News Komoditi & Global ( Senin, 4 Agustus 2025 )

News  Komoditi & Global

                                   (  Senin,  4  Agustus  2025  )

Harga Emas Global Melonjak ,  Efek Guncangan Tarif AS

 

 Harga emas global naik tajam pada Jumat (1/8). Hal ini terjadi meyusul pengumuman tarif hingga data ketenagakerjaan yang lebih lemah dari perkiraan mendorong ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed) Amerika Serikat (AS).

Dilansir dari Reuters, Senin (4/8), berikut ini adalah catatan pergerakan harga dari sejumlah komoditas utama logam mulia global:

Emas spot: naik 1,8% ke US$3.347,66

Emas berjangka: naik 1,5% ke US$3.399,80

Perak spot: naik 0,4% menjadi US$36,88

Platina: naik 1,2% ke US$1.304,91

Palladium: naik 1,4% ke US$1.208,05

Biro Statistik Ketenagakerjaan Amerika Serikat melaporkan bahwa nonfarm payrolls hanya bertambah 73.000 pekerjaan pada Juli, turun drastis dari revisi turun 14.000 pada Juni. Tingkat pengangguran naik ke 4,2%, dari 4,1% bulan sebelumnya.

“Angka ketenagakerjaan keluar di bawah ekspektasi, meski sedikit lebih baik dari perkiraan pasar sebelumnya. Ini meningkatkan kemungkinan bahwa bank sentral akan memangkas suku bunga di akhir tahun,” ujar Kepala Strategi Komoditas TD Securities, Bart Melek.

Pasar kini memperkirakan dua kali pemangkasan suku bunga oleh The Fed. Adapun mereka yakin bahwa pemangkasan pertama diprediksi terjadi pada bulan dari September.

Emas, sebagai aset tanpa imbal hasil (non-yielding), biasanya berkinerja baik dalam lingkungan suku bunga rendah.

“Kita berada di situasi dengan tekanan inflasi yang terus berlanjut dari sisi tarif dan upah, namun angka ketenagakerjaannya justru mengecewakan. Dalam situasi seperti ini, jika bank sentral memangkas suku bunga, dampaknya akan positif bagi emas,” ungkap Melek.

Adapun Presiden Amerika Serikat, Donald Trump meningkatkan permintaan terhadap aset safe haven melalui gelombang baru tarif terhadap ekspor dari puluhan negara, termasuk Kanada, Brasil, India, dan Taiwan.

Pengumumannya telah memicu kekhawatiran global dan mendorong negara-negara mitra dagang untuk menuntut kesepakatan baru. Kondisi ini memperkuat posisi emas sebagai aset lindung nilai di tengah ketidakpastian ekonomi dan geopolitik yang meningkat.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Harga Minyak Dunia Tergelincir, OPEC+ Setujui Kenaikan Produksi September

 

Harga minyak tergelincir pada awal perdagangan Asia, Senin (4/8/2025), setelah OPEC+ sepakat menaikkan produksi secara signifikan pada September mendatang.

Mengutip Reuters, harga minyak Brent turun 43 sen atau 0,62% ke level US$ 69,24 per barel pada pukul 22.18 GMT.

Sementara itu, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) melemah 39 sen atau 0,58% menjadi US$ 66,94 per barel.

Penurunan ini melanjutkan pelemahan sekitar US$ 2 per barel yang terjadi pada penutupan perdagangan Jumat lalu.

OPEC+ pada Minggu (3/8) sepakat menambah pasokan sebesar 547.000 barel per hari (bph) pada September, melanjutkan tren percepatan produksi guna merebut kembali pangsa pasar.

Keputusan ini diambil di tengah kekhawatiran pasar akan potensi gangguan pasokan yang berkaitan dengan konflik Rusia.

Langkah ini sekaligus menjadi pembalikan penuh dan lebih cepat dari gelombang pemangkasan produksi terbesar OPEC+ sebelumnya.

Selain itu, OPEC+ juga menyetujui peningkatan produksi terpisah bagi Uni Emirat Arab (UEA), sehingga total kenaikan mencapai sekitar 2,5 juta bph, atau setara 2,4% dari permintaan global.

Dalam pernyataan resmi, OPEC+ menyebutkan bahwa kondisi ekonomi yang sehat dan rendahnya persediaan menjadi alasan utama di balik keputusan tersebut.

Analis RBC Capital Markets, Helima Croft, dalam catatannya menyebutkan bahwa kenaikan produksi sejak April sebenarnya lebih kecil dari angka utama, dan sebagian besar disumbang oleh Arab Saudi dan UEA.

"Taruhan bahwa pasar mampu menyerap tambahan pasokan tampaknya membuahkan hasil bagi negara pemilik kapasitas cadangan musim panas ini. Harga minyak tidak terlalu jauh dari level sebelum kebijakan tarif dicabut," tulis Helima.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Arah Wall Street Pekan Ini: Investor Cermati Laporan Keuangan dan Potensi Tarif Baru

 

Wall Street diperkirakan masih berpeluang menguat pekan ini, didukung laporan laba emiten teknologi dan AI, meskipun sentimen pasar dibayangi kekhawatiran tarif baru dan potensi volatilitas musiman. Melansir Reuters pada Senin (4/8/2025), hingga Kamis pekan lalu, sebanyak 297 perusahaan dalam indeks S&P 500 telah melaporkan kinerjanya. Berdasarkan data LSEG, pertumbuhan laba kuartal II secara tahunan kini diperkirakan mencapai 9,8%, naik signifikan dari proyeksi awal sebesar 5,8% pada 1 Juli. Pada pekan ini, investor akan mencermati laporan keuangan sejumlah emiten besar anggota Dow Jones Industrial Average seperti Disney, McDonald’s, dan Caterpillar untuk mengukur kekuatan ekonomi secara lebih luas. Jika hasilnya kuat, indeks Dow yang saat ini diperdagangkan mendekati rekor tertingginya pada Desember, berpeluang mencetak rekor baru. Sekitar 81% perusahaan telah mencatatkan laba di atas ekspektasi analis, lebih tinggi dari rata-rata empat kuartal sebelumnya yang sebesar 76%. “Musim laporan keuangan kali ini jelas lebih baik dari perkiraan,” ujar Art Hogan, Kepala Strategi Pasar di B. Riley Wealth, Boston. Kinerja kuat emiten memberikan napas segar bagi investor setelah kuartal sebelumnya dibayangi sentimen negatif akibat ancaman tarif dan kekhawatiran melambatnya pertumbuhan ekonomi.

Wall Street Ditutup Merah, Investor Cermati Data Ekonomi serta Kinerja Apple dan Amazon Trump Pecat Kepala Biro Statistik Tenaga Kerja AS Usai Ungkap Data Penyerapan Rendah Donald Trump Kirim Kapal Selam Nuklir ke Rusia, Siap-siap Perang Dunia III? Tim Ghriskey, Senior Portfolio Strategist di Ingalls & Snyder, New York menyebut, hasil kuartal I/2025 cukup variatif dan ada sejumlah data ekonomi yang meragukan, sehingga pasar sempat menahan diri. “Tapi kuartal kedua terlihat sebagai titik balik,” jelasnya. Khususnya, kinerja perusahaan yang terkait dengan tema AI — yakni keyakinan bahwa AI akan menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi dan laba korporasi di masa depan — menjadi penopang utama sentimen positif, menurut analis dan pelaku pasar. Ghirskey melanjutkan, secara keseluruhan, saham-saham berkapitalisasi besar di sektor teknologi, pertumbuhan, dan AI menjadi pendorong utama hasil laporan keuangan. “Dan memang di sinilah kami ingin berinvestasi. Eksposur kami terhadap saham sudah maksimal dan kami cukup nyaman dengan itu," jelasnya. Namun, tren ini sempat terganggu di awal tahun setelah munculnya DeepSeek, startup AI asal China yang memicu kekhawatiran akan meningkatnya persaingan dan potensi tergesernya dominasi raksasa teknologi seperti Nvidia. Meski begitu, hasil keuangan kuat dari Microsoft dan Meta Platforms meyakinkan kembali investor bahwa investasi besar di sektor AI mulai membuahkan hasil. Analis di Macro Hive, Viresh Kanabar, menilai kekhawatiran terhadap permintaan AI terlalu dibesar-besarkan. Kegelisahan di awal tahun membuat banyak investor mengurangi eksposur terhadap saham, terutama pada saham pertumbuhan berisiko tinggi. Meskipun pasar telah pulih — indeks S&P 500 telah naik sekitar 6% sepanjang tahun ini dan mendekati rekor tertinggi — investor institusional masih bersikap hati-hati. Menurut estimasi Deutsche Bank, posisi kepemilikan saham saat ini masih tergolong netral ke overweight ringan. Para analis menyebutkan bahwa kekuatan laba dari saham teknologi dan AI berpotensi menarik kembali arus modal dan mendorong reli lebih lanjut dalam beberapa pekan ke depan. “Jika Anda ingin mengalahkan benchmark dan sebelumnya underweight pada saham-saham AI, maka sekarang Anda harus mulai mengejar,” ujar Hogan dari B. Riley Wealth. Setelah mencatatkan kenaikan 2,2% sepanjang Juli, pasar kemungkinan akan menghadapi volatilitas dalam dua bulan ke depan yang secara historis cenderung fluktuatif. Hogan menyebut Agustus biasanya menjadi awal dari pergerakan pasar yang lebih bergejolak dan memuncak pada Oktober. Bulan Agustus dibuka dengan aksi jual tajam pada Jumat, dipicu oleh pengumuman tarif baru AS terhadap puluhan mitra dagang serta laporan keuangan Amazon yang mengecewakan. Ditambah lagi, laporan ketenagakerjaan AS yang lebih lemah turut menambah sentimen penghindaran risiko. Namun, Hogan menilai koreksi jangka pendek ini justru menjadi peluang beli, terutama untuk saham teknologi berkapitalisasi besar. Dengan nama-nama besar seperti Alphabet, Microsoft, Nvidia, Meta Platforms, dan Amazon yang menguasai sekitar seperempat bobot indeks S&P 500, keberlanjutan reli saham AI menjadi indikator penting bagi arah pasar secara keseluruhan. “Kami tidak menyangkal bahwa ada kelemahan di sektor lain dalam perekonomian,” kata Kanabar dari Macro Hive. Meski demikian, dia menilai pada level indeks, dominasi perusahaan-perusahaan besar ini membuat sektor lain menjadi kurang relevan untuk saat ini.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Donald Trump Gusar Makin Banyak Negara Ingin Akui Palestina

 

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald John Trump gusar dengan terus bertambahnya negara yang berencana mengakui negara Palestina di Sidang Majelis Umum PBB pada September 2025. Setelah Prancis, Inggris, dan Kanada, kini Portugal menjadi negara keempat yang telah mengumumkan rencana tersebut.

Juru Bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, mengungkapkan, Trump tidak suka dan tidak setuju atas rencana beberapa negara, termasuk Inggris dan Prancis, yang hendak mengakui negara Palestina. "Beliau merasa hal itu menguntungkan Hamas di saat Hamas merupakan hambatan nyata bagi gencatan senjata dan pembebasan semua sandera," ucap Leavitt, dikutip dari Anadolu Agency, Kamis (31/7/2025).

Ketika ditanya tentang laporan tentang negosiasi AS dengan Hamas berpotensi dihentikan, Leavitt menegaskan kembali sikap Trump. Dia mengatakan, cara tercepat untuk menghentikan pertempuran di Jalur Gaza adalah Hamas menyerah, membebaskan semua sandera, lalu mengakhiri konflik.

"Dan itulah yang ingin dilihat Presiden. Beliau telah menjelaskannya dengan sangat jelas," ujar Leavitt.

Dia mengungkapkan, Utusan Khusus Presiden AS, Steve Witkoff, akan mengunjungi Gaza, Palestina pada Jumat (1/8/2025) untuk memeriksa lokasi distribusi makanan. Witkoff bakal didampingi Duta Besar AS untuk Israel, Mike Huckabee.

"Besok, Utusan Khusus Witkoff dan Duta Besar Huckabee akan melakukan perjalanan ke Gaza untuk memeriksa lokasi distribusi saat ini dan memastikan rencana untuk mengirimkan lebih banyak makanan serta bertemu dengan warga Gaza setempat untuk mendengar langsung situasi mengerikan ini di lapangan," ucap Leavitt.

Menurut dia, Witkoff dan Huckabee telah melakukan pertemuan dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Kamis. Leavitt menyebut, pertemuan mereka sangat produktif.

"Utusan Khusus dan Duta Besar akan memberikan pengarahan kepada Presiden segera setelah kunjungan mereka untuk menyetujui rencana akhir distribusi makanan dan bantuan ke wilayah tersebut (Gaza)," kata Leavitt. Dia menambahkan, Gedung Putih akan memberikan rincian lebih lanjut setelah rencana itu disetujui dan diresmikan Trump.

Akui Palestina

Sejumlah negara telah mengumumkan rencana mengakui negara Palestina pada September mendatang. Portugal, Inggris, Prancis, dan Kanada termasuk yang sudah menyampaikan rencananya mengakui Palestina.

"(Portugal) sedang mempertimbangkan pengakuan negara Palestina, sebagai bagian dari prosedur yang dapat diselesaikan selama pekan tingkat tinggi Sidang Umum PBB ke-80, yang akan diselenggarakan di New York pada bulan September," demikian bunyi pernyataan yang dirilis Kantor Perdana Menteri (PM) Portugal, Kamis (31/7/2025).

PM Portugal mengungkapkan, rencana pengakuan negara Palestina muncul setelah melalui berbagai kontak dengan para mitra negara tersebut. Portugal pun menyoroti perkembangan konflik di Jalur Gaza yang sangat mengkhawatirkan. "Baik dari perspektif kemanusiaan maupun melalui referensi berulang tentang kemungkinan aneksasi wilayah Palestina (oleh Israel)," katanya.

Sebelumnya Perdana Menteri Inggris Keir Starmer telah mengumumkan bahwa Inggris akan mengakui negara Palestina pada September mendatang. Selama ini, Inggris dikenal sebagai sekutu dekat Israel.

"Saya bisa mengonfirmasi bahwa Inggris akan mengakui Negara Palestina di Majelis Umum PBB pada September, kecuali Pemerintah Israel mengambil langkah-langkah substantif untuk mengakhiri situasi mengerikan di Gaza, menyetujui gencatan senjata, dan berkomitmen kepada sebuah perdamaian jangka panjang demi memungkinkan prospek solusi dua negara," kata Starmer dalam pernyataan resminya pada Selasa (29/7/2025).

Pekan lalu, Presiden Prancis Emmanuel Macron telah membuat pengumuman serupa. "Sejalan dengan komitmen historisnya terhadap perdamaian yang adil dan abadi di Timur Tengah, saya telah memutuskan bahwa Prancis akan mengakui Negara Palestina. Saya akan menyampaikan pengumuman khidmat ini di hadapan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada bulan September mendatang," kata Macron lewat akun X resminya pada 25 Juli 2025 lalu.

Dia mengungkapkan, prioritas mendesak saat ini adalah mengakhiri perang di Jalur Gaza, kemudian menyalurkan bantuan kepada masyarakat di sana. "Kita membutuhkan gencatan senjata segera, pembebasan semua sandera, dan bantuan kemanusiaan besar-besaran bagi rakyat Gaza. Kita juga harus memastikan demiliterisasi Hamas, mengamankan dan membangun kembali Gaza," ucap Macron.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Swedia Pertimbangkan Beri Sanksi Menteri-Menteri Israel Terkait Blokade Bantuan ke Gaza

 

Swedia sedang mempertimbangkan untuk menjatuhkan sanksi kepada menteri-menteri Kabinet Israel yang berhaluan kanan ekstrem sebagai tanggapan atas krisis kemanusiaan yang semakin buruk di Gaza. Menteri Kerja Sama Pembangunan Internasional dan Perdagangan Luar Negeri Swedia Benjamin Dousa mengkritik blokade bantuan kemanusiaan Israel yang masih berlangsung di Gaza dan mengatakan Uni Eropa harus mengambil tindakan yang lebih tegas dalam menanggapi krisis tersebut, sebutnya kepada Anadolu, Kamis (31/7/2025).

"Pemerintah Swedia sedang mempertimbangkan untuk meningkatkan tekanan terhadap otoritas Israel, seperti menjatuhkan sanksi kepada menteri-menteri Kabinet Israel yang berhaluan kanan ekstrem dan meninjau kembali perjanjian kemitraan yang ada dengan Israel," ujarnya.

Dousa menggambarkan kondisi kemanusiaan di Gaza sebagai "yang terburuk" sejak konflik dimulai dan menuduh Israel berkontribusi terhadap kelaparan yang meluas melalui operasi militer dan pengepungan yang berkelanjutan.

Meskipun mengakui upaya Uni Eropa untuk memberikan bantuan, Dousa mengatakan bahwa hanya segelintir negara anggota yang saat ini mendukung tindakan yang lebih keras terhadap Israel.

"Kita bisa berbuat lebih banyak, tetapi hanya sedikit dari kita di Uni Eropa. Ada sekitar lima atau enam negara di Uni Eropa yang mendukung tekanan yang ingin diberikan pemerintah Swedia terhadap Israel. Namun, kita bisa meyakinkan lebih banyak negara untuk mendukung Swedia dalam meningkatkan kewaspadaan," ujarnya.

Dalam beberapa bulan terakhir, Swedia telah menggandakan bantuan kemanusiaannya ke Gaza.

"Pemerintah Swedia telah meningkatkan bantuan kemanusiaan ke Gaza dari 40 juta dolar AS (sekitar Rp658 milyar) pada periode sebelumnya menjadi 80 juta dolar (sekitar Rp1,3 trilyun). Saat ini, tidak ada negara Uni Eropa lain yang mengalokasikan lebih banyak bantuan ke Gaza daripada Swedia," tambahnya.

Tentara Israel, yang mangabaikan seruan internasional untuk gencatan senjata, telah melancarkan serangan brutal di Gaza sejak 7 Oktober 2023, menewaskan lebih dari 60.000 warga Palestina. Pengeboman tanpa henti telah menghancurkan daerah kantong tersebut dan menyebabkan kekurangan pangan. Pada Senin, kelompok hak asasi manusia Israel, B’Tselem, dan Physicians for Human Rights, menuduh Israel melakukan genosida di Gaza, dengan alasan penghancuran sistematis masyarakat Palestina dan pembongkaran sistem perawatan kesehatan yang disengaja di wilayah tersebut.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Perawat AS Tantang Staf Khusus Donald Trump Datang ke Jalur Gaza

 

 

Seorang perawat Amerika yang saat ini menjadi sukarelawan di Jalur Gaza mendesak utusan khusus Presiden AS Donald Trump untuk Timur Tengah Steve Witkoff untuk mengunjungi wilayah tersebut agar dapat melihat langsung situasi di sana.

Dalam sebuah unggahan video di media sosial pada Kamis (31/7/2025) yang ditujukan kepada Witkoff, perawat tersebut mengatakan bahwa ia telah bekerja di sebuah rumah sakit di Gaza sejak awal Juli.

 “Jika Tuan Witkoff akan datang ke Israel, maka saya akan mengundangnya untuk datang ke Gaza. Datanglah dan lihat sendiri,” kata Elidalis Burgos.

“Jangan percaya apa yang orang lain katakan. Lihat sendiri,” desaknya.

Burgos akan senang hati memandu menyusuri lorong-lorong di Gaza dan menunjukkan jenis pasien yang ditangani. "Melihat orang-orang yang terlantar. Pasien di luar, karena rumah sakit sangat penuh,” kata Burgos.

“Datanglah dan lihat sendiri, jangan percaya begitu saja, datanglah dan lihat sendiri,” tambahnya.

Witkoff diperkirakan akan mengunjungi Israel untuk membahas situasi di Gaza, di mana serangan gencar dan blokade Israel telah menyebabkan bencana kemanusiaan besar. Demikian menurut laporan di media AS dan internasional, serta banyak LSM dan kelompok kemanusiaan.

Witkoff juga diperkirakan akan mengunjungi salah satu pusat distribusi di Gaza yang dikelola oleh Yayasan Kemanusiaan Gaza yang kontroversial dukungan AS dan Israel.

Yayasan ini oleh banyak pihak disebut sebagai jebakan maut bagi warga Gaza, dengan tewasnya lebih dari 1.000 warga Palestina yang mencari bantuan sejak Mei.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Mesir dan AS Kembali Bahas Upaya Gencatan Senjata di Gaza

 

 

 Menteri Luar Negeri Mesir, Badr Abdelatty, melakukan pembicaraan melalui telepon dengan Utusan Khusus AS, Steve Witkoff, membahas gencatan senjata di Gaza, memperlancar masuknya bantuan kemanusiaan, serta melanjutkan negosiasi terkait program nuklir Iran. Menurut pernyataan dari Kementerian Luar Negeri Mesir, percakapan tersebut berlangsung pada Rabu (30/7/2025) melalui sambungan telepon, menjelang kunjungan Witkoff ke kawasan.

Pembicaraan berfokus pada upaya yang bertujuan untuk mencapai gencatan senjata di Gaza, menjamin akses tanpa syarat untuk bantuan kemanusiaan, serta mengamankan pembebasan sejumlah sandera dan tahanan. Dalam pernyataan tersebut, disebutkan bahwa kedua pihak bertukar pandangan mengenai upaya bersama dari tiga pihak penjamin — Mesir, Amerika Serikat, dan Qatar — untuk mencapai gencatan senjata dengan meningkatkan tekanan untuk memfasilitasi tercapainya kesepakatan secepat mungkin.

Abdelatty juga memberikan gambaran rinci mengenai memburuknya bencana kemanusiaan yang semakin memburuk di Jalur Gaza, yang disebabkan oleh "pelanggaran terang-terangan Israel dan penggunaan kelaparan sebagai senjata terhadap warga Palestina."

Witkoff diperkirakan akan mengunjungi di Israel, menurut portal AS Axios. Sementara itu, menurut Channel 12, Witkoff diperkirakan akan bertemu dengan Kepala Otoritas Israel Benjamin Netanyahu serta pejabat tinggi Israel lainnya pada Kamis untuk membahas situasi di Gaza dan kemungkinan solusi.

Seorang pejabat Israel mengatakan kepada Channel 12 bahwa tujuan sebenarnya dati kunjungan Witkoff adalah untuk memberikan tekanan agar kesepakatan segera diselesaikan. Pekan lalu, negosiator dari Israel dan Amerika Serikat telah kembali ke tempat masing-masing setelah beberapa hari melakukan perundingan tidak langsung di Doha, Qatar.

Israel telah menewaskan lebih dari 60.100 warga Palestina yang sebagian besar merupakan perempuan dan anak-anak, di Jalur Gaza sejak Oktober 2023. Pengeboman terus-menerus telah menghancurkan wilayah kantong tersebut. Pemantau kelaparan global yang didukung PBB menyatakan skenario terburuk kelaparan kini sedang berlangsung di Gaza.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pengakuan Palestina atau Akal-akalan Lucuti Hamas?

 

 

Ramai negara mendeklarasikan rencana pengakuan negara Palestina dalam kerangka solusi dua negara. Namun dibalik gelombang pengakuan itu, tersembunyi prasyarat untuk menyingkirkan Hamas yang merupakan faksi politik terkuat di Palestina saat ini.

Negara-negara Arab yang diujungtombaki Mesir, Saudi, dan Qatar pada Rabu mendeklarasikan di Markas PBB solusi dua negara dengan syarat Hamas harus dilucuti senjatanya. Hamas juga disyaratkan menyerahkan kekuasaan ke Otoritas Palestina.

Perdana Menteri Kanada Mark Carney juga mengumumkan rencana mengakui negara Palestina dengan syarat Hamas tak lagi memainkan peran untuk masa depan Palestina. Kanada juga mensyaratkan Hamas tidak akan diizinkan untuk mengambil bagian dalam pemilu mendatang.

Pemilihan umum terakhir di Palestina dilaksanakan pada 2006. Kala itu, kelompok Hamas memenangkan mayoritas kursi parlemen. Namun, negara-negara Barat dan Israel menolak kemenangan itu dengan dalih bahwa Hamas masih berstatus sebagai kelompok teror.

Selepas pemilihan dan sikap Barat tersebut, terjadi perang sipil di Gaza yang berujung pemisahan pemerintahan dengan Tepi Barat. Hamas menguasai sepenuhnya Gaza, sementara Otoritas Palestina yang kebanyakan berisi anggota Fatah memerintah secara terbatas di Tepi Barat yang diduduki Israel.

Di masyarakat Palestina, survei yang dilakukan Palestine Center for Policy and Survey Research (PCPSR) pada Mei 2025 lalu menunjukkan bahwa dukungan mayoritas masih kepada Hamas. Terkait pelucutan senjata Hamas, misalnya, mayoritas di Tepi Barat (85 persen) dan di Jalur Gaza (64 persen)  menjawab menentang hal tersebut. Hanya 18 persen yang mendukungnya.

Sebanyak 65 persen juga menentang pengusiran pemimpin militer Hamas dari Jalur Gaza jika hal itu merupakan syarat untuk menghentikan perang, dan hanya 31 persen mendukungnya.

Ketika ditanya partai politik atau gerakan mana yang mereka dukung, persentase terbesar (32 persen) mengatakan mereka lebih memilih Hamas, diikuti oleh Fatah (21 persen), 12 persen memilih pihak ketiga, dan 34 persen mengatakan mereka tidak mendukung salah satu dari mereka atau tidak tahu.

Tujuh bulan lalu, 36 persen mengatakan mereka mendukung Hamas dan 21 persen mengatakan mereka mendukung Fatah. Hasil ini berarti bahwa dukungan terhadap Hamas selama tujuh bulan terakhir mengalami penurunan sebesar 4 poin persentase, sementara dukungan terhadap Fatah tetap tidak berubah selama periode yang sama.

Dukungan untuk Hamas saat ini mencapai 29 persen di Tepi Barat dibandingkan dengan 37 persen tujuh bulan lalu; dan untuk Fatah sebesar 18 persen dibandingkan dengan 18 persen tujuh bulan lalu. Di Jalur Gaza, dukungan terhadap Hamas mencapai 37 persen dibandingkan dengan 35 persen tujuh bulan lalu; dan dukungan untuk Fatah sebesar 25 persen dibandingkan 26 persen pada tujuh bulan lalu.

Jika pemilu legislatif baru diadakan hari ini dengan partisipasi seluruh kekuatan politik yang ikut serta dalam pemilu tahun 2006, maka 62 persen menyatakan akan ikut serta. Di antara peserta pemilu 43 persen menyatakan akan memilih Hamas, 28 persen memilih Fatah, 8 persen memilih pihak ketiga, serta 19 persen belum mengambil keputusan.

Dibandingkan hasil tujuh bulan lalu, hasil saat ini di kalangan pemilih yang berpartisipasi dalam pemilu menunjukkan penurunan sebesar 2 poin persentase untuk Hamas dan peningkatan satu poin persentase untuk Fatah.

Mayoritas penduduk penduduk Tepi Barat (88 persen) dan Jalur Gaza (69 persen) juga meyakini Israel tidak akan mundur dari Jalur Gaza jika Hamas setuju untuk melucuti senjata seperti. Hanya 17 persen yang percaya bahwa perang akan benar-benar berakhir dan Israel akan menarik diri dari Jalur Gaza jika hal tersebut terjadi.

Sebanyak 42 persen mendukung Jalur Gaza berada di bawah kendali Hamas saat agresi Israel selesai. Terdapat perbedaan yang signifikan antara warga Tepi Barat dan warga Gaza, dimana hanya 28 persen warga Gaza yang mengatakan bahwa Hamas benar-benar akan menguasai wilayah tersebut, dibandingkan dengan persentase yang jauh lebih tinggi (51 persen) di Tepi Barat.

Agresi brutal Israel yang memunculkan penderitaan mendalam di Gaza agaknya memengaruhi pandangan ini. Tujuh bulan lalu, 37 persen warga Gaza mengatakan Hamas akan menguasai Jalur Gaza setelah perang. Sebanyak 21 persen memperkirakan tentara Israel akan menguasai Jalur Gaza; 19 persen percaya bahwa Otoritas Palestina akan kembali mengendalikan Jalur Gaza; dan 24 persen percaya bahwa negara tersebut akan berada di bawah kendali internasional.

Jika kesepakatan dicapai untuk mengakhiri perang di Jalur Gaza, hanya 40 persen mendukung kembalinya Otoritas Palestina untuk mengelola urusan Jalur Gaza dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari serta tanggung jawab rekonstruksi. Mayoritas sebanyak 56 persen tidak mendukungnya. September lalu, 70 persen mengatakan mereka menentang kembalinya Otoritas Palestina ke Jalur Gaza dan kendali atas penyeberangan Rafah setelah gencatan senjata tercapai.

Survei itu juga menemukan bahwa kepuasan terhadap peran Hamas turun menjadi 57 persen (67 persen di Tepi Barat dan 43 persen di Jalur Gaza). Sementara kepuasan terhadap Fatah sebesar 24 persen (19 persen di Tepi Barat dan 31 persen di Jalur Gaza). Kepuasan terhadap Otoritas Palestina sebesar 23 persen (28 persen di Jalur Gaza dan 19 persen di Tepi Barat).

PCPSR melakukan survei dengan sampel 1.270 orang. Sebanyak 830 diantaranya diwawancarai secara tatap muka di Tepi Barat di 83 lokasi pemukiman dan 440 di Jalur Gaza di 44 lokasi.  Margin kesalahannya berada pada plus minus 3,5 persen.

Israel Telah Tewaskan 232 Jurnalis di Gaza Sejak Awal Agresi Oktober 2023

 

Sindikat Jurnalis Palestina (Palestinian Journalists Syndicate/PJS) menyatakan bahwa tentara penjajah Israel telah menewaskan 232 jurnalis, baik laki-laki maupun perempuan, dan pekerja media sejak awal agresi Zionis di Gaza pada 7 Oktober 2023. Korban terbaru yakni jurnalis foto Ibrahim Hajjaj, yang gugur dalam serangan udara Israel di lingkungan Al-Daraj di Kota Gaza saat mendokumentasikan agresi yang sedang berlangsung.

Dalam pernyataan yang dirilis pada Rabu, PJS berduka atas kematian Hajjaj. Pernyataan itu juga menekankan bahwa pesan Hajjaj masih akan tetap hidup, meskipun ada upaya untuk membungkam dan meneror pers.

Organisasi profesional non-pemerintah itu mengutuk keras penargetan Hajjaj dan jurnalis yang lain, menyebutnya sebagai kebijakan eksekusi lapangan yang disengaja dan sistematis yang bertujuan untuk membungkam suara kebenaran Palestina serta mengintimidasi para profesional media. PJS menganggap zionis Israel bertanggung jawab penuh atas kejahatan ini. Selain itu, pihaknya juga menyeru komunitas internasional untuk segera mengambil tindakan guna melindungi para jurnalis dan meminta pertanggungjawaban penjajah atas kejahatan mereka.

Iran Siap Gugat Israel Atas Serangan Selama Perang 12 Hari

 

 

Iran hampir menyelesaikan dokumentasi untuk mengajukan gugatan hukum internasional atas serangan Israel selama perang 12 hari pada Juni. Deputi Bidang Hukum dan dan Urusan Internasional Kementerian Luar Negeri Iran, Kazem Gharibabadi, Rabu (30/7/2025) mengatakan kepada situs web resmi Pemimpin, KHAMENEI.IR, bahwa sebuah komite khusus telah dibentuk di bawah Departemen Hukum Kepresidenan untuk menempuh jalur hukum, dengan Kementerian Luar Negeri terlibat secara aktif.

"Dokumentasinya hampir selesai berkat kerja sama dari lembaga-lembaga terkait," kata Gharibabadi, seraya menambahkan bahwa beberapa laporan terperinci telah diserahkan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Dewan Keamanan PBB.

Gharibabadi mengatakan dua laporan kunci telah disusun yang merinci pelanggaran hukum oleh AS dan Israel selama perang, termasuk kematian perempuan, anak-anak, dan seluruh keluarga. Iran juga telah meninjau kemungkinan jalur hukum untuk mengajukan pengaduan, baik melalui mekanisme internasional maupun proses bilateral, kata pejabat tersebut.

Gharibabadi mengakui bahwa upaya hukum seringkali dipengaruhi oleh pertimbangan politik, tetapi menekankan bahwa hal tersebut tidak boleh menghalangi Iran untuk melanjutkan kasus tersebut.

"Langkah pertama adalah mendaftarkan dan mendokumentasikan kejahatan-kejahatan ini, lalu menindaklanjutinya dengan serius. Jika kita berhasil, itu ideal... Namun, bahkan jika tidak, hal itu harus tetap menjadi tuntutan hukum utama Republik Islam," ujarnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Perang Kata-kata, Medvedev Peringatkan Trump Ngerinya Serangan Nuklir Kiamat Rusia

 

Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia Dmitry Medvedev terlibat perang kata-kata dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump seiring memanasnya perseteruan kedua negara. Anak buah Presiden Vladimir Putin itu memperingatkan pemimpin Amerika bahwa Moskow memiliki kemampuan "serangan nuklir kiamat" sebagai pilihan terakhir. Peringatan itu disampaikan setelah Trump meminta Medvedev untuk "berhati-hati dengan ucapannya". Trump, dalam sebuah unggahan di Truth Social miliknya pada Kamis dini hari, mengkritik tajam Medvedev, yang merupakan mantan presiden Rusia, setelah Medvedev mengatakan bahwa ancaman Trump untuk menjatuhkan hukuman tarif kepada Rusia dan para pembeli minyaknya adalah "permainan ultimatum" dan selangkah lebih dekat menuju perang antara Rusia dan Amerika Serikat. Baca Juga: AS Kerahkan Bom Nuklir B61-12 ke Inggris usai Trump Ultimatum Putin "Beri tahu Medvedev, mantan Presiden Rusia yang gagal, yang merasa dirinya masih Presiden, untuk berhati-hati dengan ucapannya. Dia memasuki wilayah yang sangat berbahaya!," tulis Trump, dalam peringatan keduanya kepada anak buah Putin dalam beberapa pekan terakhir. Pada 29 Juli, Trump mengatakan Rusia memiliki "10 hari dari hari ini" untuk menyetujui gencatan senjata di Ukraina atau akan dikenakan tarif, bersama dengan para pembeli minyaknya. Moskow, yang telah menetapkan persyaratan perdamaiannya sendiri, yang menurut Kyiv merupakan tuntutan kapitulasi, sejauh ini belum mengindikasikan akan mematuhi tenggat waktu Trump. Dalam postingannya pada hari Kamis, Trump mengatakan dia tidak peduli apa yang dilakukan India—salah satu pembeli minyak terbesar Rusia bersama China—terhadap Rusia. "Mereka bisa bersama-sama menghancurkan ekonomi mereka yang mati, terserah saya. Kita hanya berbisnis sedikit dengan India, tarif mereka terlalu tinggi, termasuk yang tertinggi di dunia. Demikian pula, Rusia dan AS hampir tidak berbisnis bersama. Mari kita pertahankan seperti itu," ujarnya. Senjata Nuklir Kiamat 'Tangan Mati' Medvedev mengatakan bahwa pernyataan Trump menunjukkan bahwa Rusia harus melanjutkan kebijakannya saat ini. "Jika beberapa kata dari mantan presiden Rusia memicu reaksi gugup seperti itu dari presiden Amerika Serikat yang berwibawa, maka Rusia melakukan segalanya dengan benar dan akan terus berjalan di jalurnya sendiri," kata Medvedev dalam sebuah unggahan di Telegram, yang dikutip Reuters, Jumat (1/8/2025). "Trump seharusnya ingat," katanya. "Betapa berbahayanya 'Dead Hand [Tangan Mati]' yang legendaris itu," lanjut dia, mengacu pada sistem komando semi-otomatis rahasia Rusia yang dirancang untuk meluncurkan rudal nuklir Moskow jika kepemimpinannya telah dilumpuhkan dalam serangan pemenggalan kepala oleh musuh. Medvedev telah muncul sebagai salah satu tokoh anti-Barat Kremlin yang paling vokal sejak Rusia mengirim puluhan ribu pasukan ke Ukraina pada tahun 2022. Para kritikus Kremlin mencemoohnya sebagai orang yang tidak bertanggung jawab, meskipun beberapa diplomat Barat mengatakan pernyataannya memberikan gambaran pemikiran di kalangan pembuat kebijakan senior Kremlin. Trump juga menegur Medvedev pada bulan Juli, menuduhnya melontarkan kata "N"—yang berarti nuklir—setelah pejabat Rusia tersebut mengkritik serangan AS terhadap Iran dan mengatakan "sejumlah negara" siap memasok Iran dengan hulu ledak nuklir. "Saya rasa itulah mengapa Putin dijuluki 'SANG BOS'," kata Trump saat itu.
 

 

Perwira AU Ukraina Malah Jadi Mata-mata Rusia, Bocorkan Lokasi Jet Tempur F-16

 

Badan keamanan dalam negeri Ukraina telah menangkap seorang perwira Angkatan Udara (AU) atas tuduhan telah menjadi mata-mata Rusia. Perwira itu membocorkan lokasi dan jadwal penerbangan jet-jet tempur pasokan Barat, termasuk F-16 buatan Amerika Serikat (AS). Dinas Keamanan Ukraina (SBU) mengatakan perwira tersebut, yang hanya diidentifikasi sebagai mayor di salah satu brigade udara Ukraina dan seorang instruktur penerbangan, diduga bekerja sebagai agen untuk badan intelijen militer Rusia. Dia diduga membantu mengoordinasikan serangan rudal dan pesawat nirawak Rusia terhadap pangkalan udara penting Ukraina. Baca Juga: Jet Tempur F-16 Ukraina Jatuh dan Pilotnya Tewas Dirudal Rusia, Zelensky Minta Tolong AS Perwira tersebut dituduh mengumpulkan data tentang lokasi dan jadwal jet-jet tempur Ukraina, termasuk F-16 buatan AS dan Mirage 2000 buatan Prancis—dan memberi nasihat kepada pasukan Rusia tentang cara menerobos pertahanan udara Ukraina, imbuh SBU dalam unggahan di Telegram, yang dikutip Politico, Kamis (31/7/2025). Pesawat tempur F-16 dan Mirage 2000 dipandang sebagai bala bantuan penting bagi pertahanan udara Ukraina seiring Rusia meningkatkan serangan udaranya di seluruh negeri. Perwira yang ditangkap juga diduga membagikan data pribadi pilot Ukraina, beserta informasi tentang persenjataan dan taktik tempur pesawat tersebut. Dia ditahan saat berupaya mengumpulkan lebih banyak informasi intelijen dan didakwa dengan pengkhianatan. Jika terbukti bersalah, dia terancam hukuman penjara seumur hidup, menurut pernyataan SBU. Penangkapan tersebut menyusul penahanan dua warga negara China yang diduga memata-matai program rudal Neptune Ukraina, bagian penting dari industri pertahanan Kyiv, awal bulan ini.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

China Dituduh Ingin Senjata Nuklirnya Meneror Amerika Serikat

 

Hudson Institute, sebuah lembaga think tank yang berbasis di Washington, dalam laporannya menuduh China ingin persenjataan nuklirnya meneror Amerika Serikat (AS) dan sekutunya. Dengan cara itu, Beijing akan mendapatkan keuntungan strategis tanpa harus berperang. Laporan berjudul "Implications of Chinese Nuclear Weapons Modernization for the United States and Regional Allies" yang dirilis lembaga tersebut menyatakan modernisasi senjata nuklir China yang maju pesat bertujuan untuk menciptakan dampak politik dan psikologis yang mengarah pada "dampak strategis dan militer yang sangat penting" alih-alih memenangkan pertukaran nuklir. Para penulis laporan—John Lee, peneliti senior di Hudson Institute, dan Lavina Lee, dosen senior di Departemen Studi Keamanan dan Kriminologi di Universitas Macquarie di Australia—berpendapat bahwa dampak-dampak ini sepenuhnya selaras dengan apa yang mereka gambarkan sebagai "gagasan yang terus berkembang" China tentang stabilitas strategis, penangkalan strategis, dan kapabilitas strategis. Baca Juga: Laporan Mengejutkan Pentagon: China Sudah Miliki 600 Senjata Nuklir! Menurut laporan tersebut, Beijing memandang stabilitas strategis sebagai kondisi yang mendukung kemajuan tujuan geopolitik dan pembangunan China. Sementara itu, penangkalan strategis tidak hanya melibatkan upaya mencegah musuh melakukan tindakan atau kebijakan tertentu, tetapi juga membatasi musuh tersebut sementara China memajukan tujuannya sendiri. Menurut lembaga tersebut, China—yang memiliki persenjataan nuklir terbesar ketiga di dunia—memanfaatkan perkembangan nuklirnya yang maju pesat untuk menghalau musuh, yaitu Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya di Asia. "Modernisasi persenjataan nuklir memungkinkan China menyerang rencana (strategi) dan sekutu musuh, membawa China selangkah lebih dekat untuk menaklukkan musuh dan menang tanpa harus berperang," kata para penulis laporan tersebut mengutip Filipina, Jepang, dan Korea Selatan sebagai contoh. Dalam kasus Filipina, China menggunakan "ancaman nuklir tersirat" untuk mencegah Filipina bergabung atau berintegrasi secara militer ke dalam upaya yang dipimpin Washington melawan Beijing jika terjadi konflik Selat Taiwan. China telah berulang kali mengancam akan merebut Taiwan yang berpemerintahan sendiri dengan paksa. Sementara itu, "perang psikologis nuklir" China akan menghasilkan dampak strategis bagi Jepang—yang dilindungi oleh pencegahan yang diperluas AS, yang juga dikenal sebagai payung nuklir—yang "memperburuk rasa tidak aman bagi Jepang dan aliansi AS-Jepang", menurut laporan tersebut. Bagi Korea Selatan, yang berfokus terutama pada ancaman nuklir dari Korea Utara, modernisasi nuklir China belum dianggap sebagai masalah langsung atau tantangan serius. Namun, Beijing dapat menggunakan "ancaman nuklir tersirat" jika Seoul setuju untuk menampung senjata nuklir Amerika. "Dengan kata lain, seiring China mempercepat modernisasi nuklir, AS dan sekutunya perlu meyakinkan Beijing bahwa hal itu hanya akan mempercepat persenjataan konvensional AS dan sekutunya, yang membuat kemenangan militer China atas Taiwan semakin kecil kemungkinannya dan lebih mahal," bunyi kesimpulan laporan Hudson Institute, sebagaimana dikutip Newsweek, Jumat (1/8/2025). Perkiraan angka dari Departemen Pertahanan AS dan Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) menunjukkan bahwa China telah membangun cadangan senjata nuklir setidaknya 600 hulu ledak—peningkatan 100 dalam satu tahun. Meskipun kekuatan Asia Timur ini diperkirakan akan memiliki lebih dari 1.000 hulu ledak nuklir pada tahun 2030, hal ini masih menempatkan Beijing jauh di belakang Moskow dan Washington. Sebagai bagian dari modernisasi militer China yang sedang berlangsung, Presiden Xi Jinping telah memerintahkan percepatan pengembangan kekuatan penangkal strategis. Beijing juga mengatakan bahwa mereka "dipaksa" untuk bergabung dengan klub nuklir eksklusif—yang saat ini beranggotakan sembilan negara—sebagai tanggapan atas ancaman nuklir, untuk mengakhiri monopoli nuklir, dan untuk mencegah perang nuklir. Sementara itu, Kedutaan Besar China di Washington merespons tuduhan lembaga think tank tersebut dengan mengatakan kepada Newsweek: "China mematuhi kebijakan tidak menggunakan senjata nuklir terlebih dahulu dalam keadaan apa pun dan kapan pun, dan berkomitmen tanpa syarat untuk tidak menggunakan atau mengancam akan menggunakan senjata nuklir terhadap negara-negara non-senjata nuklir atau negara-negara di zona bebas senjata nuklir. China adalah satu-satunya negara pemilik senjata nuklir yang mengadopsi kebijakan semacam itu. China akan terus berkomitmen teguh untuk menjaga kepentingan keamanannya yang sah dan menjunjung tinggi perdamaian dan stabilitas dunia." "China secara konsisten berpegang pada strategi nuklir untuk membela diri, selalu menjaga kekuatan nuklirnya pada tingkat minimum yang diperlukan untuk keamanan nasional, dan tidak terlibat dalam perlombaan senjata,"imbuh Kedutaan Besar China.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kanada Kecewa Trump Naikkan Tarif Usai Pengumuman Akui Negara Palestina

 

- Perdana Menteri (PM) Kanada Mark Carney mengatakan bahwa pemerintahnya "kecewa" dengan keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk menaikkan tarif AS atas barang-barang Kanada menjadi 35 persen.
Sebelumnya, Trump telah memperingatkan konsekuensi perdagangan bagi Kanada setelah Carney mengumumkan rencana untuk mengakui negara Palestina di Majelis Umum PBB pada bulan September mendatang.

Dilansir kantor berita AFP, Jumat (1/8/2025), dalam sebuah perintah eksekutif, Trump menaikkan tarif dari 25 persen menjadi 35 persen.

Namun, sebagian besar produk yang tercakup dalam Perjanjian Amerika Serikat-Meksiko-Kanada 2020 tetap dibebaskan dari tarif tersebut.

"Pemerintah Kanada kecewa dengan tindakan ini," kata Carney dalam sebuah pernyataan.

Dalam perintah eksekutif Trump disebutkan tentang kegagalan Kanada untuk "bekerja sama dalam mengendalikan banjir fentanil dan obat-obatan terlarang lainnya yang terus berlanjut" serta "balasan" Kanada terhadap tindakannya.

Carney pun menguraikan upaya pemerintah Kanada untuk menindak fentanil dan meningkatkan keamanan perbatasan.


"Kanada hanya menyumbang satu persen dari impor fentanil AS dan telah bekerja secara intensif untuk mengurangi volume ini lebih lanjut," kata Carney.

Ottawa tetap berkomitmen pada Perjanjian Kanada-AS-Meksiko (CUSMA), kata perdana menteri Kanada itu.

"Penerapan CUSMA oleh AS berarti bahwa tarif rata-rata AS untuk barang-barang Kanada tetap menjadi salah satu yang terendah untuk semua mitra dagangnya," katanya.

"Sektor-sektor lain dari ekonomi kita - termasuk kayu, baja, aluminium, dan otomotif -, bagaimanapun, sangat terdampak oleh bea dan tarif AS," cetusnya.

Sebelumnya, Carney mengumumkan rencana pemerintahnya untuk mengakui negara Palestina, seiring meningkatnya kemarahan di antara sekutu-sekutu Israel atas situasi kemanusiaan di Gaza. Ini disampaikan setelah deklarasi serupa oleh sesama negara G7: Prancis dan Inggris.

Carney mengatakan langkah tersebut diperlukan untuk menjaga harapan solusi dua negara bagi konflik Israel-Palestina, tujuan lama Kanada yang "terkikis di depan mata kita."

"Kanada bermaksud untuk mengakui Negara Palestina pada Sidang ke-80 Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada bulan September 2025," kata Carney, dilansir kantor berita AFP.

Hal ini menjadikan Kanada negara ketiga, setelah pengumuman terbaru oleh Prancis dan Inggris, yang akan mengakui negara Palestina pada bulan September mendatang.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Share this Post