News Komoditi & Global ( Kamis, 30 Oktober 2025 )
Harga emas memangkas kenaikan usai komentar Ketua The Fed Jerome Powell menekan ekspektasi pemotongan suku bunga lebih lanjut. Mengutip Reuters pada Kamis (30/10/2025), harga emas di pasar spot naik 0,3% menjadi US$3.964,39 per troy ounce setelah sempat menguat hingga 2% di awal sesi perdagangan. Sementara itu, harga emas berjangka AS untuk pengiriman Desember naik 0,4% di level US$4.000,7 per troy ounce. The Fed menurunkan suku bunga acuan ke kisaran target 3,75%–4,00%, menjadi penurunan kedua sepanjang tahun ini. Dalam konferensi pers usai keputusan tersebut, Powell menyampaikan nada kehati-hatian terhadap prospek kebijakan berikutnya. “Dalam diskusi komite kali ini, terdapat perbedaan pandangan yang cukup kuat mengenai langkah yang akan diambil pada Desember. Pemangkasan suku bunga lebih lanjut pada pertemuan Desember bukanlah sesuatu yang pasti. Jauh dari itu, kebijakan tidak berada pada jalur yang telah ditentukan," ujar Powell. Peter Grant, Wakil Presiden dan Senior Metals Strategist di Zaner Metals, mengatakan bahwa emas bereaksi wajar terhadap upaya Powell meredam ekspektasi pemangkasan suku bunga lanjutan. 
 “Kami sudah melihat kontrak berjangka Fed Funds memangkas ekspektasi pemotongan suku bunga, yang berpotensi memperkuat dolar AS dan menekan harga emas,” jelasnya. Indeks dolar AS memperpanjang penguatan, sehingga membuat emas yang dihargakan dalam dolar menjadi lebih mahal bagi pembeli luar negeri. Emas, yang tidak memberikan imbal hasil (non-yielding asset), biasanya mendapat dukungan dalam lingkungan suku bunga rendah dan ketidakpastian ekonomi. “Fakta bahwa pemangkasan suku bunga Desember kini diragukan akan menahan reli logam mulia,” ujar pedagang logam independen Tai Wong. Dari sisi perdagangan global, Presiden AS Donald Trump mengumumkan tercapainya kesepakatan dagang dengan Korea Selatan dan menyatakan optimisme terhadap potensi kesepakatan serupa dengan Presiden China Xi Jinping menjelang pertemuan keduanya pada Kamis (30/10/2025). Sepanjang tahun berjalan, harga emas telah melonjak 51% dan sempat menyentuh rekor tertinggi US$4.381,21 per troy ounce pada 20 Oktober lalu. Namun, sepanjang pekan ini, harga emas terkoreksi lebih dari 3%, sebagian akibat meredanya ketegangan dagang global. Untuk logam mulia lainnya, harga perak naik 1,7% menjadi US$47,82 per troy ounce, platinum menguat 0,6% ke US$1.595,81, dan paladium meningkat 1,9% ke US$1.420,05 per troy ounce.
Harga Minyak Dunia Melemah Tipis, Investor Masih Menantikan Hasil Pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping
 
Harga minyak dunia bergerak melemah  pada awal perdagangan Kamis (30/10/2025), setelah menguat pada sesi sebelumnya.
Investor menahan aksi beli sambil menantikan hasil pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping di Korea Selatan yang diharapkan dapat meredakan ketegangan perdagangan kedua negara.
Melansir Reuters, kontrak berjangka Brent crude turun tipis 3 sen atau 0,05% ke posisi US$64,89 per barel pada pukul 00.32 GMT.
Sementara West Texas Intermediate (WTI) melemah 11 sen atau 0,18% menjadi US$60,37 per barel.
Pertemuan Trump dan Xi dijadwalkan berlangsung pada Kamis pagi di Busan, Korea Selatan, di sela-sela KTT APEC.
Pasar berharap pertemuan tersebut dapat menghasilkan kesepakatan untuk menurunkan tensi dagang yang selama ini membayangi prospek pertumbuhan ekonomi global dan permintaan energi.
Trump mengatakan pada Rabu (29/10/2025) bahwa dirinya berharap dapat menurunkan tarif impor terhadap barang-barang China, dengan imbalan komitmen Beijing untuk menekan aliran bahan prekursor pembuatan fentanyl, narkotika sintetis yang menjadi penyebab utama kematian akibat overdosis di AS.
Selain itu, sentimen positif juga datang dari kebijakan Federal Reserve yang pada Rabu malam memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin, sesuai ekspektasi pasar.
Meski demikian, The Fed memberi sinyal bahwa pemangkasan lanjutan pada tahun ini mungkin tidak terjadi, seiring terganggunya ketersediaan data ekonomi akibat penutupan sebagian aktivitas pemerintahan AS.
“Keputusan The Fed menandakan perubahan arah kebijakan yang lebih mendukung reflasi dan pertumbuhan ekonomi, memberi angin segar bagi komoditas yang sensitif terhadap aktivitas ekonomi seperti minyak,” ujar Claudio Galimberti, Kepala Ekonom Rystad Energy, dalam sebuah catatan riset.
Pada perdagangan sebelumnya, Brent dan WTI masing-masing naik 52 sen dan 33 sen, didorong oleh optimisme terkait pembicaraan dagang dan laporan penurunan persediaan minyak AS yang lebih besar dari perkiraan.
Berdasarkan data Energy Information Administration (EIA), stok minyak mentah AS turun 6,86 juta barel menjadi 416 juta barel pada pekan yang berakhir 24 Oktober, jauh di bawah ekspektasi analis dalam survei Reuters yang memperkirakan penurunan hanya sekitar 211.000 barel.
Wall Street : Dow Tergelincir, Powell Tahan Sinyal Pemangkasan Bunga Desember
 
Indeks Dow Jones Industrial Average berakhir melemah dan S&P 500 nyaris datar pada perdagangan Rabu (29/10/2025).
Setelah Ketua Federal Reserve Jerome Powell menyatakan bahwa peluang pemangkasan suku bunga lanjutan pada Desember belum dapat dipastikan.
Sementara itu, indeks Nasdaq kembali mencatat rekor tertinggi baru, didorong lonjakan saham Nvidia yang menjadi perusahaan pertama di dunia dengan kapitalisasi pasar mencapai US$5 triliun.
Sebelumnya, pasar saham sempat menguat setelah The Fed memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin, sesuai ekspektasi, dan mengumumkan akan kembali melakukan pembelian terbatas surat utang pemerintah AS.
Pemangkasan ini menjadi yang kedua kalinya sepanjang tahun 2025, menurunkan suku bunga acuan ke kisaran 3,75%–4,00%.
Namun, nada hati-hati Powell membuat pelaku pasar menahan optimisme. Setelah konferensi pers Powell, peluang pemangkasan suku bunga lanjutan pada Desember turun menjadi 71%, dari sebelumnya 90%.
“Powell menegaskan bahwa pemangkasan suku bunga berikutnya bukan hal yang pasti. Namun, itu pernyataan yang wajar karena kebijakan The Fed tetap bergantung pada data ekonomi,” ujar Oliver Pursche, Senior Vice President Wealthspire Advisors.
Saham Nvidia naik 3% menjadi US$207,04, menutup sesi dengan nilai pasar US$5,03 triliun. Sejak awal tahun, saham produsen chip AI ini telah melonjak lebih dari 50%, memimpin reli saham berbasis kecerdasan buatan di Wall Street.
Adapun Dow Jones ditutup turun 74,37 poin atau 0,16% ke level 47.632,00, S&P 500 melemah tipis 0,30 poin ke 6.890,59, sementara Nasdaq Composite menguat 0,55% atau 130,98 poin ke 23.958,47.
“Pemangkasan suku bunga memang sudah diantisipasi pasar. Tapi komentar Powell mengurangi euforia sementara. Pada akhirnya, yang mendorong saham tetaplah kinerja laba perusahaan,” ujar Michael Rosen, CIO Angeles Investments.
Hingga Rabu, sebanyak 222 perusahaan dalam indeks S&P 500 telah merilis laporan keuangan, dengan 84,2% di antaranya mencatatkan laba di atas perkiraan analis, jauh di atas rata-rata empat kuartal terakhir sebesar 77%.
Saham Caterpillar melonjak 11,6% setelah melaporkan laba kuartal III yang melampaui ekspektasi. Namun setelah penutupan bursa, saham-saham raksasa teknologi menunjukkan kinerja beragam: Meta Platforms anjlok lebih dari 8%, Microsoft turun 1%, sementara Alphabet justru naik sekitar 5%.
Meta melaporkan beban satu kali hampir US$16 miliar terkait “Big Beautiful Bill” yang disahkan pemerintahan Trump, serta memperkirakan belanja modal tahun depan akan “jauh lebih besar” dibandingkan 2025.
Terungkap, 279 Tentara IDF Coba Bunuh Diri
 
Sebuah laporan yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Informasi Knesset pada Selasa mengungkapkan kondisi mengenaskan kejiwaan pasukan penjajahan Israel. Disebutkan bahwa antara Januari 2024 dan Juli 2025, 279 tentara Pasukan Pertahanan Israel berusaha bunuh diri.
Laporan parlemen Israel itu, yang disiapkan atas permintaan anggota parlemen sayap kiri Hadash-Ta’al Ofer Cassif, menemukan bahwa untuk setiap tentara yang meninggal karena bunuh diri, tercatat tujuh upaya bunuh diri tambahan. Menurut laporan tersebut, tentara tempur menyumbang 78 persen dari seluruh kasus bunuh diri di Israel pada tahun 2024.
Menurut the Times of Israel, angka ini peningkatan tajam dari tahun-tahun sebelumnya. Pada 2017 hingga 2024, angka tersebut berkisar antara 42 persen dan 45 persen. Sementara pada 2023, sebelum 7 Oktober, hanya mencapai 17 persen.
Secara total, 124 tentara penjajah tewas karena bunuh diri antara tahun 2017 dan Juli 2025, demikian temuan laporan tersebut. Dari jumlah tersebut, 68 persen adalah wajib militer, 21 persen berada dalam dinas cadangan aktif, dan 11 persen adalah tentara karir.
Laporan Knesset menemukan bahwa hanya 17 persen tentara yang meninggal karena bunuh diri selama dua tahun terakhir telah bertemu dengan petugas kesehatan mental dalam dua bulan sebelum kematian mereka.
Peningkatan angka bunuh diri dan percobaan bunuh diri telah dikaitkan dengan lonjakan mobilisasi pasukan cadangan selama perang setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menarik puluhan ribu tentara kembali ke dinas aktif.
Sebagian besar data diperoleh dari pusat kesehatan mental Korps Medis IDF, serta dari diskusi yang diadakan di berbagai komite Knesset. Laporan tersebut mengklarifikasi bahwa angka-angka tersebut hanya mengacu pada tentara yang bertugas pada saat kematian atau upaya mereka – baik dalam dinas reguler atau cadangan – dan tidak termasuk veteran yang bunuh diri setelah menyelesaikan tugas militer.
Investigasi internal militer pada bulan Agustus tahun ini menemukan bahwa sebagian besar kasus bunuh diri di kalangan tentara baru-baru ini disebabkan oleh trauma psikologis akibat perang, termasuk penempatan yang berkepanjangan di zona pertempuran, menyaksikan pemandangan yang mengerikan dan hilangnya rekan-rekan mereka.
Setelah penyelidikan internal, IDF mengatakan akan meningkatkan langkah-langkahnya untuk mengatasi tantangan kesehatan mental. Hal ini dilaporkan mencakup rencana untuk memperluas pelatihan bagi para komandan untuk membantu mereka mendeteksi tanda-tanda tekanan pada pasukan mereka, dan secara signifikan meningkatkan jumlah petugas kesehatan mental. Cassif, yang meminta laporan tersebut, memperingatkan dalam menanggapi temuannya pada hari Selasa bahwa “epidemi bunuh diri” kemungkinan akan bertambah buruk dalam beberapa bulan mendatang.
Hadapi Tekanan Sanksi, Presiden Iran Usulkan Pembentukan Mata Uang Baru di Kawasan
 
Presiden Iran Masoud Pezeshkian mengusulkan agar Iran dan para mitra dagangnya membentuk mata uang bersama. Usulan itu disampaikan saat Iran kembali menghadapi sanksi PBB yang sempat ditangguhkan di bawah perjanjian nuklir tahun 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action.
Saat berbicara di Economic Cooperation Organization (ECO) Summit yang digelar di Teheran pada Selasa (28/10/2025), Pezeshkian menyampaikan bahwa ikatan agama dan budaya di kawasan tersebut dapat menciptakan kondisi untuk menjalin komunikasi serta kerja sama yang lebih erat.
 “Bahkan mata uang bersama dapat diadopsi di kawasan ini untuk membantu mendorong pembangunan ekonomi,” ujarnya, dikutip laman Al Arabiya.
Menurut Pezeshkian, jika negara-negara di kawasan bersatu secara ekonomi dan budaya, dia yakin mereka dapat mengatasi hambatan yang ditimbulkan kekuatan eksternal. Namun Pezeshkian tak menyebut secara eksplisit siapa kekuatan eksternal yang dia maksud.
ECO didirikan oleh Iran, Turki, dan Pakistan pada 1985. Saat ini, selain ketiga negara pendiri, terdapat tujuh negara lain yang tergabung dalam ECO, yakni Afghanistan, Azerbaijan, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, Turkmenistan, dan Uzbekistan. Saat ini tujuan ECO adalah memperkuat perdagangan regional.
Sebelumnya, Pemerintah Iran mengatakan, saat ini mereka tidak lagi terikat perjanjian yang bertujuan membatasi program nuklirnya, yakni Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Hal tersebut karena tiga negara yang menjadi pihak dalam JCPOA, yaitu Prancis, Inggris, dan Jerman, mengaktifkan kembali pemberlakuan sanksi PBB terhadap Teheran pada September lalu.
"Mulai sekarang, semua ketentuan (kesepakatan), termasuk pembatasan program nuklir Iran dan mekanisme terkaitnya, dianggap berakhir", kata Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Iran pada 18 Oktober 2025.
Hari berakhirnya JCPOA ditetapkan pada 18 Oktober 2025, tepat 10 tahun setelah diabadikan dalam resolusi Dewan Keamanan PBB 2231. Kendati demikian, Iran menyatakan tetap membuka diri untuk berdialog. "Iran dengan tegas menyatakan komitmennya terhadap diplomasi," ungkap Kemenlu Iran.
Atas inisiatif Prancis, Inggris, dan Jerman, sanksi PBB yang meluas terhadap Iran kembali berlaku pada akhir September 2025, pertama kalinya dalam satu dekade. Ketiga negara menuduh Iran tidak bekerja sama dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Selain itu, mereka menginginkan Iran kembali berunding dengan Amerika Serikat (AS), yang juga sempat menjadi pihak dalam JCPOA.
Pada 2018, AS, di bawah kepemimpinan Donald Trump, memutuskan hengkang dari JCPOA. Kala itu Trump beralasan JCPOA sebagai kesepakatan yang "cacat" karena tidak turut mengatur soal program rudal balistik Iran dan pengaruh negara tersebut di kawasan.
Setelah menarik AS dari JCPOA, Trump memberlakukan kembali sanksi ekonomi terhadap Teheran. Merespons langkah Washington, Iran memutuskan turut menangguhkan keterlibatannya dalam JCPOA. Ia kemudian mulai melakukan pengayaan uranium hingga melampaui 3,67 persen. Sebelumnya JCPOA mengatur bahwa Iran tak boleh memperkaya uranium hingga melewati ambang batas tersebut.
Menurut IAEA, Iran adalah satu-satunya negara tanpa program senjata nuklir yang mampu memperkaya uranium hingga 60 persen. Angka itu mendekati ambang batas 90 persen yang dibutuhkan untuk sebuah bom, dan jauh di atas tingkat yang dibutuhkan untuk penggunaan nuklir sipil.
Kendati demikian, Iran selalu membantah tudingan Barat yang menyebutnya berusaha mengembangkan senjata nuklir. Pada Juli 2025 lalu, Iran menangguhkan kerja sama dengan IAEA setelah terlibat pertempuran udara dengan Israel. Iran menilai, IAEA gagal mengutuk serangan Israel dan AS terhadap fasilitas nuklirnya.
Kampanye pengeboman yang belum pernah terjadi sebelumnya oleh Israel dan pembalasan oleh Iran selama perang 12 hari menggagalkan negosiasi nuklir yang sedang berlangsung antara Teheran dan Washington.
Korban Pelanggaran Gencatan Senjata Israel Melonjak, Lebih 60 Tewas
 
Korban pengeboman dan penyerangan Israel di Jalur Gaza terus melonjak pada Rabu. Sementara pihak Israel mencoba berkelit bahwa serangan-serangan mematikan tersebut adalah pelanggaran gencatan senjata.
Aljazirah mengutip sumber di rumah sakit Gaza melaporkan bahwa 63 orang syahid dalam serangan baru Israel terhadap rumah dan tenda pengungsi di Gaza. Sumber tersebut menjelaskan, di antara korban tewas terdapat 24 anak-anak, dan puluhan lainnya luka-luka. Ini salah satu jumlah korban jiwa harian paling banyak akibat serangan Israel, bahkan termasuk di luar gencatan senjata.
Kapal perang dan tank Israel terus membombardir pantai dan pinggiran kota Rafah di Jalur Gaza selatan, sementara serangan udara kembali dilakukan di berbagai wilayah di Kota Gaza dan Khan Younis, yang merupakan pelanggaran baru terhadap perjanjian gencatan senjata. Rumah Sakit Baptist menerima dua orang syuhada yang gugur dalam serangan Israel di sebuah rumah di lingkungan Zeitoun, tenggara Kota Gaza.
Kompleks Medis Nasser mengumumkan kematian seorang anak dalam pemboman yang menargetkan sebuah apartemen perumahan di lingkungan Al-Amal, barat laut Khan Younis. Tiga orang, termasuk seorang anak, tewas dalam serangan udara terhadap sebuah rumah di daerah Yarmouk di pusat Kota Gaza.
Tim pertahanan sipil mengumumkan penemuan jenazah empat martir lagi dari bawah reruntuhan rumah keluarga Al-Banna di lingkungan Al-Sabra.
Saksi mata mengatakan bahwa tim penyelamat menghadapi kesulitan besar dalam menyelamatkan orang hilang akibat penembakan yang sedang berlangsung dan pesawat tempur Israel yang terbang di atas Jalur Gaza. Sebuah sumber di Rumah Sakit Al-Aqsa melaporkan bahwa beberapa orang terluka dalam serangan Israel di sebuah kamp pengungsi di Deir al-Balah di Jalur Gaza tengah.
Sementara itu, tentara Israel mengumumkan kematian seorang tentara cadangan akibat serangan terhadap pasukan militer di Rafah pada hari Selasa. Perlu dicatat bahwa pada tanggal 9 Oktober 2025, Hamas dan Israel mencapai kesepakatan gencatan senjata sesuai dengan rencana Presiden AS Donald Trump dan dimediasi oleh Qatar, Mesir, dan Turki.
Tahap pertama perjanjian tersebut menetapkan pertukaran tahanan, gencatan senjata, dan mengizinkan aliran bantuan ke Jalur Gaza. Para mediator berharap bahwa perjanjian tersebut akan mengakhiri perang pemusnahan Israel di Gaza, yang telah mengakibatkan kematian lebih dari 67.000 warga Palestina, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak, selain pengungsian dan kelaparan penduduk serta buldoser dan pembongkaran rumah-rumah dan fasilitas sipil di berbagai wilayah di Jalur Gaza.
Namun Israel terus melanjutkan serangannya di Gaza, yang mengakibatkan kematian sedikitnya 150 orang yang mati syahid sejak perjanjian tersebut diumumkan.
Trump Kritik The Fed: Jerome 'Too Late' Powell Picu Tawa APEC
 
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali melontarkan kritik terhadap Federal Reserve (The Fed) dan ketuanya, Jerome Powell, terkait langkah bank sentral yang dinilai lambat memangkas suku bunga acuan.
Berbicara di KTT CEO APEC di Gyeongju, Korea Selatan, Rabu (29/10/2025), Trump menyindir Powell dengan julukan “Jerome ‘Too Late’ Powell”, yang memicu tawa para eksekutif dan pemimpin bisnis yang hadir.
 “Kita tidak akan memiliki The Fed yang menaikkan suku bunga hanya karena mereka khawatir soal inflasi tiga tahun dari sekarang,” ujar Trump, seolah mengakui bahwa inflasi bisa meningkat di masa depan.
Trump juga menegaskan optimismenya terhadap ekonomi AS. Ia memperkirakan pertumbuhan ekonomi mencapai 4% pada kuartal I-2026, jauh di atas konsensus ekonom dalam jajak pendapat Reuters yang memperkirakan pertumbuhan akan tertahan akibat kebijakan tarif impor baru pemerintahannya.
Hubungan Tegang dengan The Fed
Pernyataan Trump mencerminkan ketegangan yang berlanjut antara Gedung Putih dan The Fed, di mana Trump kerap menuduh Powell lamban dalam menyesuaikan kebijakan moneter.
Trump menilai langkah The Fed yang tertinggal dari bank sentral lain seperti European Central Bank (ECB) membuat pelaku usaha kehilangan kepercayaan.
Analis memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin pada pertemuan kebijakan 28–29 Oktober, mengikuti langkah sebelumnya pada September untuk menopang pertumbuhan ekonomi yang melambat.
Janji Investasi dan Kerja Sama Baru
Dalam kesempatan yang sama, Trump juga memamerkan komitmen investasi besar dari sejumlah perusahaan global, termasuk TSMC Global (Taiwan), SoftBank (Jepang), dan Hyundai Motor (Korea Selatan), serta perusahaan farmasi multinasional.
Selain itu, Trump menyatakan ingin memperluas kerja sama dengan Korea Selatan dan Jepang di sektor pembangunan kapal (shipbuilding) sebagai bagian dari strategi industrinya untuk memperkuat rantai pasok Asia-Pasifik.
Komentar Trump muncul di tengah kekhawatiran pasar bahwa suku bunga AS masih terlalu tinggi untuk mendukung ekspansi ekonomi.
Investor kini menilai hampir pasti 100% peluang pemangkasan suku bunga dalam rapat Federal Open Market Committee (FOMC) pekan ini.
Rudal Jelajah Korea Utara Meluncur Saat Trump Bersiap Hadiri APEC di Korea Selatan
 
Korea Utara menembakkan rudal jelajah laut-ke-permukaan di perairan barat Semenanjung Korea pada Selasa (28/10/2025), menurut laporan media pemerintah KCNA pada Rabu (29/10/2025).
Uji coba ini dilakukan tepat sebelum kunjungan Presiden Amerika Serikat Donald Trump ke Korea Selatan untuk menghadiri rangkaian pertemuan regional.
Trump dijadwalkan tiba di kota Gyeongju, Korea Selatan, pada Rabu untuk bergabung dengan sejumlah kepala negara dan pemimpin bisnis dalam forum Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC).
Ia juga dijadwalkan bertemu dengan Presiden China Xi Jinping akhir pekan ini.
“Pada titik tertentu, kami akan terlibat dengan Korea Utara... Kami akan, dalam waktu yang tidak terlalu lama, bertemu dengan Korea Utara,” kata Trump kepada wartawan di dalam pesawat Air Force One, menanggapi pertanyaan terkait uji coba rudal tersebut.
KCNA melaporkan bahwa rudal jelajah itu ditembakkan secara vertikal dan terbang selama sekitar 7.800 detik atau sekitar 2 jam 10 menit mengikuti lintasan yang telah ditentukan sebelum mengenai target.
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un disebut tidak hadir dalam peluncuran tersebut.
Wakil Ketua Komisi Militer Pusat Korea Utara, Pak Jong Chon, menyebut uji coba itu menunjukkan “kemajuan penting” dalam pengembangan kekuatan nuklir Korea Utara sesuai dengan rencana partai yang berkuasa.
Sementara itu, Staf Gabungan Militer Korea Selatan (JCS) mengonfirmasi telah mendeteksi peluncuran rudal jelajah di laut barat Korea Utara sekitar pukul 15.00 waktu setempat (06.00 GMT) pada Selasa.
Militer Korsel menyatakan siap menghadapi peluncuran tersebut dan kini tengah menganalisis lebih lanjut rincian uji coba itu.
Berikut Isu-Isu Krusial dalam Pertemuan Puncak Trump–Lee di Korea Selatan
 
Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung bertemu dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk kedua kalinya dalam dua bulan pada Rabu (29/10/2025), membahas isu-isu strategis perdagangan dan keamanan yang akan menentukan arah aliansi kedua negara yang telah terjalin selama 72 tahun.
Pertemuan ini berlangsung menjelang KTT Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) di Gyeongju, Korea Selatan, yang kemungkinan besar tidak akan dihadiri oleh Trump. Berikut isu-isu utama yang menjadi sorotan:
Perdagangan
Harapan Korea Selatan untuk mencapai kesepakatan penghapusan tarif impor AS atas produk-produk Korea tampaknya pupus, setelah negosiasi kedua pihak menemui jalan buntu terkait komitmen investasi senilai US$350 miliar.
Trump menuntut agar dana tersebut dibayarkan secara tunai atau dalam bentuk ekuitas “di muka”, sementara Seoul bersikeras bahwa sebagian besar investasi itu akan berbentuk pinjaman dan jaminan kredit bagi perusahaan Korea yang membuka fasilitas di AS.
Lee memperingatkan bahwa pembayaran tunai sebesar itu akan mengguncang pasar keuangan Korea Selatan.
Pertahanan dan Energi Nuklir
Trump kembali menekan Seoul untuk membayar lebih besar atas kehadiran pasukan AS, sekitar 10 kali lipat dari kesepakatan tahun 2026 yang bernilai 1,5 triliun won (US$1,06 miliar).
Ia juga mendesak sekutu-sekutu AS agar meningkatkan anggaran pertahanan hingga 3,5% dari PDB, sementara Korea Selatan baru mencapai 2,3%.
AS dikabarkan ingin memperluas peran 28.500 pasukan AS di Semenanjung Korea agar tidak hanya berfokus pada ancaman Korea Utara, tetapi juga pada ketegangan dengan China.
Seoul juga berupaya merevisi perjanjian nuklir sipil dengan Washington agar dapat melakukan pengayaan uranium dan pemrosesan ulang bahan bakar nuklir untuk tujuan energi.
Korea Utara
Meski kedua negara sepakat soal tujuan denuklirisasi, Trump menyebut Korea Utara sudah menjadi “kekuatan nuklir”, menandakan kemungkinan perubahan pendekatan.
Lee berkomitmen menghidupkan kembali dialog dengan Pyongyang dan menyebut Trump sebagai figur ideal untuk membujuk Kim Jong Un.
Trump menyatakan siap bertemu Kim selama kunjungan ke Asia pekan ini, meski belum ada tanggapan resmi dari Pyongyang.
Visa Pekerja Korea Selatan
AS berjanji memperbaiki akses visa bagi pekerja Korea Selatan yang ditugaskan membangun dan mengelola fasilitas investasi di AS, setelah lebih dari 300 pekerja Hyundai ditangkap oleh otoritas imigrasi AS.
Namun, sejauh ini belum ada solusi konkret, dan banyak perusahaan Korea masih mengandalkan celah administratif dalam proses imigrasi AS.
Donald Trump Akui Tak Bisa Maju Lagi: 'Konstitusi Cukup Jelas, Saya Tidak Diizinkan'
 
Presiden Amerika Serikat Donald Trump tampaknya menutup pintu untuk maju ke masa jabatan ketiga, mengakui bahwa Konstitusi AS melarangnya mencalonkan diri lagi setelah masa jabatannya saat ini berakhir pada Januari 2029.
Dalam pernyataannya kepada wartawan di atas pesawat Air Force One pada Rabu (29/10) saat menuju Korea Selatan, Trump mengatakan,
“Jika Anda membacanya, itu cukup jelas — saya tidak diizinkan untuk mencalonkan diri lagi. Sayang sekali,”
menandai perubahan sikap dari pernyataan-pernyataan sebelumnya di mana ia enggan secara tegas menolak kemungkinan maju lagi.
Amandemen ke-22 Batasi Dua Masa Jabatan Presiden
Menurut Amandemen ke-22 Konstitusi Amerika Serikat, seseorang hanya dapat terpilih maksimal dua kali sebagai Presiden. Meski demikian, Trump sempat beberapa kali menggoda publik dengan ide masa jabatan ketiga sejak ia memenangkan pemilihan kembali pada November 2024.
Ketua DPR AS Mike Johnson mengonfirmasi pada Selasa bahwa ia telah mendiskusikan isu tersebut dengan Trump, dan keduanya sepakat bahwa tidak ada jalur hukum realistis untuk mengubah Konstitusi dalam waktu dekat.
“Ini sudah menjadi perjalanan yang luar biasa,” ujar Johnson. “Namun saya rasa presiden memahami, dan kami telah membicarakan, batasan yang ditetapkan oleh Konstitusi.”
Johnson menjelaskan bahwa proses amandemen Konstitusi membutuhkan persetujuan dua pertiga anggota Kongres dan ratifikasi oleh tiga perempat negara bagian, yang menurutnya dapat memakan waktu hingga satu dekade.
“Saya tidak melihat adanya jalan untuk itu,” tambahnya.
Sekutu Trump Masih Dorong Ide Masa Jabatan Ketiga
Beberapa sekutu politik Trump, termasuk mantan penasihat strategis Steve Bannon, diketahui sempat mengajukan teori hukum kontroversial yang menantang batas dua masa jabatan yang ditetapkan oleh Amandemen ke-22.
Trump sendiri kerap menyinggung ide tersebut dalam kampanye dan rapat umum pendukungnya, bahkan menjual merchandise bertuliskan “Trump 2028”. Namun, Johnson menyebut hal itu lebih sebagai strategi politik dan bentuk sindiran terhadap lawan politiknya.
 “Ia hanya bersenang-senang dengan itu, mengolok-olok para Demokrat yang panik dengan kemungkinan tersebut,” ujar Johnson.
Siapa Penerus Trump di 2028?
Trump, yang kini berusia 79 tahun, juga menyebut beberapa nama sebagai calon penerus potensial dari Partai Republik untuk pemilihan presiden 2028. Di antaranya adalah Wakil Presiden JD Vance dan Menteri Luar Negeri Marco Rubio.
Apabila secara hipotetis Trump kembali maju, ia akan berusia 82 tahun, menjadikannya presiden tertua dalam sejarah AS. Namun, dengan pernyataannya kali ini, Trump tampaknya menegaskan bahwa masa kepemimpinannya akan berakhir sesuai batas konstitusional pada 2029.
The Fed Kembali Pangkas Suku Bunga, Tapi Sinyal Desember Masih Abu-Abu
 
 Federal Reserve (The Fed) kembali memangkas suku bunga acuan untuk kedua kalinya secara beruntun pada Rabu (29/10/2025) waktu setempat.
Namun, pernyataan Ketua The Fed Jerome Powell yang meragukan kemungkinan pemangkasan lanjutan pada Desember mendatang membuat pasar keuangan bergejolak.
Dalam keputusan dengan hasil voting 10-2, Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) menurunkan suku bunga pinjaman acuan semalam menjadi kisaran 3,75%–4%. Bersamaan dengan itu, The Fed juga mengumumkan akan mengakhiri kebijakan pengurangan neraca aset atau quantitative tightening (QT) mulai 1 Desember.
Gubernur Stephen Miran kembali menyatakan ketidaksetujuannya, dengan alasan pemangkasan seharusnya dilakukan lebih agresif sebesar setengah poin.
Sementara itu, Presiden The Fed Kansas City, Jeffrey Schmid, juga menentang, namun karena berpendapat suku bunga seharusnya tidak dipangkas sama sekali. Miran diketahui merupakan pejabat yang ditunjuk Presiden Donald Trump, yang belakangan gencar mendesak The Fed untuk menurunkan suku bunga lebih cepat.
Pemangkasan suku bunga ini berdampak luas karena menjadi acuan bagi berbagai produk konsumsi, mulai dari kredit kendaraan, hipotek perumahan, hingga kartu kredit.
Meski demikian, pernyataan resmi usai rapat tidak memberikan petunjuk jelas terkait arah kebijakan Desember nanti. Pada pertemuan September lalu, para pejabat The Fed masih memperkirakan akan ada tiga kali pemangkasan sepanjang tahun ini.
Namun Powell menegaskan, pemangkasan di Desember bukan hal yang pasti.
“Dalam pembahasan kali ini, terdapat perbedaan pandangan yang kuat di antara anggota komite tentang langkah selanjutnya,” ujar Powell dalam konferensi pers seperti dikutip dari CNBC, Kamis (30/10).
 “Pemangkasan suku bunga pada pertemuan Desember bukan kesimpulan yang pasti—jauh dari itu.”
Powell menambahkan, kini mulai muncul suara yang kian kuat di antara 19 pejabat The Fed untuk menunda pemangkasan lebih lanjut dan menunggu satu siklus lagi. Dampaknya, peluang pemangkasan pada Desember turun menjadi 67% dari sebelumnya 90%, menurut data CME FedWatch.
Pasar saham yang semula menguat setelah pengumuman keputusan, berbalik melemah setelah pernyataan Powell, sebelum akhirnya bergerak stabil menjelang penutupan perdagangan.
Keputusan pemangkasan ini diambil di tengah keterbatasan data ekonomi akibat penangguhan sementara pengumpulan data oleh pemerintah AS. Selain data indeks harga konsumen (CPI) pekan lalu, berbagai indikator penting seperti data ketenagakerjaan dan penjualan ritel belum tersedia.
Dalam pernyataannya, The Fed mengakui adanya ketidakpastian akibat minimnya data.
 “Indikator yang tersedia menunjukkan aktivitas ekonomi berkembang dalam laju moderat. Pertumbuhan lapangan kerja melambat tahun ini, sementara tingkat pengangguran sedikit naik namun tetap rendah hingga Agustus,” tulis FOMC.
“Inflasi meningkat sejak awal tahun dan masih berada di level agak tinggi.”
Perubahan pandangan ini menandai pergeseran dari pernyataan September, ketika The Fed menyebut aktivitas ekonomi telah melambat.
Komite juga menyoroti meningkatnya risiko terhadap pasar tenaga kerja, dengan menyatakan bahwa “risiko penurunan lapangan kerja meningkat dalam beberapa bulan terakhir.”
Bahkan sebelum penangguhan data, tanda-tanda perlambatan perekrutan sudah terlihat, meski angka pemutusan hubungan kerja masih terkendali. Di sisi lain, inflasi masih jauh di atas target 2% per tahun.
CPI terakhir menunjukkan inflasi tahunan di 3%, didorong kenaikan harga energi serta barang-barang yang terdampak tarif impor era Trump.
Selain menurunkan suku bunga, The Fed juga mengakhiri program QT yang telah memangkas sekitar USD 2,3 triliun dari portofolio obligasi pemerintah dan sekuritas berbasis hipotek. Ke depan, hasil jatuh tempo dari aset tersebut akan dialihkan ke surat berharga berjangka pendek.
Langkah ini sejalan dengan ekspektasi pasar bahwa The Fed akan mengakhiri QT paling lambat akhir tahun. Sejak pandemi COVID-19, neraca The Fed sempat membengkak dari sekitar US$ 4 triliun menjadi hampir US$ 9 triliun.
Powell sebelumnya menyatakan, meski perlu dilakukan pengetatan, The Fed tidak berencana mengembalikan neraca ke level pra-pandemi.
Analis Evercore ISI, Krishna Guha, bahkan memperkirakan The Fed bisa kembali membeli aset pada awal 2026 untuk mendukung pertumbuhan organik apabila kondisi pasar berubah.
Meskipun kebijakan pelonggaran di tengah ekonomi yang masih tumbuh jarang dilakukan, sejarah menunjukkan pasar saham cenderung menguat saat The Fed memangkas suku bunga dalam situasi seperti ini.
Namun, Powell tetap menghadapi dilema klasik: menjaga pertumbuhan tanpa kembali memicu inflasi yang lebih tinggi.
Prediksi ECB: Suku Bunga Tak Berubah Meski Ada Tekanan Tarif
 
Bank Sentral Eropa (European Central Bank/ECB) diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuan untuk ketiga kalinya berturut-turut pada Kamis (30/10/2025).
Langkah ini diambil di tengah inflasi yang stabil dan pertumbuhan ekonomi yang cukup solid, meskipun risiko global dari dinamika perdagangan masih membayangi.
ECB sebelumnya telah memangkas suku bunga sebesar total dua poin persentase hingga Juni tahun ini.
Namun sejak itu, bank sentral yang dipimpin Christine Lagarde ini memilih untuk menahan diri, mengingat inflasi saat ini sudah berada di sekitar target 2%, sebuah posisi ideal yang belum dicapai oleh The Fed, Bank of England, maupun Bank of Japan.
Meski seluruh 88 ekonom yang disurvei Reuters memperkirakan tidak ada perubahan kebijakan bulan ini, Lagarde kemungkinan akan tetap membuka peluang untuk pelonggaran tambahan jika tekanan ekonomi meningkat, terutama akibat ketidakpastian dari kebijakan tarif AS yang terus berubah.
“Kami menilai, data ekonomi harus menunjukkan pelemahan yang signifikan untuk membenarkan pemangkasan suku bunga lebih lanjut,” tulis BNP Paribas dalam risetnya.
Sejauh ini, data menunjukkan pertumbuhan ekonomi kawasan euro tetap moderat, dengan aktivitas bisnis meningkat, sentimen di Jerman membaik, dan optimisme korporasi yang mulai pulih.
Namun di sisi lain, industri manufaktur masih melemah, ekspor ke AS menurun tajam, dan meningkatnya arus barang murah dari China menekan pasar Eropa.
UniCredit memperingatkan bahwa risiko inflasi di bawah target dalam jangka menengah masih nyata, terutama dengan dampak tarif baru, pelemahan pasar tenaga kerja, dan tekanan dari pasar minyak global.
Kendati demikian, sebagian besar ekonom dan pembuat kebijakan ECB memperkirakan suku bunga akan tetap stabil, ditopang oleh stimulus fiskal Jerman, pasar tenaga kerja yang solid, dan konsumsi rumah tangga yang masih kuat.
“Pasar tenaga kerja yang stabil, pertumbuhan sektor jasa, serta kebijakan fiskal Jerman akan menjadi penopang ekonomi zona euro dalam beberapa bulan ke depan,” ujar Felix Schmidt, ekonom Berenberg.
ECB akan menghadapi ujian besar pada Desember mendatang ketika merilis proyeksi ekonomi baru, termasuk perkiraan awal untuk tahun 2028.