News Komoditi & Global ( Selasa, 9 September 2025 )

 

News  Komoditi & Global  (  Selasa,   9  September  2025  )

Harga Emas Global  Tembus Rekor Baru, Didukung Ekspektasi The Fed Pangkas Bunga

 

Harga emas melonjak menembus level US$ 3.600 per ounce untuk pertama kalinya pada Senin (8/9/2025), mencetak rekor baru setelah data tenaga kerja Amerika Serikat (AS) yang melemah memperkuat ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve pekan depan.

Harga emas spot naik 1,3% menjadi US$ 3.634,25 per ounce pada pukul 14.26 waktu setempat, setelah sempat menyentuh rekor tertinggi US$ 3.646,29. Sementara itu, kontrak emas berjangka AS untuk pengiriman Desember ditutup menguat 0,7% di US$ 3.677,40.

Menurut Peter Grant, Wakil Presiden dan Senior Metals Strategist di Zaner Metals, emas berpotensi melanjutkan penguatan menuju kisaran US$ 3.700–US$ 3.730 dalam waktu dekat.

Ia menilai pelemahan pasar tenaga kerja dan ekspektasi pemangkasan suku bunga berlanjut hingga awal 2026 bisa menjadi penopang harga emas.

Data ketenagakerjaan AS pada Agustus menunjukkan perlambatan signifikan pertumbuhan lapangan kerja.

Berdasarkan CME FedWatch, pelaku pasar kini menilai ada peluang 88% pemangkasan suku bunga 25 basis poin pada pertemuan The Fed bulan ini, dan sekitar 12% peluang pemangkasan lebih besar sebesar 50 basis poin.

Sepanjang tahun ini, harga emas sudah naik 37% setelah pada 2024 mencatat kenaikan 27%. Kenaikan ini didukung pelemahan dolar AS, akumulasi emas oleh bank sentral, kebijakan moneter yang longgar, serta meningkatnya ketidakpastian global.

Data resmi menunjukkan bank sentral China memperpanjang aksi beli emasnya hingga bulan ke-10 berturut-turut pada Agustus.

Sementara itu, imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun berada di titik terendah dalam lima bulan terakhir.

Investor kini menunggu rilis data harga produsen pada Rabu dan inflasi konsumen pada Kamis untuk mendapat petunjuk lebih lanjut mengenai arah kebijakan The Fed.

Analis pasar City Index dan FOREX.com, Fawad Razaqzada, menilai momentum bullish emas akan berlanjut jika data ekonomi AS terus melemah, seiring dengan pelemahan dolar dan imbal hasil obligasi. Namun, ia mengingatkan bila data menunjukkan ketahanan ekonomi, harga emas bisa terkoreksi dari level tingginya.

Selain emas, harga perak naik 0,8% menjadi US$ 41,29 per ounce, sempat menyentuh level tertinggi sejak September 2011. Platinum menguat 0,6% menjadi US$ 1.381,49, sementara paladium naik 2,1% ke US$ 1.132,87.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Wall Street Menghijau, Pasar Makin Yakin The Fed Segera Pangkas Suku Bunga

 

Bursa saham AS menguat karena keyakinan investor bahwa The Fed akan memangkas suku bunga pada pertemuan 17 September 2025 mendatang.

Bursa saham Amerika Serikat ditutup menguat pada perdagangan Senin (8/9/2025) waktu setempat seiring dengan keyakinan investor bahwa Federal Reserve akan segera memangkas suku bunga untuk menopang pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan data awal dari Reuters pada Selasa (9/9/2025), indeks S&P 500 naik 0,21% menjadi 6.495,15. Nasdaq menguat 0,45% ke level 21.798,70, sedangkan Dow Jones Industrial Average menguat 0,25% ke 45.514,95. Ekspektasi pemangkasan suku bunga semakin menguat setelah laporan ketenagakerjaan non-pertanian (nonfarm payrolls) pada Jumat lalu menunjukkan pelemahan pasar tenaga kerja AS. Laporan tersebut sebelumnya sempat menekan Wall Street dan memicu kekhawatiran perlambatan ekonomi terbesar dunia. Berdasarkan CME FedWatch Tool, pelaku pasar sepenuhnya memperkirakan pemangkasan suku bunga 25 basis poin pada pertemuan kebijakan The Fed yang berakhir 17 September. Probabilitas pemangkasan lebih besar, yakni 50 bps, masih terbatas sekitar 10%. “Fokus pasar saat ini ada pada keputusan The Fed pekan depan. Pasar sudah memperhitungkan pemangkasan 25 bps. Jika ada yang membeli karena berharap 50 bps, itu tidak akan terjadi,” ujar Jake Dollarhide, CEO Longbow Asset Management di Tulsa, Oklahoma. Sejumlah perusahaan sekuritas juga merevisi proyeksi mereka. Barclays kini memperkirakan tiga kali pemangkasan suku bunga masing-masing 25 bps pada 2025, dari sebelumnya dua kali. Sementara itu, Standard Chartered memperkirakan pemangkasan 50 bps pada September, naik dari proyeksi sebelumnya 25 bps.

Hilal The Fed Pangkas Suku Bunga Makin Jelas, Harga Emas Makin Berkilau Ini 3 Nama Calon Ketua The Fed Pilihan Donald Trump Pejabat The Fed Beri Sinyal Soal Pemangkasan Suku Bunga Dari sisi emiten, Broadcom melanjutkan reli sejak pekan lalu setelah memproyeksikan pertumbuhan signifikan dari pendapatan terkait kecerdasan buatan (AI). Kapitalisasi pasarnya kini mencapai US$1,6 triliun, menjadikannya perusahaan ketujuh paling bernilai di Wall Street. Sepanjang pekan ini, investor menantikan rilis data inflasi serta revisi data ketenagakerjaan acuan dari Bureau of Labor Statistics untuk melihat kondisi ekonomi AS lebih jelas dan menilai kemungkinan pemangkasan suku bunga yang lebih agresif. “Risiko perlambatan dari pasar tenaga kerja bisa mengalahkan tekanan inflasi, karena The Fed saat ini menilai inflasi akibat tarif hanya sebagai lonjakan harga sementara,” kata Jeff Schulze, Kepala Strategi Ekonomi dan Pasar Clearbridge Investments.

 

 

 

 

 

 

 

 

Jerman Terpukul Tarif AS: Ekspor Turun 0,6% di Juli 2025

 

Ekspor Jerman secara mengejutkan turun pada Juli 2025, terutama akibat anjloknya permintaan dari Amerika Serikat (AS) yang terpukul tarif impor.

Sementara produksi industri dalam negeri justru mengalami kenaikan.

Badan Statistik Federal Jerman melaporkan Senin (8/9/2025), ekspor negara dengan ekonomi terbesar di Eropa itu turun 0,6% dibanding bulan sebelumnya.

Angka ini jauh di bawah ekspektasi jajak pendapat Reuters yang memperkirakan kenaikan tipis 0,1%.

Ekspor ke Amerika Serikat anjlok 7,9% dibanding Juni. Padahal, pada 2024 AS menjadi mitra dagang terbesar Jerman dengan total perdagangan barang dua arah mencapai €253 miliar (US$297 miliar).

Pelemahan ini tidak lepas dari kebijakan AS yang memberlakukan tarif impor sebesar 15% untuk sebagian besar produk dari Uni Eropa, dalam kesepakatan yang dicapai pada Juli lalu untuk meredam risiko perang dagang lebih besar.

Sebaliknya, ekspor Jerman ke sesama negara Uni Eropa naik 2,5% pada Juli, sementara pengiriman ke negara di luar blok tersebut turun 4,5%.

Di sisi lain, data menunjukkan produksi industri Jerman naik 1,3% pada Juli dibanding bulan sebelumnya, lebih tinggi dari perkiraan analis sebesar 1,0%.

Namun, secara rata-rata tiga bulan (Mei–Juli), output industri masih 0,1% lebih rendah dibanding periode sebelumnya.

Data revisi juga menunjukkan, penurunan produksi pada Juni hanya 0,1% dibanding Mei, lebih baik dari estimasi awal minus 1,9%.

Perbaikan ini disebabkan adanya koreksi data dari salah satu perusahaan besar di sektor otomotif.

Meski demikian, pesanan industri Jerman justru kembali turun pada Juli untuk ketiga bulan berturut-turut, yakni anjlok 2,9% secara bulanan.

Sementara itu, impor turun tipis 0,1% dibanding Juni. Neraca perdagangan mencatat surplus €14,7 miliar pada Juli, menurun dari €15,4 miliar pada Juni dan €17,7 miliar pada Juli 2024.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PDB Arab Saudi Melesat 3,9% Kuartal II 2025: Bukan Minyak, Tapi Ini!

 

Produk domestik bruto (PDB) Arab Saudi tumbuh 3,9% pada kuartal II-2025, ditopang oleh kinerja sektor non-migas, menurut estimasi data resmi yang dirilis Otoritas Umum Statistik pada Senin (8/9/2025).

Aktivitas non-migas naik 4,6% dibanding periode yang sama tahun lalu, dengan pertumbuhan tertinggi berasal dari sektor listrik, gas, dan air, disusul sektor keuangan, asuransi, serta jasa bisnis.

Pertumbuhan juga tercatat merata di seluruh sektor, termasuk sektor migas yang naik 3,8% dan aktivitas pemerintahan yang meningkat 0,6%.

Dibanding kuartal sebelumnya, aktivitas migas mencatat kenaikan terbesar, yakni 5,6%.

Sehari sebelumnya, Arab Saudi bersama anggota aliansi OPEC+ sepakat menambah produksi minyak mulai Oktober sebesar 137.000 barel per hari (bph).

Tambahan ini jauh lebih rendah dibanding kenaikan bulanan sekitar 555.000 bph pada Agustus–September dan 411.000 bph pada Juni–Juli.

Kenaikan pasokan tersebut telah mendorong harga minyak turun sekitar 15% sepanjang tahun ini.

Meski demikian, harga tidak jatuh drastis dan masih bertahan di kisaran US$65 per barel, ditopang sanksi Barat terhadap Rusia dan Iran.

Penurunan harga minyak diperkirakan memberi tekanan pada ekonomi Saudi.

Dana Moneter Internasional (IMF) menyebut, Riyadh membutuhkan harga di atas US$90 per barel untuk menyeimbangkan anggaran fiskalnya.

Saat ini, Arab Saudi tengah menjalankan program transformasi ekonomi besar-besaran melalui Vision 2030, yang bertujuan mengurangi ketergantungan pada minyak dengan mendorong sektor pariwisata, hiburan, dan olahraga.

Pemerintah menggelontorkan miliaran dolar untuk mendukung agenda ini.

Defisit fiskal Arab Saudi tahun 2025 diproyeksikan sekitar 101 miliar riyal (US$27 miliar).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PM Jepang Shigeru Ishiba Mengundurkan Diri, Pasar Keuangan Bergejolak

 

Perdana Menteri Jepang, Shigeru Ishiba, resmi mengundurkan diri pada Minggu, hanya beberapa bulan setelah menjabat.

Ia menyatakan mundur sebagai bentuk tanggung jawab atas kekalahan telak koalisi berkuasa dalam pemilu, yang mengakibatkan hilangnya mayoritas di kedua majelis parlemen.

Meningkatnya biaya hidup menjadi salah satu faktor utama kemarahan publik, yang memicu penurunan dukungan terhadap pemerintahan Ishiba.

Sebagai langkah lanjutan, Partai Liberal Democratic Party (LDP)—partai yang hampir selalu memimpin Jepang sejak era pascaperang—akan menggelar pemilihan darurat ketua partai pada 4 Oktober 2025.

Gejolak Pasar Keuangan

Keputusan mundurnya Ishiba langsung mengguncang pasar keuangan Jepang. Yen melemah, sementara imbal hasil obligasi jangka panjang menyentuh rekor tertinggi.

Investor khawatir kandidat pengganti Ishiba akan mendorong kenaikan belanja pemerintah, yang berpotensi memperburuk kondisi fiskal Jepang sebagai negara dengan utang publik terbesar di antara negara maju.

Di sisi kebijakan moneter, ketidakpastian politik diperkirakan akan menunda rencana Bank of Japan (BOJ) untuk menaikkan suku bunga. Probabilitas kenaikan suku bunga pada Oktober turun drastis, dari 46% menjadi hanya sekitar 20% dalam sepekan terakhir.

Kandidat Kuat Pengganti Ishiba

Beberapa tokoh besar LDP sudah mulai menyatakan niat maju. Mantan Menlu Toshimitsu Motegi (69) menegaskan pentingnya persatuan partai dalam menghadapi krisis. Sementara itu, Yoshimasa Hayashi, Kepala Sekretaris Kabinet, juga disebut siap mencalonkan diri.

Namun, sorotan utama tertuju pada dua figur populer:

Sanae Takaichi (64), politisi senior LDP yang dikenal berpandangan konservatif dan nasionalis. Jika terpilih, ia akan menjadi perdana menteri perempuan pertama Jepang.

Shinjiro Koizumi (44), putra mantan PM Junichiro Koizumi. Ia sebelumnya menjabat Menteri Pertanian di bawah Ishiba, dan berpotensi menjadi PM termuda Jepang di era modern.

Keduanya menempati posisi kedua dan ketiga dalam pemilihan ketua LDP pada September 2024, sehingga diyakini persaingan kali ini akan menjadi head-to-head antara Takaichi dan Koizumi.

Dampak Politik dan Hubungan Internasional

Bagi investor, Takaichi menjadi figur paling berpengaruh. Ia menolak kebijakan kenaikan suku bunga BOJ dan mendorong peningkatan belanja negara untuk menopang pertumbuhan ekonomi. Namun, sikap politiknya berpotensi memperburuk hubungan dengan Tiongkok.

Takaichi dikenal kerap mengunjungi Kuil Yasukuni, simbol kontroversial yang dianggap Beijing sebagai bentuk glorifikasi militerisme Jepang.

Awal tahun ini, ia juga mengunjungi Taiwan, dan bahkan menyuarakan gagasan pembentukan “aliansi kuasi-keamanan” antara Jepang, Taiwan, dan mitra lain untuk menghadapi ancaman regional.

Menurut Jeffrey Hall, dosen Kajian Jepang di Kanda University of International Studies, pencalonan Takaichi bisa membuat Beijing bersikap lebih keras terhadap Tokyo.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Chevron Siapkan Investasi Kilang Minyak dan Petrokimia Jumbo di Korsel

 

Chevron berencana untuk berinvestasi besar-besaran di Korea Selatan pada sektor penyulingan dan petrokimia. Hal ini diungkapkan salah seorang eksekutif perusahaan minyak besar AS tersebut pada Konferensi Perminyakan Asia Pasifik (APEC) pada hari Senin (8/9/2025).

"Jadi, akan ada tempat-tempat seperti Korea di mana kami berinvestasi besar-besaran di petrokimia dan peningkatan mutu minyak berat, dan kemudian akan ada kilang seperti di Singapura,” kata Brant Fish, Presiden Hilir Internasional Chevron seperti dikutip dari Reuters, Senin (8/9/2025).

Menurutnya, Chevron memilih untuk tidak melakukan investasi besar-besaran. Dengan begitu, perusahaan justru mendapatkan imbal hasil yang lebih baik di sebagian besar siklus pertumbuhan modal.

Asal tahu saja, selama ini Chevron beroperasi di Korea Selatan sebagai pemegang saham di GS Caltex Corp. Perusahaan migas ini menggenggam 50% saham perusahaan energi terbesar kedua di negara tersebut.

GS Caltex mengoperasikan salah satu kilang terbesar di dunia, yaitu Yeosu. Kemudian memiliki jaringan stasiun pengisian bahan bakar GS Caltex® yang luas. GS Caltex adalah merek dagang terdaftar dari GS Caltex Corporation.

Selanjutnya, Chevron bergerak di bisnis petrokimia melalui operasi GS Caltex, Chevron Korea Inc., dan perusahaan patungan Chevron Oronite Co. Sementara Chevron Aviation memasok bahan bakar penerbangan untuk maskapai komersial dan penerbangan umum di bandara-bandara besar di Korea Selatan.

Selain itu, Chevron memiliki kontrak dengan galangan kapal dan galangan fabrikasi Korea Selatan untuk membangun infrastruktur berkualitas tinggi secara aman dan efisien guna mengembangkan sumber daya energi di seluruh dunia. Chevron telah melakukan investasi signifikan di Korea Selatan untuk merancang dan mengontrak fasilitas pemrosesan minyak dan gas serta kapal yang digunakan untuk mengangkut LNG, minyak mentah, dan produk minyak bumi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Miliarder AS Nikmati Tarif Pajak Lebih Rendah Dibanding Warga Biasa

 

Sebuah studi terbaru menemukan bahwa para miliarder Amerika Serikat membayar pajak dengan tarif lebih rendah dibandingkan rata-rata masyarakat.

Mengutip eVnExpress, penelitian yang dilakukan oleh ekonom dari University of California, Berkeley dan dipublikasikan oleh National Bureau of Economic Research (NBER) mengungkap bahwa individu dalam daftar Forbes 400, termasuk CEO Tesla Elon Musk dan pendiri Amazon Jeff Bezos, hanya membayar rata-rata tarif pajak efektif sebesar 24% pada periode 2018–2020.

Sebagai perbandingan, kelompok pembayar pajak lainnya menanggung tarif pajak rata-rata sekitar 30%.

Mengapa Pajak Miliarder Lebih Rendah?

Studi ini menghitung tarif pajak dengan mempertimbangkan seluruh pajak penghasilan, serta pajak perusahaan yang dibayarkan oleh bisnis yang dimiliki kaum terkaya.

Menurut ekonom Gabriel Zucman dan Emmanuel Saez, pendapatan ekonomi kaum superkaya pada dasarnya adalah laba dari perusahaan yang mereka miliki. Misalnya, Jeff Bezos yang memiliki sekitar 10% saham Amazon, berarti pendapatan ekonominya setara dengan 10% laba Amazon.

Namun, karena capital gain (keuntungan dari penjualan saham, obligasi, properti, dan aset lainnya) serta pendapatan bisnis dikenakan tarif pajak yang lebih rendah dibanding pajak penghasilan tertinggi dari gaji, para miliarder memperoleh keringanan besar.

Selain itu, selama saham tidak dijual, pemiliknya tidak berkewajiban membayar pajak atas kekayaan tersebut. Hal ini membuat sistem pajak progresif di AS dinilai kurang efektif jika diterapkan pada kelas miliarder.

Siapa yang Menanggung Pajak Terbesar?

Meski demikian, data dari Internal Revenue Service (IRS) menunjukkan bahwa kelompok kaya tetap menanggung sebagian besar beban pajak di AS:

1% teratas pembayar pajak (berpenghasilan di atas US$663.000 per tahun) menyumbang sekitar 40% dari total pajak penghasilan federal individu.

50% teratas membayar 97% dari total pajak penghasilan.

50% terbawah hanya berkontribusi sekitar 3%.

Dorongan untuk Pajak Kekayaan (Wealth Tax)

Temuan mengenai 400 orang terkaya di Amerika Serikat memperkuat argumen bahwa pajak kekayaan diperlukan untuk mengurangi kesenjangan.

“Wealth tax adalah cara paling langsung dan efektif untuk menargetkan kaum ultra-kaya dan meningkatkan progresivitas pajak di level teratas,” ujar Saez.

Di sisi lain, kebijakan pajak terbaru Presiden Donald Trump justru memberikan keuntungan lebih besar bagi kaum kaya. Pada awal Juli 2025, Trump menandatangani apa yang ia sebut sebagai “big, beautiful bill”, yang berisi sejumlah keringanan pajak baru maupun perpanjangan fasilitas lama.

Salah satu kebijakan menonjol adalah kenaikan batas pengecualian pajak warisan dari sekitar US$14 juta menjadi US$15 juta per orang, yang terutama menguntungkan keluarga miliarder.

 

 

 

 

Perang Ukraina Memanas, Trump Isyaratkan Sanksi Fase Kedua untuk Rusia

 

Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Minggu menyatakan siap melangkah ke fase kedua sanksi terhadap Rusia.

Pernyataan ini menjadi sinyal terkuat sejauh ini bahwa Washington dapat segera memperketat tekanan terhadap Moskow maupun negara-negara pembeli minyak Rusia di tengah perang Ukraina.

“Ya, saya siap,” ujar Trump saat ditanya wartawan di Gedung Putih mengenai rencana fase kedua sanksi. Namun, ia tidak merinci bentuk sanksi yang dimaksud maupun kapan kebijakan itu akan diberlakukan.

Upaya Hentikan Perang yang Berlarut

Trump sebelumnya kerap mengancam akan menjatuhkan sanksi lebih keras terhadap Rusia, tetapi menundanya dengan alasan masih berupaya mendorong jalur diplomasi.

Sejak menjabat Januari 2025, ia berulang kali menyatakan yakin bisa mengakhiri perang Ukraina secara cepat. Namun hingga kini, pertempuran masih terus berlanjut.

Ketidakpuasan ini tampak dalam komentar Trump beberapa hari lalu. Ia membela langkah-langkah yang sudah diambil, termasuk pengenaan tarif hukuman terhadap ekspor India ke AS pada Juli lalu. India diketahui sebagai salah satu pembeli utama energi Rusia setelah banyak negara Barat mengurangi impor mereka.

 “Itu sudah merugikan Rusia ratusan miliar dolar,” tegas Trump.

“Apakah Anda menyebut itu tanpa aksi? Dan saya belum melakukan fase dua atau fase tiga.” tambahnya.

Sanksi Sekunder Jadi Pertimbangan

Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, pada Minggu menambahkan bahwa Washington bersama Uni Eropa tengah mengkaji opsi menjatuhkan sanksi sekunder berupa tarif tambahan terhadap negara-negara yang masih membeli minyak Rusia.

“Dengan cara itu, kami bisa mendorong ekonomi Rusia ke tepi jurang dan memaksa Presiden Vladimir Putin kembali ke meja perundingan,” ujarnya.

Langkah ini berpotensi memperluas dampak geopolitik, mengingat China saat ini merupakan pembeli utama energi Rusia, di samping India.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pangsa Pasar Tesla di AS Anjlok ke Level Terendah dalam 8 Tahun Terakhir

 

Pangsa pasar Tesla (TSLA.O) di Amerika Serikat jatuh ke titik terendah dalam hampir delapan tahun pada Agustus 2025.

Berdasarkan data awal dari Cox Automotive yang dibagikan eksklusif kepada Reuters, Tesla hanya menguasai 38% penjualan mobil listrik (EV) di AS, untuk pertama kalinya turun di bawah 40% sejak Oktober 2017.

Turunnya pangsa pasar ini menegaskan ancaman dari semakin banyaknya produsen mobil yang meluncurkan EV baru dengan insentif menarik, sementara Tesla masih mengandalkan lini produk lama yang dipimpin oleh CEO Elon Musk.

Laju Pasar EV dan Tekanan bagi Tesla

Penjualan EV di AS melonjak lebih dari 24% secara bulanan pada Juli menjadi 128.268 unit, didorong oleh insentif serta menjelang berakhirnya kredit pajak federal senilai US$7.500.

Meski Tesla juga mencatat kenaikan penjualan sebesar 7% menjadi 53.816 unit, pangsa pasarnya tetap merosot dari 48,7% di Juni menjadi 42% di Juli, penurunan paling tajam sejak Maret 2021.

Pada Agustus, pertumbuhan Tesla semakin melambat, hanya 3,1%, sementara pasar EV secara keseluruhan tumbuh 14%.

Produk Baru Minim, Fokus Beralih ke Robot dan AI

Sementara para pesaing agresif meluncurkan model EV baru, Tesla justru mengalihkan fokus ke robotaksi dan robot humanoid, bahkan menunda atau membatalkan rencana untuk model EV dengan harga lebih terjangkau.

Produk terbaru Tesla, Cybertruck yang diluncurkan pada 2023, gagal menandingi kesuksesan Model 3 dan Model Y.

Meski Tesla merilis penyegaran untuk Model Y — yang pernah menjadi mobil terlaris di dunia — perubahan tersebut dinilai tidak sesuai ekspektasi. Kondisi ini membuat Tesla berpotensi mencatat penurunan penjualan dua tahun berturut-turut.

“Ketika Anda adalah perusahaan mobil, tidak menghadirkan produk baru berarti pangsa pasar akan tergerus,” ujar Stephanie Valdez Streaty, Direktur Riset Industri Cox, kepada Reuters.

Persaingan dari Produsen Mobil Tradisional

Raksasa otomotif seperti Hyundai, Honda, Kia, dan Toyota berhasil memanfaatkan momentum dengan menawarkan insentif lebih tinggi dibanding Tesla, sehingga mampu meningkatkan penjualan EV antara 60% hingga 120% pada Juli.

Kasus nyata datang dari konsumen di San Francisco Bay Area, Topojoy Biswas, yang awalnya berniat membeli Toyota Camry.

Namun, ia akhirnya memilih Volkswagen ID.4 berkat penawaran sewa menarik, bebas uang muka, bunga 0%, serta bonus pengisian cepat gratis. Hasilnya, penjualan Volkswagen melonjak lebih dari 450% pada Juli dibanding bulan sebelumnya.

Tantangan Finansial dan Strategi Musk

Dengan margin keuntungan yang semakin tertekan akibat pemangkasan harga, Tesla menghadapi dilema: menjaga volume penjualan dengan insentif besar yang merusak profit, atau mempertahankan margin dengan risiko kehilangan pangsa pasar.

Meski begitu, banyak nilai Tesla masih bertumpu pada strategi jangka panjang Musk dalam bidang robotik dan kecerdasan buatan. Bahkan, dewan direksi baru-baru ini mengusulkan paket kompensasi senilai US$1 triliun untuk Musk, yang dikaitkan dengan target valuasi Tesla mencapai US$8,5 triliun dalam satu dekade.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Era Baru Mobil Listrik (EV): Tesla Terancam, Produsen Lain Kuasai Pasar Agustus!

 

Pangsa pasar Tesla di Amerika Serikat (AS) turun ke level terendah hampir delapan tahun pada Agustus.

Konsumen beralih ke mobil listrik (EV) dari rival yang kian banyak dibandingkan jajaran produk lama Tesla, menurut data dari firma riset Cox Automotive yang dibagikan eksklusif kepada Reuters, Senin (8/9/2025).

Tesla, yang pernah menguasai lebih dari 80% pasar EV AS, hanya menyumbang 38% dari total penjualan EV di Amerika pada Agustus.

Ini pertama kalinya pangsa pasar Tesla turun di bawah 40% sejak Oktober 2017, ketika produksi Model 3 baru mulai meningkat.

Penurunan ini menyoroti tekanan dari produsen mobil lain yang meningkatkan insentif EV pada saat industri menghadapi tantangan.

Para analis memperkirakan lonjakan penjualan EV akan berlanjut hingga September, lalu menurun ketika kredit pajak federal berakhir, menambah tekanan finansial bagi Tesla dan produsen lain.

Sementara pesaing meluncurkan model EV baru, Tesla lebih fokus pada pembangunan robotaxi dan robot humanoid, menunda dan membatalkan rencana model EV yang lebih terjangkau.

Stephanie Valdez Streaty, Direktur Industri Insight Cox Automotive, mengatakan: “Mereka ingin diposisikan sebagai perusahaan robotika dan AI. Tapi ketika Anda perusahaan mobil dan tidak punya produk baru, pangsa pasar akan mulai menurun.”

Data Cox menunjukkan pada Juli, pangsa pasar Tesla turun menjadi 42% dari 48,7% di Juni, penurunan terbesar sejak Maret 2021, saat Ford meluncurkan Mustang Mach-E.

Penjualan EV baru melonjak lebih dari 24% secara bulanan pada Juli menjadi 128.268 unit, terdorong oleh berakhirnya kredit pajak US$7.500 dan berbagai promosi menarik.

Tesla mencatat kenaikan penjualan 7% menjadi 53.816 unit, meski pangsa pasarnya turun. Pada Agustus, pertumbuhan Tesla melambat menjadi 3,1%, sementara pasar secara keseluruhan tumbuh 14%.

Persaingan semakin sengit. Hyundai, Honda, Kia, dan Toyota menawarkan insentif lebih tinggi dari Tesla, meningkatkan penjualan EV hingga 60%-120% dan menambah pangsa pasar mereka.

Streaty menambahkan, “Produsen lama ini memanfaatkan urgensi pasar, dengan penawaran menarik untuk kendaraan mereka – dan ini berhasil. Momentum ini kemungkinan akan berlanjut hingga September.”

Bahkan konsumen pun merasakan persaingan ketat. Topojoy Biswas, pekerja teknologi di San Francisco Bay Area, memilih Volkswagen ID.4 alih-alih Toyota Camry karena penawaran leasing menarik dan gratis pengisian cepat.

Sementara penjualan Volkswagen naik lebih dari 450% pada Juli dibanding bulan sebelumnya.

“Itu terasa seperti penawaran terbaik di pasar,” kata Biswas.

 

 

 

 

 

 

Laba BYD Anjlok 30%, Target Jual 2025 Dipangkas 16%!

 

Raksasa kendaraan listrik asal China, BYD, memangkas target penjualannya untuk tahun 2025 hingga 16% menjadi 4,6 juta unit.

Dua sumber Reuters yang mengetahui hal ini menyebutkan, langkah tersebut menandai perlambatan pertumbuhan tahunan BYD yang paling lambat dalam lima tahun terakhir.

Padahal, pada Maret lalu BYD sempat menargetkan penjualan 5,5 juta unit kendaraan. Namun angka tersebut terus direvisi turun dalam beberapa bulan terakhir.

Target terbaru itu sudah disampaikan kepada jajaran internal perusahaan dan sejumlah pemasok untuk kebutuhan perencanaan bisnis.

Meski begitu, sumber tersebut menegaskan target tersebut masih bisa berubah tergantung kondisi pasar. BYD sendiri belum memberikan komentar resmi terkait pemangkasan target ini.

Langkah pemangkasan target terjadi di tengah meningkatnya persaingan dengan kompetitor domestik seperti Geely Auto dan Leapmotor.

Pekan lalu, BYD juga melaporkan penurunan laba kuartalan sebesar 30% penurunan pertama dalam lebih dari tiga tahun.

Target baru BYD bahkan berada di bawah perkiraan analis. Deutsche Bank memperkirakan BYD akan membukukan penjualan 4,7 juta unit tahun ini, sementara Morningstar memperkirakan 4,8 juta unit.

Jika terealisasi, penjualan 4,6 juta unit hanya mencatat kenaikan 7% dibanding tahun lalu, sekaligus menjadi laju pertumbuhan paling lambat sejak 2020.

Sepanjang delapan bulan pertama 2025, BYD baru memenuhi sekitar 52% dari target awal 5,5 juta unit.

Selama beberapa tahun terakhir, BYD berhasil mentransformasi diri dari pemain baru menjadi salah satu produsen otomotif terbesar dunia dengan strategi produksi in-house yang menekan biaya.

Penjualan kendaraan listrik murni (EV) dan hibrida plug-in BYD melonjak sepuluh kali lipat dari 2020 hingga 2024, mencapai 4,3 juta unit, sejajar dengan General Motors dan Ford.

Namun kini tanda-tanda perlambatan semakin jelas, terutama di pasar domestik China yang menyumbang hampir 80% penjualan BYD.

Pasar otomotif Negeri Tirai Bambu sedang dilanda perang harga berkepanjangan, membuat BYD harus menahan ekspansi kapasitas pabrik dan memperlambat produksi sejak pertengahan tahun ini.

Pada segmen mobil ekonomi (harga di bawah 150.000 yuan atau setara US$ 21.000) yang menjadi tulang punggung penjualan domestik, BYD mencatat penurunan penjualan 9,6% pada Juli 2025 dibanding tahun sebelumnya.

Sebaliknya, Geely justru mencatat lonjakan penjualan hingga 90% di segmen yang sama. Geely pun optimistis menaikkan target penjualan tahunan menjadi 3 juta unit dari target sebelumnya 2,71 juta unit.

Produksi BYD juga turun dua bulan berturut-turut hingga Agustus, menandai kontraksi beruntun pertama sejak 2020.

 

 

 

 

 

 

Enam Warga Israel Ditembak Mati di Yerusalem Timur

 

Terjadi penembakan di halte bus di Yerusalem Timur yang menewaskan enam orang dan melukai beberapa lainnya. Dua pelaku disebut berasal dari Tepi Barat dan berhasil menerobos pengamanan Israel.

Jumlah korban terkini disampaikan Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar saat berkunjung ke Budapest. Saar berbicara melalui seorang penerjemah pada pengarahan bersama dengan Menteri Luar Negeri Hongaria Peter Szijjarto.

Pusat Medis Hadassah juga melaporkan kematian orang keenam dalam penembakan tersebut. Sebanyak 20 orang ikut terluka dalam insiden tersebut.

Seorang petugas keamanan dan seorang warga sipil menembak mati para pelaku setelah serangan yang menewaskan lima orang di Yerusalem Timur yang diduduki, kata polisi Israel. Polisi mengatakan pelaku penembakan tiba dengan kendaraan dan melepaskan tembakan ke terminal bus.

Para pejabat Israel telah menutup seluruh wilayah di mana serangan itu terjadi, dan pasukan keamanan mulai menggerebek wilayah-wilayah yang mungkin menjadi asal para penyerang.

Pihak berwenang Israel mengatakan kedua pelaku berasal dari daerah di Tepi Barat yang diduduki, tepat di sebelah barat Yerusalem Timur yang diduduki.

Mereka mengatakan keduanya bekerja bersama-sama dalam serangan ini dan melepaskan tembakan saat menaiki sebuah bus. Para saksi mengatakan salah satu dari mereka berpakaian seperti petugas tiket.

Serangan ini terjadi di dekat pemukiman ilegal Ramot, di utara Yerusalem Barat. Jika melihat Garis Hijau di peta, garis tersebut sebenarnya merembes ke Yerusalem Timur yang diduduki.

Permukiman ini dianggap ilegal menurut hukum internasional dan merupakan bangunan dan struktur yang melanggar hak-hak warga Palestina dan menghancurkan kesinambungan wilayah negara Palestina di masa depan.

Para pejabat Israel sekarang mencoba memahami bagaimana sebenarnya hal ini terjadi, dengan mengatakan bahwa mereka belum pernah melihat hal seperti ini terjadi selama bertahun-tahun, dan mengatakan bahwa penembakan seperti ini terakhir di wilayah Yerusalem terjadi pada November 2023.

Mereka mencoba mencari tahu bagaimana pelaku bisa melewati hambatan keamanan karena warga Palestina dari Tepi Barat yang diduduki tidak diperbolehkan masuk ke Yerusalem tanpa izin.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berada di wilayah lain di kota tersebut, untuk memberikan kesaksian dalam persidangan korupsi yang sudah berlangsung lama, namun kini dibatalkan. Netanyahu akan mengadakan penilaian situasi dan keamanan dengan kepala keamanan dan intelijen untuk mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Hamas dan Jihad Islam Palestina belum mengaku bertanggung jawab atas penembakan di Yerusalem namun telah menyatakan “selamat” atas serangan tersebut.

Hamas mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa penembakan itu adalah “respon alami terhadap kejahatan pendudukan dan genosida yang dilakukan terhadap rakyat kami”. Dikatakan bahwa serangan itu mengirimkan pesan yang jelas bahwa rencana Israel untuk “menduduki dan menghancurkan Kota Gaza dan menodai Masjid Al-Aqsa tidak akan berlalu tanpa hukuman”.

Kelompok tersebut mengatakan agresi Israel terhadap warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat yang diduduki “tidak akan melemahkan tekad rakyat kami dan perlawanan mereka” dan menyerukan serangan lebih lanjut di wilayah pendudukan.

Brigade al-Quds, sayap bersenjata Jihad Islam Palestina, mengatakan dalam sebuah pernyataan singkat bahwa penembakan itu adalah “respon alami dan sah terhadap kejahatan musuh Zionis yang sedang berlangsung” di wilayah Palestina.

Israel telah membuat sebagian warga Palestina merasa bahwa satu-satunya cara perlawanan mereka adalah kekerasan karena Israel telah melakukan yang terbaik untuk memastikan bahwa mereka tidak memiliki “model politik berkelanjutan”, menurut Ori Goldberg, seorang analis politik Israel yang berbasis di Tel Aviv.

"Banyak orang Israel bertanya di mana Nelson Mandela dari Israel saat ini, dan jawabannya adalah di kuburan atau di penjara Israel. Israel telah melakukan segala yang bisa dilakukan untuk menghentikan upaya apa pun dari pihak Palestina untuk mencoba dan mengeksplorasi jalan yang berbeda, jalan yang tidak penuh kekerasan seperti yang kita lihat saat ini," katanya, mengacu pada serangan di Yerusalem Timur.

Dia mengatakan bahwa meskipun faksi politik juga berperan dalam kegagalan politik Palestina, Israel “adalah pihak yang lebih kuat” dan memikul sebagian besar tanggung jawab.

“Israel telah melakukan segalanya untuk menghancurkan Otoritas Palestina, untuk menangkap setiap pemimpin politik yang mungkin menyetujui proses politik dengan Israel dan untuk menolak proses politik semacam itu dengan keras dan berulang kali di semua tingkat pemerintahan Israel,” katanya. “Jadi ketika Israel mencari jawaban mengapa hal ini terjadi saat ini, mereka harus mulai dengan mempertanyakan diri mereka sendiri.”

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Ini Tanggapan Keras Rusia Saat Mendengar Ancaman Sanksi Trump

 

Kremlin menyatakan bahwa sanksi yang dijatuhkan oleh negara-negara Barat terhadap Rusia "tidak berpengaruh".

Pernyataan ini dikeluarkan Rusia saat menanggapi ancaman Presiden AS Donald Trump yang menyatakan kesiapannya untuk memberlakukan tindakan tambahan terhadap Moskow menyusul serangan baru-baru ini terhadap Ukraina.

"Sanksi adalah agenda yang didukung oleh rezim Kyiv dan negara-negara Eropa. Mereka melakukan segalanya untuk membawa Washington ke dalam orbit mereka dan memberlakukan sanksi ini," ujar juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada jurnalis Rusia Alexander Yunashev pada Senin pagi, dalam sebuah wawancara yang dibagikan melalui Telegram.

Mengutip Time, menanggapi pernyataan Trump di luar Gedung Putih pada hari Minggu, Peskov menambahkan: "Akan lebih baik bagi kami untuk mencapai tujuan kami dan memastikan keamanan kami melalui metode politik dan diplomatik, tetapi ketika hal ini tidak mungkin dilakukan karena kurangnya timbal balik, kami melanjutkan Operasi Militer Khusus (SVO)."

Pembicaraan sanksi yang kembali mengemuka muncul setelah Rusia melancarkan serangan udara terbesarnya terhadap Ukraina sejak invasi negara itu pada tahun 2022.

Lebih dari 800 pesawat nirawak dan 13 rudal dilaporkan diluncurkan, menewaskan sedikitnya empat orang dan melukai lebih dari 44 lainnya.

Serangan tersebut menghantam sejumlah bangunan tempat tinggal di Kyiv, serta kantor pusat pemerintahan, kata Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pada hari Minggu.

Utusan Khusus AS untuk Ukraina, Keith Kellogg, mengatakan bahwa Rusia tampaknya meningkatkan ketegangan lewat serangan terbarunya.

"Serangan itu bukan sinyal bahwa Rusia ingin mengakhiri perang ini secara diplomatis," simpul Kellogg.

Dia menambahkan bahwa Trump sedang berupaya menghentikan perang ini.

"Pembunuhan seperti itu sekarang, ketika diplomasi sesungguhnya bisa saja sudah dimulai sejak lama, merupakan kejahatan yang disengaja dan perpanjangan perang. Telah berulang kali dikatakan di Washington bahwa sanksi akan menyusul penolakan untuk berunding," bantah Zelensky.

Serangan akhir pekan itu terjadi setelah Zelensky bergabung dengan perwakilan dari lebih dari 30 negara dalam pertemuan "Koalisi yang Bersedia" di Paris pada hari Kamis untuk membahas jaminan keamanan bagi Ukraina.

Trump, salah satu tokoh kunci yang menanggapi panggilan tersebut, menekankan kepada Koalisi bahwa Uni Eropa harus berhenti membeli minyak Rusia, dengan alasan kekhawatiran bahwa Uni Eropa mendanai perang tersebut.

Presiden juga menyatakan bahwa para pemimpin Eropa harus memberikan tekanan ekonomi kepada Tiongkok karena mendanai upaya perang Rusia.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

The Fed Berpeluang Pangkas Suku Bunga: Ini Ramalan Broker Besar di September 2025

 

Standard Chartered menggandakan prediksinya terkait pemangkasan suku bunga oleh The Fed menjadi 50 basis poin pada pertemuan kebijakan bulan ini, menyusul laporan ketenagakerjaan Agustus yang lebih lemah dari perkiraan.

Melansir Reuters Senin (8/9/2025), para trader kini memperkirakan kemungkinan 92,7% untuk pemangkasan 25 bps pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) tanggal 16-17 September, serta kemungkinan 7,3% untuk pemangkasan jumbo 50 bps, menurut data LSEG.

Perhatian juga tertuju pada data inflasi yang akan dirilis minggu ini, yang dapat mendorong pemangkasan lebih besar jika angka inflasi ternyata lebih tinggi dari perkiraan.

Laporan payroll yang mengecewakan ini juga memaksa beberapa perusahaan broker untuk meninjau ulang ekspektasi pemangkasan suku bunga.

BofA Global Research membalikkan proyeksinya menjadi pemangkasan 25 bps pada September dan Desember, dari sebelumnya yang tidak memperkirakan pengurangan bunga sama sekali tahun ini.

Barclays mengubah perkiraannya Jumat lalu untuk memasukkan pemangkasan 25 bps pada setiap pertemuan yang tersisa tahun ini.

Sementara Macquarie mempercepat ekspektasi pemangkasan Desember ke Oktober.

Berikut perkiraan pemangkasan suku bunga tahun 2025 dari beberapa broker besar:

Broker

Total Pemangkasan

Jumlah Pertemuan

Fed Funds Rate Akhir 2025

Citigroup

75 bps

3 (mulai September)

3,00–3,25%

Wells Fargo

75 bps

3 (mulai September)

3,50–3,75%

Goldman Sachs

75 bps

3 (mulai September)

3,50–3,75%

Macquarie

50 bps

2 (September & Oktober)

3,75–4,00%

J.P. Morgan

75 bps

3 (mulai September)

3,50–3,75%

Barclays

75 bps

3 (mulai September)

3,50–3,75%

Nomura

50 bps

2 (September & Desember)

3,75–4,00%

Morgan Stanley

50 bps

2 (September & Desember)

3,75–4,00%

Deutsche Bank

50 bps

2 (September & Desember)

3,75–4,00%

BofA Global Research

50 bps

2 (September & Desember)

3,75–4,00%

UBS Global Research

100 bps

Mulai September H1 2026

3,25–3,50%

BNP Paribas

50 bps

2 (September & Desember)

3,75–4,00%

HSBC

50 bps

2 (September & Desember)

3,75–4,00%

Standard Chartered

50 bps

September

3,75–4,00%

Para analis menilai bahwa pasar kini sepenuhnya menaruh taruhan pada pemangkasan suku bunga tahun ini, seiring melemahnya data ketenagakerjaan dan kekhawatiran perlambatan ekonomi AS.

 

Share this Post