News Forex, Index & Komoditi ( Senin, 14 April 2025 )
News Forex, Index & Komoditi
( Senin, 14 April 2025 )
Harga Emas Global Pecah Rekor Tertinggi, Jadi Tempat Berlindung Investor dari Gonjang-ganjing Tarif Trump
Harga emas mencapai rekor tertingginya dengan melampaui US$3.200 per ons di tengah kekhawatiran investor secara global. Daya tarik emas sebagai aset safe haven semakin memikat. Dilansir dari Bloomberg, harga emas global naik 2,1% menjadi US$3.244,15 pada perdagangan Jumat (11/4/2025). Angka itu memecahkan rekor tertinggi sepanjang masa yang tercapai sehari sebelumnya. Harga emas mencatatkan kenaikan mingguan lebih dari 6% secara mingguan. Perubahan arah kebijakan tarif impor oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memicu aksi jual panik (panic selling) di bursa saham, obligasi, dan dolar AS. Investor mengkhawatirkan risiko resesi ekonomi akibat kebijakan yang berdampak pada banyak negara itu. Secara khusus, aksi jual obligasi pemerintah AS menimbulkan sorotan soal turunnya minat terhadap aset AS, juga memicu tanya apakah utang negara itu masih tetap layak menjadi instrumen lindung nilai. "Pemulihan emas yang sangat kuat kembali ke titik tertinggi sepanjang masa mengirimkan sinyal bahwa semuanya tidak baik-baik saja," kata Kepala Strategi Komoditas di Saxo Bank AS, Ole Hansen, dilansir dari Bloomberg pada Sabtu (12/4/2025).
Menurut Hansen, kekuatan harga emas yang berkelanjutan menunjukkan bahwa meskipun ada jeda pemberlakuan tarif Trump, kekhawatiran mendasar tetap ada. "Ketegangan geopolitik dan ekonomi, utang fiskal yang meningkat, dan permintaan bank sentral yang terus berlanjut [menjadi perhatian investor]," katanya. Pemberlakuan tarif antara AS dengan China menjadi sorotan utama, karena dua kekuatan ekonomi itu saling membalas dan menjadi 'perang tarif'. AS yang terlebih dahulu mengenakan tarif impor 10% terus menaikkan angkanya untuk merespons China, hingga terakhir memberlakukan tarif 145% untuk China. Tarif yang ada pada tingkat untuk menghentikan hampir semua perdagangan antara AS dan China itu menimbulkan kekhawatiran, bahwa pertikaian antara ekonomi terbesar dunia itu dapat meluas ke area lain dalam hubungan tersebut. China membalas tarif Trump dengan menaikkan bea atas semua barang AS, sambil menyebut tindakan pemerintah sebagai "lelucon" dan mengatakan tidak lagi menganggapnya layak untuk disamai. Analis logam mulia yang berbasis di Shanghai di Guotai Jun'an Futures Co., Liu Yuxuan, menilai bahwa dalam kondisi seperti saat ini emas menjadi tempat terbaik untuk berada di pasar. Menurutnya, kondisi saat ini memperdalam ketidakpercataan terhadap dolar AS, sehingga investor melirik emas sebagai aset safe haven yang menarik. "Ketegangan perdagangan yang belum pernah terjadi sebelumnya telah memperdalam ketidakpercayaan terhadap dolar AS, mengintensifkan permintaan untuk aset safe haven lainnya," katanya. Kenaikan harga emas sebesar 23% tahun ini juga didorong oleh pembelian bank sentral dan harapan akan pelonggaran moneter Federal Reserve (The Fed) lebih lanjut.
Harga Minyak Dunia Memanas Usai AS Ancam Blokir Ekspor Iran
Harga minyak dunia naik lebih dari US$1 pada penutupan perdagangan Jumat (11/4/2025) waktu Amerika Serikat (AS) atau Sabtu (12/4/2025) waktu Indonesia. Kenaikan harga minyak terjadi setelah AS mengancam untuk memblokir ekspor minyak Iran. Ultimatum AS itu ditujukan agar Iran mau membatasi program nuklir yang kontroversial. Melansir Reuters, harga minyak mentah berjangka Brent naik US$1,43 atau 2,26% menjadi US$64,76 per barel. Senada, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS naik US$1,43 atau 2,38% menjadi US$61,5 per barel. Presiden Lipow Oil Associates Andrew Lipow mengatakan, rencana AS menghentikan ekspor dari Iran memicu pengurangan pasokan minyak global. Karena itu, harga minyak pun mulai mendaki. "Penegakan pembatasan yang ketat terhadap ekspor minyak mentah Iran akan mengurangi pasokan global," katanya. Di sisi lain, rencana AS itu juga menjadi momentum kenaikan harga minyak dunia. Mengingat, pada pekan lalu harga minyak merosot imbas kebijakan tarif resiprokal ala Presiden Donald Trump kepada sejumlah negara. Alarm perang dagang pun mulai menyala antara AS dan China. Hal ini terjadi usai China menaikkan tarif impor untuk barang AS menjadi 125%. Langkah itu diambil sebagai respons dari kebijakan Trump yang mengenakan tarif impor untuk barang China sebesar 145%. Pekan ini, Trump menangguhkan kebijakan kenaikan tarif impor untuk sejumlah negara tersebut. Namun, perselisihan antara AS dan China dinilai tetap berlanjut. Hal ini diproyeksi menekan harga minyak untuk beberapa waktu ke depan. Sebab, meski ditangguhkan kebijakan tarif Trump kemungkinan akan mengurangi volume perdagangan global dan mengganggu rute perdagangan. Kepala Strategi Komoditas Saxo Bank Ole Hansen menilai kebijakan tarif Trump juga dapat membebani pertumbuhan ekonomi global dan mengurangi permintaan minyak. "Meskipun penerapan beberapa tarif, tidak termasuk yang dikenakan pada China, tertunda selama 90 hari, kerusakan pasar telah terjadi, membuat harga berjuang untuk mendapatkan kembali stabilitas," kata Hansen.
Wall Street Menguat Akhir Pekan Tersengat Komentar The Fed yang Tenangkan Pasar
Bursa saham di Wall Street, New York menutup ditutup menguat pada perdagangan akhir pekan, Jumat (11/4/2025), setelah sempat melalui minggu yang penuh gejolak akibat kekacauan perang dagang multi-front Presiden AS Donald Trump. Mengutip Reuters, Sabtu (12/4/2025), indeks Dow Jones Industrial Average ditutup naik 1,56% atau 619,05 poin ke 40.212,71, indeks S&P 500 juga menguat 1,81% atau 95,31 poin ke 5.363,36, dan Nasdaq melejit 2,06% atau 337,15 poin ke 16.724,46. Ketiga indeks utama AS tersebut mengakhiri sesi dengan kenaikan tajam setelah jaminan dari Presiden Federal Reserve Boston Susan Collins bahwa Fed siap untuk menjaga pasar keuangan tetap berfungsi jika diperlukan. Ketiga indeks membukukan keuntungan dari penutupan Jumat lalu. Saham-saham berfluktuasi sepanjang minggu oleh penangguhan tarif pada barang-barang Eropa dan eskalasi perang dagang antara AS dan China. S&P 500 dan Dow membukukan persentase kenaikan mingguan terbesar sejak November 2023, sementara Nasdaq mencatat kenaikan persentase mingguan terbesar sejak November 2022. "Investor berada di tengah tarik menarik ini dan mencari beberapa tanda positif bahwa ketidakpastian yang benar-benar mengganggu pasar akan mereda," kata Greg Bassuk, Chief Executive Officer di AXS Investments di New York.
Ancang-Ancang Mengekor Rebound Wall Street Imbas Jeda Tarif Trump Trump Umumkan Jeda Tarif Impor 90 Hari, Wall Street Pesta Pora! Wall Street Melonjak Tajam Usai Trump Tunda Tarif Baru Impor Selama 90 Hari "Ketidakpastian dan volatilitas adalah narasi investor baru," Bassuk menambahkan. "Tabel sudah siap untuk lebih banyak volatilitas di masa mendatang dan perjalanan naik turun minggu ini bisa jadi hanya bayangan untuk apa yang akan terjadi." Beijing membalas kenaikan tarif terbaru Trump ke tingkat efektif 145%. Perang dagang telah menyebabkan perubahan pasar intraday yang liar dan mendorong ekspektasi inflasi jangka pendek konsumen ke level terpanas sejak 1981. Periode pelaporan kuartal pertama dari emiten perbangkan dimulai dengan awal yang solid. JPMorgan Chase (JPM.N), Morgan Stanley (MS.N) dan Wells Fargo (WFC.N), semuanya melaporkan laba yang lebih baik dari perkiraan, tetapi peringatan tentang potensi perlambatan ekonomi karena sengketa perdagangan meredam antusiasme terhadap sektor tersebut. Analis saat ini memperkirakan pertumbuhan laba agregat S&P 500 sebesar 8,0% untuk tiga bulan pertama tahun ini, kurang optimis dibandingkan pertumbuhan 12,2% yang diprediksi pada awal kuartal, menurut data LSEG. Data ekonomi memberikan bukti lebih lanjut bahwa inflasi terus mereda, dengan indeks Harga Produsen Departemen Tenaga Kerja secara tak terduga turun sebesar 0,4% bulan lalu. Namun, dalam laporan terpisah, sentimen konsumen semakin memburuk. Ekspektasi inflasi satu tahun melonjak hingga 6,7%, level tertinggi sejak 1981. Periode pelaporan kuartal pertama dimulai dengan baik. JPMorgan Chase (JPM.N), Morgan Stanley (MS.N) dan Wells Fargo (WFC.N), semuanya melaporkan laba yang lebih baik dari perkiraan, tetapi peringatan tentang potensi perlambatan ekonomi karena sengketa perdagangan telah meredam antusiasme terhadap sektor tersebut. Analis saat ini memperkirakan pertumbuhan laba agregat S&P 500 sebesar 8,0% untuk tiga bulan pertama tahun ini, kurang optimis dibandingkan pertumbuhan 12,2% yang diprediksi pada awal kuartal, menurut data LSEG. Data ekonomi memberikan bukti lebih lanjut bahwa inflasi terus mereda, dengan indeks Harga Produsen Departemen Tenaga Kerja secara tak terduga turun sebesar 0,4% bulan lalu. Namun, dalam laporan terpisah, sentimen konsumen semakin memburuk. Ekspektasi inflasi satu tahun melonjak hingga 6,7%, level tertinggi sejak 1981. Selain jaminan Collins, Presiden Federal Reserve New York John Williams mengatakan ekonomi AS tidak memasuki periode inflasi tinggi dan pertumbuhan rendah, dan Federal Reserve AS akan bertindak untuk menjaga agar apa yang disebut "stagflasi" tetap terkendali. Ke-11 sektor utama dalam S&P 500 terakhir berada di wilayah positif, dengan material (.SPLRCM) dan teknologi (.SPLRCT) menikmati persentase kenaikan terbesar. Dalam catatan kepada klien, Citi mengatakan pihaknya kini memperkirakan S&P 500 akan mencapai 5.800 pada akhir tahun, turun dari target sebelumnya sebesar 6.500. Citi mengutip tarif dan tanda-tanda ekonomi yang melambat. Jumlah saham yang naik melebihi jumlah saham yang turun dengan rasio 2,47 banding 1 di NYSE. Ada 60 harga tertinggi baru dan 341 harga terendah baru di NYSE. Di Nasdaq, 2.948 saham naik dan 1.467 saham turun karena jumlah saham yang naik melebihi jumlah saham yang turun dengan rasio 2,01 banding 1. S&P 500 membukukan satu harga tertinggi baru dalam 52 minggu dan 5 harga terendah baru sementara Nasdaq Composite mencatat 21 harga tertinggi baru dan 147 harga terendah baru. Volume di bursa saham AS adalah 19,19 miliar saham, dibandingkan dengan rata-rata 18,74 miliar untuk sesi penuh selama 20 hari perdagangan terakhir.
Hati-Hati! China Punya Senjata Ampuh yang Bisa Hancurkan Ekonomi dan Pertahanan AS
Ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok kembali memanas, memunculkan kekhawatiran global terkait potensi retaliasi yang dapat mengguncang sistem keuangan dan pertahanan internasional.
Para analis memperingatkan bahwa Presiden Tiongkok Xi Jinping dapat melakukan langkah ekstrem seperti melarang ekspor logam tanah jarang (rare earth) serta menjual besar-besaran surat utang AS (U.S. Treasuries), yang berpotensi melemahkan dolar, meningkatkan biaya pinjaman, serta menurunkan kesiapan militer Amerika.
Langkah Strategis Beijing: Logam Langka Sebagai Senjata Geopolitik
Logam tanah jarang adalah kelompok 17 elemen penting yang digunakan dalam berbagai sektor strategis, mulai dari teknologi konsumen hingga sistem pertahanan canggih seperti rudal hipersonik, jet tempur, dan kacamata penglihatan malam.
“Tidak ada satu pun pesawat jet milik Angkatan Udara AS yang tidak menggunakan logam tanah jarang, khususnya dalam bentuk magnet,” ujar Mark Smith, CEO NioCorp dan veteran industri pertambangan selama 40 tahun.
Larangan ekspor dari Tiongkok, yang menguasai 90% pasar global logam langka, dapat menyebabkan rudal pintar berubah menjadi rudal “bisu” yang tak dapat diarahkan secara presisi. Ini akan berdampak langsung terhadap kesiapan tempur militer AS.
Tiongkok telah mengambil langkah awal dengan mendaftarkan tujuh jenis logam langka menengah dan berat ke dalam daftar kontrol ekspor, memungkinkan Beijing membatasi jumlah lisensi ekspor yang diberikan, tanpa perlu menerapkan larangan total. Praktik serupa pernah terjadi pada 2010, ketika Tiongkok menghentikan ekspor ke Jepang akibat perselisihan diplomatik.
Ancaman Dumping Surat Utang AS dan Dampak Sistemik Global
Tiongkok saat ini memegang sekitar US$ 761 miliar surat utang pemerintah AS, menjadikannya pemegang asing terbesar kedua setelah Jepang.
Dumping besar-besaran terhadap aset ini akan menurunkan nilai obligasi, menaikkan yield, dan memicu lonjakan biaya pinjaman pemerintah AS. Selain itu, tindakan ini dapat melemahkan nilai tukar dolar AS serta memicu gejolak di pasar keuangan global.
“Xi bukan lagi pemimpin yang sama seperti tahun 2018,” kata Nazak Nikakhtar, mantan pejabat Departemen Perdagangan AS dan pakar kebijakan perdagangan.
“Ia telah memperkuat kekuasaan, mempercepat industrialisasi domestik di sektor teknologi tinggi seperti semikonduktor dan AI, serta mengeliminasi pesaing politik. Ia lebih siap untuk menghadapi tekanan dan balas menyerang,” tambahnya.
Langkah tambahan yang bisa diambil Tiongkok adalah mendevaluasi yuan, strategi yang pernah digunakan untuk menjadikan ekspor Tiongkok lebih kompetitif sekaligus membuat produk AS lebih mahal di pasar domestik Tiongkok.
Dengan manipulasi nilai tukar, Beijing bisa memberikan tekanan ekonomi tambahan pada Washington, tanpa perlu menerapkan larangan total ekspor.
Kebijakan Trump: Tarif 125% untuk Produk Tiongkok, Sinyal Eskalasi Baru
Presiden Donald Trump baru-baru ini mengumumkan penangguhan tarif selama 90 hari untuk semua negara kecuali Tiongkok, yang akan dikenai tarif 125% atas seluruh barang ekspornya. Kebijakan ini disebut sebagai respons terhadap praktik perdagangan Tiongkok yang dinilai tidak adil.
Sebagai balasan, Tiongkok sebelumnya telah mengenakan tarif sebesar 84% terhadap impor AS, menciptakan atmosfer saling ancam yang berisiko menjalar ke negara mitra lainnya.
Meski retorika kedua belah pihak mengeras, Trump masih memberi sinyal kemungkinan tercapainya kesepakatan:
“Tiongkok ingin membuat kesepakatan. Mereka hanya belum tahu bagaimana cara menempuhnya. Xi adalah sosok yang bangga. Mereka hanya belum menemukan jalannya.”
Nikakhtar memperingatkan bahwa Tiongkok kemungkinan juga akan menghukum negara-negara ketiga yang membantu AS melewati hambatan ekspor.
“Mereka akan menghukum negara lain yang menyalurkan barang ke AS. Ini adalah krisis serius yang berisiko global,” tegasnya.
Sementara itu, industri pertambangan AS belum siap untuk menggantikan suplai logam langka dari Tiongkok. Rata-rata waktu dari penemuan hingga produksi mineral di AS bisa mencapai 29 tahun, dibandingkan hanya beberapa bulan di Tiongkok yang memiliki regulasi lingkungan yang minim serta pendanaan langsung dari negara.
AS Juga Punya Senjata Ekonomi: Sanksi terhadap Bank Tiongkok?
Meski Tiongkok memiliki banyak opsi balasan, Nikakhtar menyatakan bahwa AS pun masih memiliki alat ekonomi yang belum dimaksimalkan, termasuk pengendalian ekspor, pembatasan aliran modal, hingga sanksi keuangan terhadap lembaga keuangan utama Tiongkok.
“Jika Departemen Keuangan AS bersedia, mereka bisa menjatuhkan sanksi serius yang dapat melumpuhkan bank-bank besar Tiongkok,” tegasnya.
Kekacauan Tarif Trump Selama Sepekan Menandakan Tanda-Tanda Resesi
Minggu ini menjadi salah satu pekan terguncangnya pasar global akibat langkah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang kembali memicu perang tarif.
Ketidakpastian atas kebijakan dagang AS membuat pelaku pasar khawatir akan bayang-bayang resesi global.
Langkah Trump yang sempat memberikan jeda 90 hari tarif untuk puluhan negara tak banyak membantu menenangkan pasar.
Perhatian investor kembali tertuju pada eskalasi perang dagang AS–China yang memicu kekhawatiran perlambatan ekonomi dunia.
Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, mencoba menenangkan pasar dengan mengatakan bahwa lebih dari 75 negara ingin memulai negosiasi dagang dengan AS.
Trump pun menyatakan optimisme akan tercapainya kesepakatan dengan China, meski tensi masih tinggi.
Namun di tengah ketidakpastian itu, pasar keuangan mengalami gejolak terburuk sejak pandemi COVID-19.
Indeks S&P 500 anjlok 3,5% pada Kamis (10/4), dan telah melemah sekitar 15% dari posisi tertinggi sepanjang masa pada Februari lalu.
Bursa saham Asia mengikuti jejak Wall Street. Indeks Nikkei Jepang turun 4%, sementara pasar Taiwan dan Hong Kong sempat berbalik arah ke zona hijau.
Di Eropa, pasar diprediksi dibuka sedikit menguat, meski kekhawatiran tetap menghantui.
Penjualan obligasi pemerintah AS terus berlanjut. Biaya pinjaman jangka panjang melonjak, mencatatkan kenaikan mingguan terbesar sejak 1982.
Sementara itu, harga emas—sebagai aset lindung nilai—melonjak ke rekor tertinggi.
“Risiko resesi kini jauh lebih tinggi dibanding dua pekan lalu,” kata Adam Hetts, Kepala Investasi Multi-Aset Janus Henderson, seperti dikutip Reuters.
Di sisi lain, AS dan Vietnam telah sepakat memulai pembicaraan dagang formal. Vietnam berjanji akan menindak praktik penyelundupan barang China yang masuk ke AS melalui wilayahnya.
Perdana Menteri Jepang, Shigeru Ishiba, juga membentuk satuan tugas dagang untuk segera bertolak ke Washington.
Taiwan menyatakan harapannya untuk masuk dalam gelombang pertama mitra dagang yang membuka negosiasi dengan AS.
Sementara itu, China aktif menjalin komunikasi dengan negara-negara mitra seperti Spanyol, Arab Saudi, dan Afrika Selatan untuk menyusun strategi menghadapi tarif AS.
Trump sendiri menegaskan bahwa ia tetap menghormati Presiden Xi Jinping dan yakin kesepakatan bisa dicapai.
Namun, China telah merespons dengan membatasi impor film Hollywood—salah satu ekspor unggulan AS. Langkah ini dinilai sebagai sinyal awal pembalasan ekonomi dari Beijing.
Tarif baru AS juga masih membebani Kanada dan Meksiko. Kedua negara tersebut tetap dikenai tarif 25% untuk produk terkait fentanyl, kecuali mereka memenuhi aturan asal barang dalam perjanjian dagang USMCA.
Menurut Goldman Sachs, peluang AS masuk ke jurang resesi kini mencapai 45%.
Bahkan dengan beberapa rollback tarif, rata-rata bea masuk AS saat ini tercatat sebagai yang tertinggi dalam lebih dari 100 tahun, menurut riset Universitas Yale.
Uni Eropa yang sebelumnya berencana menerapkan tarif balasan terhadap AS senilai €21 miliar akhirnya menunda rencana tersebut.
Meski demikian, blok ekonomi tersebut masih mempertimbangkan langkah-langkah strategis untuk menghadapi tarif otomotif AS dan bea masuk lain yang masih berlaku.
Otoritas Eropa memperkirakan dampak ekonomi akibat kebijakan tarif AS terhadap Uni Eropa bisa mencapai 0,5% hingga 1% dari PDB.
Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi kawasan yang hanya 0,9% tahun ini, tarif AS berpotensi menyeret Eropa ke jurang resesi.
China Membalas Lagi, Produk AS akan dikenakan Tarif 125%
China akan mengenakan tarif 125% pada barang-barang AS mulai Sabtu (12/4), Tarif ini naik dari semula akan dikenakan 84% seperti yang diumumkan sebelumnya.
Demikian Pernyataan kementerian Keuangan China seperti dikutip Reuters pada hari Jumat (11/4).
BBC juga menuliskan, China telah mengumumkan tarif baru 125% pada impor AS.
Tarif ini naik dari 84% yang diumumkan pada hari Rabu. Tarif ini sama dengan tarif AS saat ini pada barang-barang China.
Tarif ini sesuai dengan pola yang muncul dalam perang dagang ini, di mana China telah menyamai kenaikan tarif yang ditetapkan oleh AS.
China menaikkan tarif atas barang-barang AS hingga 125% karena perang dagang dengan AS atas tarif global Donald Trump meningkat.
Beijing menghadapi pungutan sebesar 145% atas beberapa barangnya yang diimpor ke AS
Presiden Chin%a Xi Jinping meminta UE untuk bergabung dengan Beijing dalam menentang "intimidasi" dari AS, dengan mengatakan "tidak ada pemenang dalam perang tarif"
Meskipun demikian, Donald Trump mengatakan ia masih berharap untuk mendapatkan kesepakatan dengan Beijing, dengan mengatakan mereka akan "berakhir dengan sesuatu yang sangat baik bagi kedua negara"
Sementara itu, emas telah naik ke rekor tertinggi karena investor berbondong-bondong ke aset safe haven
Pelacak pasar: Saham Eropa memiliki awal yang positif, tetapi banyak pasar Asia turun karena ketidakpastian tarif
Tesla Stop Penjualan 2 Model Mobil Mewahnya di China, Apa Sebabnya?
Tesla Inc. secara diam-diam menghentikan penerimaan pesanan baru untuk dua model premiumnya, Model S dan Model X, di Tiongkok, seiring meningkatnya tensi perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok.
Berdasarkan penelusuran Reuters pada Jumat, 11 April 2025, halaman pemesanan Tesla China untuk kedua model tersebut kini tidak lagi tersedia. Hal serupa terjadi pada akun mini program Tesla di aplikasi WeChat yang populer di Negeri Tirai Bambu.
Kedua model tersebut diproduksi secara eksklusif di Amerika Serikat dan diimpor ke Tiongkok. Namun, dalam situasi terkini yang dibayangi eskalasi tarif impor antar dua ekonomi terbesar dunia, Tesla tampaknya mengambil langkah mitigasi risiko dengan menghentikan sementara pemesanan unit yang terkena dampak langsung dari kebijakan tarif tinggi.
Tarif 84% dari China, Respons terhadap Kenaikan Tarif AS yang Capai 145%
Langkah Tesla terjadi tak lama setelah pemerintah Tiongkok secara resmi memberlakukan tarif tambahan sebesar 84% terhadap barang-barang impor asal Amerika Serikat. Kebijakan ini merupakan balasan atas lonjakan tarif yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump, yang kini telah mencapai 145% terhadap berbagai produk asal Tiongkok.
Perusahaan asal California tersebut belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait penghentian pemesanan di Tiongkok. Permintaan komentar dari media belum mendapat tanggapan dari pihak Tesla hingga artikel ini ditulis.
Produksi Lokal Jadi Andalan: Model 3 dan Model Y Tetap Dijual di China
Meskipun Tesla menghentikan penjualan Model S dan Model X, perusahaan tetap memproduksi dan menjual dua model populernya, yakni Model 3 dan Model Y, dari pabrik Gigafactory Shanghai.
Kendaraan tersebut tidak hanya dipasarkan untuk konsumen domestik di Tiongkok, tetapi juga diekspor ke berbagai pasar strategis seperti Eropa dan Asia Tenggara. Model 3 dan Model Y menyumbang mayoritas penjualan Tesla secara global, dan khususnya di Tiongkok.
Menurut Li Yanwei, analis dari Asosiasi Dealer Mobil Tiongkok (China Auto Dealers Association), pada tahun 2024, hanya 1.553 unit Model X dan 311 unit Model S yang diimpor ke Tiongkok. Angka ini menunjukkan bahwa kedua model tersebut memang memiliki volume pasar yang jauh lebih kecil dibandingkan kendaraan Tesla yang diproduksi secara lokal.
Kerjasama Militer China, Korea Utara, dan Rusia Bikin AS Ketar-Ketir
Panglima tertinggi AS di Pasifik memperingatkan para senator pada hari Kamis (10/4/2025) bahwa dukungan militer yang diberikan China dan Korea Utara kepada Rusia dalam perangnya melawan Ukraina menciptakan risiko keamanan di wilayah tersebut.
Alasannya, Moskow memberikan bantuan militer penting kepada keduanya sebagai balasannya.
Mengutip AP, Laksamana Samuel Paparo, kepala Komando Indo-Pasifik AS, mengatakan kepada Komite Angkatan Bersenjata Senat bahwa China telah menyediakan 70% peralatan mesin dan 90% chip warisan kepada Rusia untuk membantu Moskow membangun kembali mesin perangnya.
Sebagai gantinya, katanya, China berpotensi mendapatkan bantuan dalam teknologi untuk membuat kapal selamnya bergerak lebih senyap, bersama dengan bantuan lainnya.
Para senator mendesak Paparo dan Jenderal Xavier Brunson, komandan Pasukan AS di Korea, mengenai kemajuan China di wilayah tersebut, termasuk ancaman terhadap Taiwan. Dan mereka juga mempertanyakan keberadaan militer AS di Korea Selatan, dan apakah negara itu harus dilindungi dari pemotongan personel.
Keduanya mengatakan pasukan AS saat ini di sana dan di seluruh Indo-Pasifik sangat penting bagi diplomasi di kawasan tersebut dan keamanan nasional Amerika, karena hubungan antara Rusia dan Tiongkok semakin erat. AS memiliki 28.500 pasukan di Korea Selatan.
Paparo mengatakan Korea Utara mengirim "ribuan, mungkin ratusan ribu peluru artileri" dan ratusan rudal jarak pendek ke Rusia. Harapannya, katanya, Pyongyang akan mendapatkan dukungan pertahanan udara dan rudal permukaan-ke-udara.
"Ini adalah simbiosis transaksional di mana setiap negara memenuhi kelemahan negara lain untuk saling menguntungkan masing-masing negara," kata Paparo.
Dalam sambutan pembukaannya, Senator Roger Wicker dari Mississippi, ketua komite Partai Republik, mengatakan bahwa keselarasan yang lebih erat antara Rusia, Tiongkok, dan Korea Utara harus menjadi perhatian besar bagi semua pihak di Barat.
"Kekhawatiran ini kemudian harus mengarah pada tindakan. Jika kita ingin menjaga perdamaian dan stabilitas global, kita harus terus mengambil langkah-langkah sekarang untuk membangun kembali militer kita dan membangun kembali pencegahan," jelas Wicker.
Brunson mengatakan Korea Utara telah menunjukkan kemampuan untuk mengirim amunisi dan pasukan ke Rusia sambil memajukan pengembangan kemampuan militernya sendiri, termasuk hipersonik.
"Upaya Korea Utara untuk mengembangkan senjata nuklir canggih dan rudal balistik menimbulkan ancaman langsung terhadap tanah air dan sekutu kita," Paparo menambahkan.
Xi Jinping Tur Diplomatik ke Asia Tenggara di Tengah Memanasnya Hubungan dengan AS
Presiden Tiongkok Xi Jinping dijadwalkan memulai kunjungan kenegaraan ke tiga negara Asia Tenggara mulai 14 April 2025, menandai perjalanan luar negeri pertamanya tahun ini.
Langkah ini mencerminkan upaya strategis Beijing dalam memperkuat hubungan bilateral dengan tetangga terdekatnya di tengah meningkatnya tensi perdagangan dengan Amerika Serikat.
Tur Tiga Negara: Vietnam, Malaysia, dan Kamboja Jadi Prioritas
Menurut laporan dari kantor berita Xinhua, Xi akan mengunjungi Vietnam pada 14–15 April, diikuti dengan kunjungan ke Malaysia dan Kamboja dari 15 hingga 18 April. Ini merupakan kunjungan perdana Xi ke Malaysia sejak 2013 dan ke Kamboja sejak 2016.
Adapun kunjungan terakhirnya ke Vietnam terjadi pada Desember 2023, menunjukkan kedekatan hubungan kedua negara tersebut.
Langkah ini juga mencerminkan pentingnya kawasan Asia Tenggara dalam kebijakan luar negeri Tiongkok, khususnya dalam menghadapi tekanan ekonomi akibat kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump.
China Dihantam Tarif 145% dari AS: Diplomasi Regional Jadi Jalan Keluar
Presiden Trump secara resmi menerapkan tarif impor sebesar 145% terhadap produk-produk asal Tiongkok mulai 9 April 2025. Sementara sebagian besar negara mitra seperti Kamboja (49%), Vietnam (46%), dan Malaysia (24%) juga turut terkena imbas tarif timbal balik dari AS, mereka masih berupaya menjalin dialog untuk mendapatkan pengecualian.
Sebaliknya, Tiongkok saat ini menjadi satu-satunya negara yang tetap berada di luar jalur negosiasi langsung dengan Washington, menjadikannya semakin aktif dalam menjalin kemitraan strategis dengan negara-negara tetangganya.
Fokus Utama di Vietnam: 40 Perjanjian dan Kerja Sama Perkeretaapian
Dua pejabat Vietnam menyebutkan bahwa sekitar 40 perjanjian bilateral akan ditandatangani antara Tiongkok dan Vietnam pada 15 April. Salah satu sektor utama yang disoroti adalah pembangunan infrastruktur kereta api, di mana Hanoi mengharapkan dukungan teknologi dan pendanaan dari Beijing.
Selain sektor transportasi, kerja sama antara kementerian pertahanan dan kepolisian kedua negara juga akan diumumkan, meski belum jelas apakah perjanjian tersebut bersifat mengikat secara hukum maupun finansial.
Malaysia & Kamboja: "Air yang Mengalir Tak Bisa Diputus"
Media pemerintah Tiongkok mengutip pepatah lama saat menyoroti hubungan dengan Malaysia: “Air yang mengalir tak bisa diputus”. Xi juga dijadwalkan bertemu dengan para pemimpin Malaysia untuk memperdalam kerja sama ekonomi dan teknologi.
Di Kamboja, narasi persahabatan abadi kembali digaungkan. Beijing menyebut Perdana Menteri Hun Manet dan para pemimpin senior Kamboja sebagai “teman besi” Xi Jinping, mempertegas kedekatan hubungan historis kedua negara.
Diplomasi Global: Beijing Bangun Koalisi Anti-Tarif
Tak hanya fokus di Asia Tenggara, Tiongkok juga memperluas pengaruhnya secara global. Menteri Perdagangan Wang Wentao telah melakukan serangkaian panggilan video dengan para mitranya dari Uni Eropa, Malaysia, Arab Saudi, dan Afrika Selatan.
Upaya ini bertujuan membangun garis pertahanan kolektif terhadap tarif AS yang dianggap merusak tatanan perdagangan global.
Sementara itu, Perdana Menteri Tiongkok Li Qiang berdiskusi langsung dengan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen. Keduanya menegaskan komitmen pada sistem perdagangan multilateral yang adil dan seimbang.
Hindari 'Harga Gila' iPhone akibat Tarif Trump, Apple Rela Kirim dari India ke AS
Apple Inc. tengah menjalankan strategi agresif untuk menghindari dampak tarif tinggi yang diberlakukan oleh Presiden Donald Trump terhadap produk impor dari Tiongkok.
Sejak Maret 2025, perusahaan teknologi asal Cupertino ini dilaporkan telah menerbangkan sekitar 600 ton iPhone, atau setara 1,5 juta unit perangkat, dari pabrik-pabrik produksinya di India menuju Amerika Serikat.
Langkah ini merupakan respons terhadap ancaman tarif sebesar 145% terhadap barang-barang asal Tiongkok yang masih menjadi basis utama perakitan iPhone global.
Sumber internal menyebut bahwa langkah ini diambil untuk "mengalahkan tarif", terutama dengan adanya masa tenggang selama 90 hari atas tarif India yang lebih ringan, yakni hanya 10%. Meskipun India tidak sepenuhnya bebas dari beban pajak ekspor ke AS, tarif tersebut dianggap lebih ringan dan dapat ditekan melalui efisiensi operasional yang meningkat.
Peningkatan Kapasitas Produksi di India: 20% Kenaikan Output dalam Waktu Singkat
Apple telah menetapkan target peningkatan produksi sebesar 20% di fasilitas manufaktur India, khususnya di pabrik milik Foxconn di Chennai, yang merupakan fasilitas produksi iPhone terbesar di negara tersebut. Pabrik ini telah memproduksi 20 juta unit iPhone sepanjang tahun lalu, termasuk model iPhone 15 dan iPhone 16 terbaru.
Untuk mencapai target tersebut, Apple menambah jumlah tenaga kerja dan memperpanjang jam operasional, termasuk menjalankan produksi di hari Minggu. Selain Foxconn, dua fasilitas manufaktur lainnya yang dioperasikan oleh Tata dan Foxconn turut memperkuat rantai pasokan Apple di India.
Strategi Diversifikasi Produksi: India Jadi Penyangga Utama
Apple tampaknya tidak hanya menjadikan India sebagai lokasi produksi alternatif, tetapi juga sebagai penyangga utama distribusi jangka pendek ke pasar AS.
Menurut laporan Bank of America, jika semua unit iPhone yang diproduksi di India dialihkan ke pasar Amerika, maka pasokan tersebut bisa memenuhi sekitar 50% dari permintaan iPhone di AS sepanjang tahun 2025.
Langkah ini juga memperlihatkan bahwa Apple tengah mencoba mengamankan pengecualian dari tarif atas produk asal Tiongkok. Sambil menunggu kepastian kebijakan perdagangan AS, India menjadi pilihan pragmatis untuk menjembatani kebutuhan pasar tanpa membebani konsumen dengan harga yang melonjak drastis.
Kenaikan Harga iPhone Akibat Tarif: Risiko Bagi Konsumen Amerika
Ancaman tarif setinggi 145% terhadap produk Tiongkok dapat berujung pada lonjakan harga signifikan di pasar AS. UBS, sebuah bank investasi global, memperkirakan bahwa iPhone 16 Pro Max 256GB yang saat ini dibanderol US$1.199 dapat melonjak hingga mendekati US$2.000, apabila Apple memindahkan beban biaya tarif kepada konsumen.
Langkah untuk memproduksi iPhone di Amerika Serikat secara penuh dianggap terlalu mahal oleh para analis. Wedbush Securities menyatakan bahwa pembuatan satu unit iPhone di AS dapat memakan biaya hingga US$3.500, menjadikannya tidak kompetitif dibandingkan produksi di India, Tiongkok, atau Vietnam.
"Jika konsumen menginginkan iPhone seharga US$3.500, maka kita bisa memproduksinya di New Jersey atau Texas," ujar Dan Ives, analis dari Wedbush, dalam laporan investor terbaru.
Pembangkangan Tentara Israel Meluas, Ratusan Angkatan Laut Tolak Perang
Lebih dari 150 mantan perwira angkatan laut dan puluhan dokter cadangan menandatangani surat yang diterbitkan pada hari Kamis menuntut diakhirinya perang di Gaza. Ini melanjutkan gelombang pembangkangan di militer Israel.
Surat-surat tersebut muncul setelah pernyataan publik serupa yang dikeluarkan oleh hampir 1.000 veteran Angkatan Udara Israel (IAF) , termasuk 60 tentara cadangan aktif, yang telah dikecam oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Israel Katz. Sekitar 60 orang yang menandatangani perjanjian ini adalah tentara cadangan aktif IAF dan diperkirakan akan diberhentikan. Tak satupun surat yang meminta pasukan cadangan untuk menolak bertugas.
Merujuk Times of Israel, surat dalam bahasa Ibrani yang ditulis oleh pensiunan perwira angkatan laut – ditujukan kepada perdana menteri, menteri pertahanan, anggota pemerintah, Knesset, rantai komando IDF, dan masyarakat Israel. Mereka menuduh pemerintah memprioritaskan “kepentingan politik dan pribadi, dan bukan kepentingan keamanan.”
“59 sandera masih berada di terowongan Hamas, dan negara ini semakin menjauh dari kewajibannya untuk membebaskan mereka,” tulis para perwira tersebut.
Mereka mengkritik tindakan pemerintah, dan mengklaim bahwa tindakan tersebut “merusak fondasi kenegarawanan, mengikis kepercayaan publik, dan menimbulkan kekhawatiran serius bahwa keputusan keamanan ditentukan oleh pertimbangan yang tidak sah.” “Dimulainya kembali pertempuran akan menjauhkan pembebasan para sandera, membahayakan tentara, dan merugikan warga sipil yang tidak bersalah,” tulis mereka.
Selain itu, puluhan dokter cadangan menandatangani surat terpisah yang menuntut penghentian segera pertempuran di Gaza demi memulangkan para sandera. Surat yang dilansir situs berita Ynet itu ditujukan kepada Menteri Pertahanan Katz, Kepala Staf IDF Letjen Eyal Zamir dan Kepala Petugas Medis Brigjen. Jenderal Zivan Aviad-Beer.
“Kami, dokter cadangan dari berbagai unit di IDF, menuntut pemulangan para sandera tanpa penundaan dan penghentian pertempuran di Jalur Gaza,” bunyi pernyataan tersebut. Para dokter menulis bahwa pada tanggal 7 Oktober, mereka dengan bangga berdiri untuk membela negara, namun “saat ini, setelah 550 hari pertempuran yang telah memakan banyak korban di Negara Israel, kami merasa, dengan sedihnya, bahwa kelanjutan pertempuran di Gaza terutama ditujukan untuk kepentingan politik dan pribadi, tanpa tujuan keamanan.”
Melanjutkan pertempuran, pada titik ini, “hanya membahayakan nyawa tentara IDF dan nyawa warga negara yang kami sandera – sebagaimana dibuktikan oleh fakta bahwa 40 sandera telah dibunuh atau dibunuh selama agresi darat,” pendapat mereka.
“Berlanjutnya pertempuran dan ditinggalkannya para sandera, seperti ditinggalkannya [tentara] yang terluka di medan perang, mengikis nilai-nilai kesucian hidup dan komitmen terhadap keamanan negara dan orang-orang yang tinggal di dalamnya secara permanen. “Kami menyerukan kepada para pemimpin Israel untuk sadar dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai Negara Israel dan Kode Etik IDF,” tulis mereka.
Sebelumnya, seorang pejabat militer Israel mengatakan pada hari Kamis bahwa tentara akan memecat pilot cadangan yang secara terbuka menandatangani petisi yang menyerukan pembebasan tahanan di Jalur Gaza, bahkan jika hal itu memerlukan diakhirinya perang terhadap Hamas. “Dengan dukungan penuh dari Kepala Staf, komandan Angkatan Udara Israel telah memutuskan bahwa setiap tentara cadangan aktif yang menandatangani surat ini tidak akan dapat terus bertugas di militer,” kata juru bicara militer kepada AFP.
Hal ini muncul sebagai jawaban atas pertanyaan tentang petisi yang ditandatangani oleh hampir 1.000 pensiunan atau pilot cadangan, yang diterbitkan sebagai artikel satu halaman penuh di beberapa media di Israel.
Petisi tersebut menantang kebijakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang percaya bahwa peningkatan tekanan militer di Gaza adalah satu-satunya cara untuk memaksa Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) untuk melepaskan tahanan yang mereka tangkap selama serangan di Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023.