cakupan kejahatan perang dan genosida rezim pendudukan Israel terhadap pengungsi Palestina di Rafah akan berdampak buruk bagi Tel Aviv,” ujar Abdollahian pada platform X.

Netanyahu memerintahkan tentara Israel untuk membuat rencana ganda mengevakuasi warga sipil dari Rafah, daerah yang ditinggal lebih dari 1,4 juta warga yang mengungsi dari perang, serta untuk mengalahkan "batalion Hamas" yang tersisa.

Para warga Palestina telah mengungsi ke Rafah seiring dengan serangan yang terus dilancarkan Israel di seluruh wilayah kantong Palestina itu sejak sejak 7 Oktober.

Rentetan pengeboman Israel telah menewaskan sedikitnya 28.340 orang dan menyebabkan kehancuran besar-besaran serta kelangkaan barang kebutuhan.

Perang Israel di Gaza membuat 85 persen penduduk di wilayah itu mengungsi di tengah keterbatasan makanan, air bersih dan obat-obatan, sementara 60 persen infrastruktur di wilayah kantong itu rusak atau hancur, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Sementara itu, Mahkamah Internasional (ICJ) pada Januari mengeluarkan perintah sementara bagi pemerintah Israel untuk menghentikan tindakan genosida dan mengambil langkah yang menjamin bahwa bantuan kemanusiaan sampai kepada warga sipil di Gaza.

Israel larang masuk pelapor khusus PBB untuk Palestina
 
Pelapor khusus PBB untuk Palestina Francesca Albanese pada Senin (12/2) menegur keras Israel karena melarangnya masuk ke negara Zionis itu.

Albanese menyebut hal itu sebagai contoh terbaru pelarangan pelapor khusus PBB sejak 2008 dan upaya untuk mengalihkan perhatian dari meningkatnya kekejaman di Gaza.

Pernyataan Albanese muncul di tengah laporan meningkatnya kekerasan di Gaza, terutama di kota bagian selatan, Rafah, di mana para warga sipil mencari perlindungan di tempat yang seharusnya aman, tetapi mereka mengalami pemboman yang menghancurkan.

"Israel melarangku masuk bukan berita baru: Israel melarang masuk semua pelapor khusus/oPt sejak 2008! Ini tidak boleh menjadi pengalihan dari kekejaman Israel di Gaza, yang mengalami tingkat kengerian baru dengan pemboman terhadap orang-orang di 'daerah aman' di Rafah," kata dia melalui platform X.

Mantan pejabat PBB dan aktivis hak asasi manusia Craig Mokhiber mendukung Albanese dengan membuat pernyataan di X: “Serangan tanpa henti terhadap pembela hak asasi manusia Francesca Albanese, Pelapor Hak Asasi Manusia PBB yang berani dan berprinsip di Palestina, terlihat jelas dan menjengkelkan."

"Sungguh memalukan bagi mereka yang ‘menembak pembawa pesan’ untuk mengalihkan perhatian dunia dari kejahatan Israel. Hal ini tidak akan berhasil," lanjut Mokhiber.

Israel telah memberi peringatan akan melakukan serangan darat di Rafah, tempat tinggal bagi lebih dari satu juta orang yang mencari perlindungan dari perang, untuk mengalahkan apa yang Israel katakan sebagai “batalion Hamas” yang tersisa.

Serangan yang direncanakan itu memicu kekhawatiran akan bencana kemanusiaan di Rafah.

Warga Palestina mencari perlindungan di Rafah ketika Israel menggempur wilayah kantong lainnya sejak serangan lintas batas oleh kelompok Palestina Hamas pada 7 Oktober.

Pemboman Israel yang terjadi kemudian telah menewaskan lebih dari 28.000 orang dan menyebabkan kehancuran massal dan kekurangan bahan-bahan kebutuhan pokok.

Perang Israel di Gaza telah menyebabkan 85 persen penduduk wilayah tersebut mengungsi di tengah kekurangan makanan, air bersih dan obat-obatan, sementara 60 persen infrastruktur di wilayah tersebut telah rusak atau hancur, menurut PBB.


Bunga Akan Turun, IMF Kini Sangat Yakin Ekonomi Dunia Bakal Soft Landing
 
Ekonomi global perlahan membaik. Dana Moneter Internasional (IMF) kini sangat yakin ekonomi dunia akan mengalami soft landing.
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva juga mengatakan, suku bunga juga akan mulai turun mulai pertengahan tahun ini.
“Kami sangat yakin bahwa perekonomian dunia kini siap untuk mencapai kondisi soft landing yang telah kami impikan,” kata Georgieva pada KTT Pemerintah Dunia di Dubai, Senin (12/2), seperti dikutip Reuters.
Mengenai prospek penurunan suku bunga di negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS), ia memperkirakan pada pertengahan tahun nanti suku bunga akan mengarah ke arah inflasi yang terjadi pada tahun lalu.


Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Minta Amerika Potong Bantuan ke Militer Israel
 
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell pada Senin (13/2) menyampaikan seruan kepada Amerika Serikat agar mengurangi pasokan senjata ke Israel. Langkah ini perlu dilakukan karena serangan Israel ke Gaza Palestina menyebabkan tingginya korban sipil.
Apalagi Borrell mengutip pernyataan Presiden Amerika Serikat Joe Biden pada pekan lalu yang mengatakan bahwa respons Israel terhadap serangan Hamas pada 7 Oktober terlalu berlebihan. Pejabat AS dan sekutu Barat lainnya telah berulang kali mengatakan terlalu banyak warga sipil yang terbunuh di Gaza akibat serangan militer pendudukan Israel.
“Yah, jika Anda yakin bahwa terlalu banyak orang yang terbunuh, mungkin Anda harus mengurangi jumlah senjata untuk mencegah begitu banyak orang terbunuh,” kata Borrell kepada wartawan setelah pertemuan para menteri bantuan pembangunan Uni Eropa di Brussels (12/1).
Menurut Borrell jika masyarakat internasional percaya bahwa serangan Israel ke penduduk sipil di Gaza Palestina ini adalah sebagai pembantaian, dan bahwa terlalu banyak orang yang terbunuh pada aksi militer itu, ma yang paling bisa dilakukan mungkin adalah harus memikirkan untuk mengurangi penyediaan senjata bagi Israel.
Borrell juga mencatat bahwa pengadilan Belanda pada hari Senin (12/1) memerintahkan pemerintah Belanda untuk memblokir semua ekspor suku cadang jet tempur F-35 ke Israel. Hal ini karena ada kekhawatiran bahwa suku cadang tersebut digunakan dalam pelanggaran hukum internasional dalam perang Gaza.
Borrell mengatakan bertentangan dengan negara-negara yang berulang kali menyatakan bahwa Israel membunuh terlalu banyak warga sipil di Gaza namun tidak melakukan tindakan nyata untuk mencegah pembunuhan tersebut.
Menanggapi ini, Israel bersikeras bahwa pihaknya mengambil tindakan ekstensif untuk melindungi warga sipil namun terpaksa melakukan operasi militer di wilayah sipil ketika Hamas, kelompok militan Palestina yang bertanggung jawab atas serangan 7 Oktober 2023.
Sekadar tahu, Amerika Serikat adalah penyedia senjata asing terpenting bagi Israel. Dana ini memberi Israel bantuan militer senilai US$ 3,8 miliar setiap tahunnya, mulai dari jet tempur hingga bom berkekuatan besar. Washington sejauh ini tidak mengindahkan permintaan masyarakat internasional untuk memotong bantuan kepada militer Israel tersebut.
Dalam sambutannya di Brussels, Borrell juga mengkritik tajam Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dengan mengatakan dia tidak mendengarkan permohonan untuk berbuat lebih banyak guna melindungi warga sipil.
"Semua orang pergi ke Tel Aviv, memohon 'tolong jangan lakukan itu, lindungi warga sipil, jangan bunuh begitu banyak'. Berapa banyak yang terlalu banyak? Apa standarnya?" kata Borrell, tampak marah dan emosional. “Netanyahu tidak mendengarkan (kepada) siapa pun.”
Borrell mengatakan Netanyahu telah menyerukan evakuasi warga sipil Palestina dari wilayah Rafah di Gaza – bagian terakhir dari wilayah kantong di mana orang-orang mendapatkan perlindungan – namun politisi veteran Spanyol itu mempertanyakan bagaimana hal ini bisa dilakukan.
"Mereka akan mengungsi? Ke mana? Ke bulan? Ke mana mereka akan mengevakuasi orang-orang ini?" dia berkata.

 


Gedung Putih Mendesak Israel untuk Menghentikan Perang di Gaza
 
Gedung Putih pada hari Senin (12/2) kembali mendesak Israel untuk segera mengupayakan penghentian perang di Gaza.
Amerika Serikat berharap berhentinya perang, meski dalam status gencatan senjata, bisa mempercepat pembebasan sandera Israel serta pengiriman bantuan kemanusiaan ke masyarakat Palestina.
Juru bicara keamanan nasional Gedung Putih, Jack Kirby, mengatakan bahwa beberapa kemajuan telah dicapai dalam negosiasi menuju gencatan senjata atau jeda kemanusiaan.
Di saat yang sama, Kirby juga mengakui masih banyak hal yang harus dilakukan untuk mencapai kesepakatan.
"Kami terus mendukung jeda kemanusiaan yang diperpanjang," tegas Kirby, dikutip Reuters.
Pernyataan Kirby ini keluar hanya sehari setelah Presiden AS, Joe Biden, berdialog melalui telepon dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, terkait serangan ke Rafah.
Dalam dialog itu, Biden mengatakan operasi militer di Rafah tidak boleh dilanjutkan jika Israel tidak memiliki rencana untuk melindungi warga sipil yang ada di sana.
Tentara Israel pada hari Senin melakukan operasi pembebasan dua orang sandera di Rafah. Dalam upayanya tersebut, tentara Israel membunuh 74 warga Palestina.
Dua orang tersebut diklaim termasuk dalam 250 orang yang ditangkap dalam serangan militan Hamas pada 7 Oktober di Israel yang memicu perang Israel di Gaza.
Warga di Rafah mengatakan, dua masjid dan beberapa bangunan tempat tinggal terkena serangan selama lebih dari satu jam. Serangan itu juga menghancurkan tenda-tenda tempat orang-orang berlindung.
Serangan Israel ke Gaza sejak Oktober 2023 telah menewaskan 28.340 warga Palestina dan melukai 67.984 orang lainnya. Ribuan orang lainnya masih belum terdata karena diyakini terkubur di bawah reruntuhan.

 

Israel Terancam Kehilangan Pasokan Suku Cadang Jet Tempur dari Belanda
 
Pengadilan Belanda mendesak pemerintahnya untuk menghentikan pengiriman suku cadang jet tempur F-35 ke Israel. Jet tempur jenis itu disebut digunakan militer Israel untuk menggempur Gaza sejak Oktober 2023.
Putusan tersebut disampaikan oleh pengadilan banding pada hari Senin (12/2). Pengadilan melihat ada risiko yang nyata bahwa suku cadang yang dikirim bisa memiliki andil dalam pelanggaran serius terhadap hukum kemanusiaan internasional.
Melansir Al Jazeera, pemerintah Belanda telah mengajukan banding atas perintah tersebut ke Mahkamah Agung.
Pemerintah beralasan, suku cadang senjata sangat penting bagi kemampuan Israel untuk melindungi diri dari ancaman di kawasan, termasuk dari Iran, Yaman, Suriah dan Lebanon.
Sejalan dengan pengadilan, organisasi HAM seperti Amnesty International dan Oxfam juga menuduh pemerintah terlibat dalam kejahatan perang dengan mempertahankan pengiriman.
Bulan Desember lalu, pengadilan mengatakan pemerintah mempunyai kebebasan yang besar dalam mempertimbangkan isu-isu politik dan kebijakan mengenai ekspor senjata.
Hal itu ditolak oleh pengadilan banding, yang menyatakan bahwa kekhawatiran politik dan ekonomi tidak mengalahkan risiko pelanggaran hukum perang.
Pengadilan banding kemudian memerintahkan pemerintah untuk memblokir semua ekspor suku cadang jet tempur ke Israel dalam waktu tujuh hari.
"Tidak dapat disangkal bahwa terdapat risiko yang jelas bahwa suku cadang F-35 yang diekspor digunakan untuk melakukan pelanggaran serius terhadap hukum kemanusiaan internasional," kata kata hakim Bas Boele dalam putusannya.
Belanda memiliki salah satu dari beberapa gudang regional tempat suku cadang jet tempur F-35 didistribusikan ke negara-negara berdasarkan permintaan.
Terkait masalah tersebut, pengacara pemerintah juga berpendapat bahwa Israel dapat dengan mudah mendapatkan suku cadang untuk F-35 di tempat lain jika fasilitas Belanda tidak memasoknya.

 

Militer Rusia Diduga Gunakan Rudal Hipersonik Zircon untuk Menyerang Ukraina
 
Militer Rusia diduga telah menggunakan rudal hipersonik Zircon dalam sebuah serangan terbaru ke Ukraina pekan lalu. Jika benar ini merupakan pertama kalinya Zircon terjun dalam perang Ukraina yang dimulai dua tahun lalu.
Oleksandr Ruvin, direktur Institut Penelitian Forensik Ilmiah Kyiv, mengatakan bahwa pihaknya telah menyelesaikan analisis awal terhadap pecahan rudal dari serangan Rusia pada 7 Februari.
Dalam pesannya di Telegram, Ruvin menjelaskan bahwa pihaknya melihat sejumlah karakteristik yang identik dengan Zircon dari pecahan rudal yang digunakan dalam serangan.
"Dalam hal ini, kita melihat elemen yang menjadi ciri khas rudal 3M22 Zircon. Bagian dan pecahan mesin dan mekanisme kemudi memiliki tanda khusus," tulisnya, dikutip Reuters.
Serangan itu menewaskan sedikitnya lima orang dan merusak bangunan tempat tinggal dan infrastruktur energi.
Ruvin tidak menyebutkan apakah senjata tersebut ditembakkan dari darat atau dari laut. Dirinya meyakini rudal tersebut dirakit baru-baru ini.
Kemampuan Rudal Hipersonik Zircon Rusia
Rudal Zircon dipercaya memiliki jangkauan mencapai 1.000 km dan mampu melesat setara 9 kali kecepatan suara.
Zircon awalnya dirancang sebagai senjata yang diluncurkan di laut dan versi yang diluncurkan di darat dikembangkan kemudian.
Para ahli militer percaya bahwa kecepatan hipersoniknya dapat mengurangi waktu reaksi pertahanan udara dan kemampuan untuk menyerang sasaran yang besar, dalam, dan keras.
Militer Rusia terakhir kali melakukan uji coba rudal Zirkon pada Juni 2022. Saat itu Presiden Rusia, Vladimir Putin, menyebut Zircon sebagai bagian dari sistem senjata generasi baru yang tak tertandingi.
Zircon dipercaya dapat menimbulkan tantangan tambahan bagi pertahanan udara Ukraina jika benar-benar mulai digunakan tahun ini.
Sejak invasinya dimulai dua tahun lalu, Rusia melakukan serangan udara menggunakan serangkaian rudal jarak jauh dan drone yang berbeda.

Share this Post