News Komoditi & Global ( Rabu, 23 Juli 2025 )
News Komoditi & Global
( Rabu, 23 Juli 2025 )
Harga Emas Global Naik, Terdorong Pelemahan Dolar AS yang Berkelanjutan
Harga emas naik pada perdagangan Rabu (23/7) pagi. Pukul 07.32 WIB, harga emas untuk pengiriman Agustus 2025 di Commodity Exchange ada di US$ 3.447,20 per ons troi, naik 0,10% dari sehari sebelumnya yang ada di US$ 3.443,70 per ons troi.
Harga emas naik terdorong oleh pelemahan dolar Amerika Serikat (AS) yang berkelanjutan. Fokus investor kini tertuju pada masa depan Federal Reserve.
Mengutip Bloomberg, Menteri Keuangan AS Scott Besent menawarkan dukungan untuk Ketua The Fed Jerome Powell di tengah serangan dari Presiden AS Donald Trump.
Bessent mengatakan, ia tak melihat alasan bagi Powell untuk mundur.
Federal Reserve mempertahankan suku bunganya pada tahun ini karena kekhawatiran akan dampak inflasi dari kenaikan tarif Trump.
Sementara itu, intervensi politik dan upaya untuk menggulingkan Powell sebelum masa jabatannya berakhir berdampak negatif bagi dolar. Sehingga meningkatkan permintaan emas sebagai aset safe haven.
"USD kehilangan fungsi penyimpanan nilai, dan emas batangan berada pada posisi yang sangat menguntungkan," ujar ahli strategi komoditas senioor TD Securities Dan Ghali dalam sebuah catatan.
Harga MInyak Dunia Anjlok di Tengah Kekhawatiran terhadap Permintaan Minyak
West Texas Intermediate (WTI), patokan minyak mentah AS, diperdagangkan di sekitar $65,40 selama awal perdagangan sesi Asia pada hari Rabu. WTI turun tipis saat kebijakan tarif Presiden AS, Trump, memicu kekhawatiran baru atas permintaan bahan bakar global. Para pedagang bersiap untuk menghadapi rilis laporan stok minyak mentah mingguan dari Energy Information Administration (EIA) AS yang akan datang pada hari Rabu.
Para pedagang khawatir bahwa kebijakan tarif Trump akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi global yang lebih lambat dan permintaan energi berkurang, yang dapat memberikan tekanan jual pada harga WTI. Trump menyatakan bahwa tarif timbal balik akan meningkat pada 1 Agustus untuk mitra-mitra dagang yang belum mencapai kesepakatan perdagangan dengan AS. Sebelumnya minggu ini, Trump mengancam tarif 30% pada impor Uni Eropa (UE) jika tidak ada kesepakatan yang tercapai.
Selain itu, kekhawatiran akan melimpahnya pasokan minyak global mungkin berkontribusi pada penurunan WTI. Pemerintah Irak secara resmi telah melanjutkan ekspor minyak mentah dari Wilayah Kurdistan setelah terhenti lebih dari dua tahun, dalam langkah yang diprakirakan dapat meredakan ketegangan antara Baghdad dan Erbil serta meningkatkan volume ekspor nasional. Kurdistan memprakirakan dapat menyuplai pasar minyak mentah Irak dengan 230.000 barel per hari (bph) setelah ekspor dilanjutkan. Prospek ekspor minyak mentah yang lebih besar dari Irak dapat meningkatkan pasokan minyak global dan melemahkan harga WTI dalam waktu dekat.
Persediaan minyak mentah AS turun minggu lalu, yang mungkin memberikan dukungan bagi WTI. Laporan stok minyak mentah mingguan American Petroleum Institute (API) menunjukkan bahwa persediaan minyak mentah di AS untuk minggu yang berakhir 18 Juli turun sebesar 577.000 barel, dibandingkan dengan kenaikan 19,1 juta barel pada minggu sebelumnya. Sejauh ini tahun ini, persediaan minyak mentah meningkat 11 juta barel, menurut perhitungan Oilprice dari data API.
Wall Street: S&P 500 Catat Rekor Baru, Saham General Motors Anjlok Terimbas Tarif AS
Indeks utama Wall Street ditutup beragam pada akhir perdagangan Selasa (22/7), dengan indeks S&P 500 naik dan mencatat rekor tertinggi menyusul penurunan saham General Motors dan kenaikan saham Tesla di tengah kemajuan perundingan dagang AS.
Mengutip Reuters, indeks S&P 500 naik 0,06% ke level 6.309,62. Indeks Nasdaq turun 0,39% ke level 20.892,69, sementara Dow Jones Industrial Average naik 0,40% ke level 44.502,44.
Sembilan dari 11 indeks sektor S&P 500 menguat, dipimpin oleh sektor kesehatan yang naik 1,9%, diikuti oleh kenaikan 1,78% di sektor properti.
Volume perdagangan saham di bursa AS mencapai 18,8 miliar saham dengan rata-rata 17,7 miliar saham dalam 20 hari perdagangan terakhir.
Saham GM anjlok 8,1% setelah produsen mobil tersebut melaporkan kerugian US$ 1 miliar akibat tarif pada hasil triwulanannya, menambah kekhawatiran investor tentang kebijakan perdagangan global Presiden AS Donald Trump.
Saham Ford Motor turun sekitar 1%. Saham Tesla naik 1,1% sehari sebelum laporan kuartalnya, sementara saham Alphabet, yang juga melaporkan kinerja pada hari Rabu, naik 0,65%.
Optimisme tentang belanja besar-besaran untuk kecerdasan buatan telah menopang reli di perusahaan-perusahaan paling berharga di Wall Street, dengan S&P 500 diperdagangkan di sekitar rekor tertinggi.
"Pasar sedang mengkonsolidasikan keuntungan baru-baru ini dan berada dalam pola bertahan dengan beberapa katalis besar selama satu atau dua minggu ke depan, termasuk batas waktu tarif 1 Agustus dan banyak laporan keuangan Magnificent Seven yang penting," kata Ross Mayfield, analis strategi investasi di Baird.
Saham-saham Big Tech lainnya melemah, dengan saham Meta Platforms dan Microsoft masing-masing turun sekitar 1%. Saham RTX turun 1,6% setelah raksasa kedirgantaraan dan pertahanan itu terpukul oleh perang dagang Trump meskipun permintaan untuk mesin dan layanan purnajualnya kuat.
Saham Lockheed Martin anjlok hampir 11% setelah laba kuartalannya anjlok sekitar 80%.
Kebijakan perdagangan AS tetap menjadi titik ketidakpastian utama bagi investor dan perusahaan seiring semakin dekatnya tenggat waktu 1 Agustus yang ditetapkan Trump bagi banyak negara untuk mencapai kesepakatan dengan Gedung Putih.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent, mengatakan ia akan bertemu dengan mitranya dari China minggu depan untuk membahas perpanjangan tenggat waktu 12 Agustus yang ditetapkan untuk tarif impor dari China.
Negosiasi perdagangan lainnya tampaknya terhenti. Optimisme akan tercapainya kesepakatan terobosan dengan India memudar dan para pejabat Uni Eropa mempertimbangkan langkah-langkah balasan terhadap Amerika Serikat.
Setelah data ekonomi yang beragam minggu lalu, para pedagang hampir mengesampingkan kemungkinan penurunan suku bunga oleh Federal Reserve AS pada pertemuan kebijakan minggu depan. Mereka kini melihat peluang penurunan sekitar 60% pada bulan September, menurut perangkat FedWatch CME.
AS akan Negosiasi dengan China, Tak Buru-Buru Capai Kesepakatan Jelang Tenggat Waktu
Menjelang batas waktu pemberlakuan tarif AS pada 1 Agustus, Menteri Keuangan Amerika Serikat Scott Bessent menyatakan, Pemerintahan Trump lebih mementingkan kualitas perjanjian dagang daripada waktunya.
"Kami tidak akan terburu-buru demi mencapai kesepakatan," kata Bessent kepada CNBC.
Ketika ditanya apakah batas waktu dapat diperpanjang bagi negara-negara yang terlibat dalam perundingan produktif dengan Washington, Bessent mengatakan Presiden AS Donald Trump akan memutuskan.
"Kita lihat saja apa yang ingin dilakukan presiden. Namun sekali lagi, jika kita entah bagaimana kembali ke tarif 1 Agustus, saya pikir tingkat tarif yang lebih tinggi akan memberi lebih banyak tekanan pada negara-negara tersebut untuk mencapai kesepakatan yang lebih baik," ujarnya seperti dikutip dari Reuters Selasa (22/7).
Trump telah menjungkirbalikkan ekonomi global dengan perang dagang yang menargetkan sebagian besar mitra dagang AS, tetapi pemerintahannya masih jauh dari rencananya untuk mencapai kesepakatan dengan puluhan negara.
Negosiasi dengan India, Uni Eropa, Jepang, dan negara-negara lainnya terbukti lebih sulit dari yang diperkirakan.
Sekretaris pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, mengatakan kepada wartawan bahwa Trump dapat membahas perdagangan ketika ia bertemu dengan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. di Gedung Putih pada hari Selasa.
Ia mengatakan pemerintahan Trump tetap terlibat dengan negara-negara di seluruh dunia dan dapat mengumumkan lebih banyak kesepakatan perdagangan atau mengirimkan lebih banyak surat yang memberi tahu negara-negara tentang tingkat tarif yang mereka hadapi sebelum 1 Agustus, tetapi tidak memberikan detailnya.
Komentar Leavitt muncul ketika para diplomat Uni Eropa mengatakan mereka sedang menjajaki serangkaian kemungkinan tindakan balasan yang lebih luas terhadap AS, mengingat prospek perjanjian perdagangan yang dapat diterima dengan Washington semakin memudar.
Semakin banyak anggota Uni Eropa, termasuk Jerman, kini mempertimbangkan untuk menggunakan langkah-langkah "anti-paksaan" yang akan memungkinkan blok tersebut menargetkan layanan AS atau membatasi akses ke tender publik jika tidak ada kesepakatan, kata para diplomat.
"Negosiasi mengenai tingkat tarif saat ini sangat intens," kata Kanselir Jerman Friedrich Merz dalam konferensi pers.
"Amerika jelas tidak bersedia menyetujui pengaturan tarif yang simetris."
Perundingan AS-China akan Segera Digelar
Mengenai China Bessent mengatakan akan ada perundingan dalam waktu dekat.
"Saya pikir perdagangan berada di posisi yang baik, dan saya pikir, sekarang kita bisa mulai membicarakan hal-hal lain. Sayangnya, China ... adalah pembeli minyak Iran dan Rusia yang disanksi dalam jumlah yang sangat besar," ujarnya.
"Kita juga bisa membahas masalah yang sangat penting, yaitu penyeimbangan ulang besar-besaran yang perlu dilakukan China."
Para pejabat AS telah lama mengeluhkan kelebihan kapasitas China di berbagai sektor manufaktur, termasuk baja.
Bessent mengatakan kepada CNBC bahwa ia akan mendorong Eropa untuk mengikuti Amerika Serikat jika menerapkan tarif sekunder terhadap Rusia.
Bessent, yang kembali dari kunjungan ke Jepang pada hari Minggu, mengatakan bahwa pemerintah kurang peduli dengan politik dalam negeri Jepang daripada mendapatkan kesepakatan terbaik bagi rakyat Amerika.
Kepala negosiator tarif Jepang, Ryosei Akazawa, berangkat untuk perundingan perdagangan di Washington pada Senin pagi, kunjungannya yang kedelapan dalam tiga bulan, setelah koalisi yang berkuasa di bawah Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba mengalami kekalahan telak dalam pemilihan majelis tinggi yang sebagian disebabkan oleh frustrasi pemilih atas tarif AS.
Negosiator perdagangan India kembali ke New Delhi setelah hampir seminggu berunding di Washington, tetapi para pejabat kehilangan harapan untuk menandatangani kesepakatan perdagangan sementara sebelum batas waktu 1 Agustus, kata sumber pemerintah.
Trump Bikin Heboh Lagi! Unggah Video AI Obama Ditangkap FBI
Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali memicu kontroversi setelah mengunggah video buatan berbasis kecerdasan buatan (AI) yang menampilkan Barack Obama "ditangkap" oleh FBI di Oval Office.
Video tersebut diposting melalui akun resmi Trump di platform Truth Social pada Senin (waktu setempat), tanpa penjelasan bahwa konten tersebut adalah fiktif.
Dalam video berdurasi singkat itu, awalnya terdengar suara Obama yang mengatakan, "especially the President is above the law." Selanjutnya, klip menampilkan berbagai politisi AS menyatakan bahwa “no one is above the law.”
Kemudian, video berubah menjadi simulasi AI yang menunjukkan Obama sedang diborgol oleh dua agen FBI di dalam Oval Office—kantor kepresidenan yang dulu pernah ia duduki. Sementara itu, Trump digambarkan sedang duduk dan tersenyum menyaksikan proses "penangkapan".
Video ditutup dengan adegan Obama berdiri di dalam penjara, mengenakan seragam oranye khas narapidana.
Video yang tidak disertai keterangan bahwa itu bukan nyata ini langsung menuai kecaman dari berbagai pihak. Para pengkritik menyebut Trump telah bertindak "sangat tidak bertanggung jawab", terutama mengingat posisinya sebagai presiden dan dampak potensial terhadap persepsi publik.
Langkah ini juga dinilai memperkeruh situasi politik domestik yang sudah memanas menjelang pemilu presiden mendatang.
Kontroversi ini muncul hanya beberapa pekan setelah Trump menuduh mantan Presiden Obama melakukan “penipuan tingkat tinggi dalam pemilu”. Ia menyebut bahwa para pejabat era Obama merekayasa teori kolusi Trump-Rusia pasca Pilpres 2016.
Pernyataan ini diperkuat oleh Direktur Intelijen Nasional AS (DNI), Tulsi Gabbard, yang menyebut memiliki bukti kuat dan mengejutkan terkait upaya mantan pejabat era Obama untuk menghalangi kemenangan Trump. Ia bahkan menyerukan agar dilakukan pengadilan terhadap pemerintahan Obama.
“Rakyat Amerika akhirnya akan mengetahui kebenaran tentang bagaimana pada 2016, intelijen dipolitisasi dan digunakan sebagai senjata oleh orang-orang paling berkuasa di pemerintahan Obama,” tulis Gabbard di X (sebelumnya Twitter).
Namun, dokumen setebal 114 halaman yang dirilis oleh Kantor Direktur Intelijen Nasional (ODNI) menunjukkan temuan berbeda. Laporan tersebut menyimpulkan bahwa sebelum pemilu 2016, komunitas intelijen menilai Rusia kemungkinan tidak mencoba memengaruhi hasil pemilu melalui dunia maya.
Dalam draf brief presiden pada 8 Desember 2016, disebutkan bahwa Rusia tidak memengaruhi hasil pemilu melalui aktivitas siber terhadap infrastruktur pemilu AS.
Vatikan Serukan Keadilan bagi Palestina usai Serangan ke Gereja Gaza
Paus Leo, yang perannya dalam menyerukan perdamaian di Gaza semakin menonjol sejak Israel menyerang satu-satunya gereja Katolik di wilayah tersebut pekan lalu, menyampaikan penolakannya terhadap pemindahan paksa warga Palestina dalam percakapan dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas pada Senin (21/7).
Vatikan menyatakan bahwa Abbas, yang memimpin Otoritas Palestina yang diakui secara internasional, menghubungi Paus melalui telepon tiga hari setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu juga menelepon Paus untuk menyampaikan penyesalan atas serangan terhadap Gereja Keluarga Kudus di Gaza.
Israel menyebut serangan yang menewaskan tiga orang dan melukai pastor paroki gereja itu sebagai sebuah kesalahan.
Gereja kecil tersebut telah menjadi simbol seruan Paus untuk perdamaian selama perang di Gaza.
Pendahulu Paus Leo, Paus Fransiskus, bahkan rutin berkomunikasi dengan umat paroki itu setiap malam.
Dalam percakapan pada Senin, Paus Leo mengecam "penggunaan kekuatan secara membabi buta" serta setiap bentuk "pemindahan massal paksa" terhadap penduduk di Jalur Gaza, menurut pernyataan Vatikan.
Pihak Israel sebelumnya menyatakan ingin warga Gaza pindah ke zona kemanusiaan khusus di dalam wilayah Gaza atau keluar dari wilayah itu secara sukarela.
Namun, semua kelompok Palestina arus utama serta negara-negara Arab tetangga telah menolak setiap rencana yang dapat menyebabkan pengusiran massal.
Dalam pernyataan emosional seusai doa Angelus mingguan pada Minggu, Paus Leo membacakan nama-nama korban yang tewas dalam serangan ke gereja dan menyerukan diakhirinya "kebiadaban perang".
Tsunami PHK Berlanjut! 5 Raksasa Teknologi Dunia Pangkas Ribuan Pekerja pada 2025
Tahun 2025 yang semula digadang-gadang sebagai era keemasan adopsi kecerdasan buatan (AI), justru berubah menjadi mimpi buruk bagi puluhan ribu pekerja teknologi di seluruh dunia.
Alih-alih membuka peluang kerja baru, menurut financialexpress, berbagai perusahaan teknologi raksasa seperti Microsoft, Google, Amazon, dan lainnya justru melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran.
Seiring integrasi AI yang semakin masif dalam operasional perusahaan, banyak posisi teknis dianggap tak lagi relevan, memicu restrukturisasi dan efisiensi sumber daya manusia.
Bagi para pencari kerja di sektor teknologi yang ingin menghindari perusahaan dengan catatan PHK tinggi, berikut adalah daftar 5 perusahaan teknologi besar yang melakukan PHK signifikan sepanjang 2025.
1. Intel: Potong 5.500 Posisi secara Global
Raksasa semikonduktor Intel telah mengumumkan PHK lebih dari 500 karyawan di kantor Oregon, serta 107 posisi di California pada awal tahun. Namun itu baru permulaan. Perusahaan menargetkan total hingga 5.500 PHK tambahan di berbagai divisi, termasuk di antaranya insinyur perangkat lunak dan staf senior.
Intel menyatakan bahwa langkah ini diambil sebagai bagian dari strategi untuk menyesuaikan diri dengan dinamika pasar dan meningkatkan efisiensi operasional.
2. Amazon: PHK Besar di AWS dan Posisi Tingkat Tinggi
Amazon juga melakukan perampingan besar-besaran, khususnya di divisi layanan cloud-nya, Amazon Web Services (AWS). Setelah ratusan pekerja diberhentikan, kini muncul laporan bahwa Amazon tengah mempertimbangkan pengurangan staf hingga 10% dari total tenaga kerja mereka, termasuk ancaman PHK terhadap 25% posisi level Principal—yakni posisi tinggi dalam struktur perusahaan.
Perusahaan menyatakan bahwa langkah ini berkaitan dengan strategi jangka panjang untuk mengintegrasikan AI secara lebih mendalam dalam ekosistem bisnisnya.
3. Microsoft: 9.100 Karyawan Terkena Dampak, Fokus pada AI
Microsoft telah melakukan PHK terhadap sekitar 9.100 pekerja, dengan fokus besar di divisi Xbox. Namun perusahaan tak berhenti di situ—rencana pengurangan tenaga kerja lanjutan sedang disusun, seiring upaya Microsoft memperluas penerapan AI di berbagai lini bisnis.
Menariknya, meskipun melakukan PHK, Microsoft juga tetap merekrut talenta baru untuk posisi yang berhubungan dengan AI dan sistem otomasi. Ini menandakan pergeseran kebutuhan dari tenaga kerja konvensional ke digital-native yang menguasai AI.
4. Google: Google TV dan Android TV Alami Pemangkasan
Google dikabarkan memangkas tenaga kerja di divisi TV pintar mereka, yaitu Google TV dan Android TV. Sekitar 25% dari 300 anggota tim terkena dampak, seiring dengan pemotongan anggaran sebesar 10%.
Langkah ini diklaim sebagai bagian dari restrukturisasi internal untuk memfokuskan investasi ke proyek-proyek AI. Google juga menyatakan bahwa sumber daya manusia dan finansial akan dialihkan ke area teknologi yang dianggap lebih strategis untuk pertumbuhan masa depan.
5. CrowdStrike: Pangkas 5% dari Tenaga Kerja Global
Perusahaan keamanan siber CrowdStrike mengumumkan pemangkasan sekitar 5% dari total tenaga kerjanya secara global, atau sekitar 500 karyawan. Dalam laporan resminya ke SEC (8-K filing), perusahaan menyebut PHK ini sebagai bagian dari strategi efisiensi operasional.
CrowdStrike menargetkan pertumbuhan bisnis yang agresif untuk mencapai pendapatan berulang tahunan (ARR) sebesar US$10 miliar pada akhir tahun, sehingga efisiensi struktural dianggap sebagai langkah penting menuju target tersebut.
Diburu Terkait Kejahatan Perang, Tentara Israel Takut Pulang ke Kanada
Tentara Israel berkewarganegaraan Kanada menyatakan ketakutannya akan ditangkap atas tuduhan kejahatan perang. Ini setelah polisi Kanada membuka penyelidikan atas dugaan kejahatan yang berkaitan dengan perang Israel di Gaza, menurut The Times of Israel.
Dalam sebuah laporan yang diterbitkan oleh surat kabar Israel pada Ahad, dikatakan bahwa polisi Kanada mengumumkan pada bulan Juni lalu pembukaan penyelidikan atas “konflik bersenjata antara Israel dan Hamas.”
Surat kabar itu menambahkan bahwa penyelidikan polisi Kanada menunjukkan kemungkinan mengungkap kejahatan internasional seperti genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Dia melaporkan bahwa tentara Israel yang berkewarganegaraan Kanada disebut-sebut dalam sebuah situs web yang dikelola oleh seorang jurnalis Kanada yang menuduh Israel melakukan genosida di Gaza.
Surat kabar tersebut mengutip seorang tentara Israel yang mengkonfirmasi perasaan cemas dan takutnya, dengan mengatakan, “Kami tidak tahu apakah aman untuk melakukan perjalanan ke Kanada atau apakah kami akan ditangkap.”
The Times of Israel melaporkan bahwa pembukaan penyelidikan oleh polisi Kanada terhadap kemungkinan kejahatan Israel merupakan yang pertama kalinya dalam sejarah, setelah melakukan penyelidikan serupa terhadap warga Kanada yang melakukan kejahatan perang dalam konflik-konflik lain, termasuk Rwanda dan bekas Yugoslavia.
Sementara itu, polisi Kanada mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa penyelidikan dimulai pada awal tahun 2024, mencatat bahwa ini adalah “penyelidikan struktural dan proses investigasi berbasis intelijen yang luas yang bertujuan untuk mengumpulkan, melestarikan, dan menilai informasi yang mungkin relevan di bawah Undang-Undang Kejahatan Terhadap Kemanusiaan dan Kejahatan Perang Kanada.”
Dia menekankan bahwa penyelidikan ini tidak bersifat kriminal dan tidak menargetkan kelompok tertentu, dan mencatat bahwa tujuan utamanya adalah untuk mengumpulkan informasi yang dapat mendukung penyelidikan di masa depan jika batas-batas yudisial dan hukum terpenuhi.
Polisi Kanada juga mengindikasikan bahwa mereka akan segera meluncurkan portal online yang tersedia dalam bahasa Prancis, Inggris, Ibrani, dan Arab untuk memfasilitasi pemberian informasi oleh para saksi potensial dengan cara yang terorganisir dan aman.
Dalam beberapa bulan terakhir, puluhan pengaduan hukum telah diajukan di negara-negara Eropa dan Amerika Latin terhadap tentara Israel yang telah melakukan kejahatan perang di Jalur Gaza. Pengaduan-pengaduan tersebut diajukan oleh Yayasan Hind Rajab.
Pada bulan Maret, Pusat Internasional untuk Keadilan bagi Warga Palestina meluncurkan inisiatif Global 195 untuk mengadili warga Israel yang terlibat dalam kejahatan perang terhadap rakyat Palestina di Gaza.
Perlu dicatat bahwa dalam wawancara dengan media, sejumlah tentara penjajah mengakui telah melakukan kejahatan perang di Jalur Gaza, beberapa di antaranya didokumentasikan dalam klip video yang mereka bagikan di media sosial.
Patut dicatat bahwa pada 21 November 2024, Mahkamah Pidana Internasional mengeluarkan dua surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant karena melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan terhadap warga Palestina di Gaza.
Puluhan Negara Barat Kecam Blokade Mematikan Israel di Gaza
Para menteri luar negeri dari 25 negara, termasuk Inggris, Prancis, Italia dan Jepang, serta Komisioner Uni Eropa untuk Kesetaraan, Kesiapsiagaan dan Manajemen Krisis, menandatangani sebuah pernyataan bersama yang menyerukan agar perang di Gaza segera diakhiri. Mereka juga mengecam rencana Israel melakukan pembersihan etnis di Gaza.
Dalam sebuah pernyataan, para penandatangan mengatakan bahwa “penderitaan warga sipil di Gaza telah mencapai titik terendah”, dengan sistem pengiriman bantuan di daerah kantong tersebut ‘berbahaya’ dan merampas “martabat kemanusiaan warga Gaza”.
“Kami mengutuk pemberian bantuan setetes demi setetes dan pembunuhan yang tidak manusiawi terhadap warga sipil, termasuk anak-anak, yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka akan air dan makanan,” demikian bunyi pernyataan tersebut.
“Penolakan Pemerintah Israel terhadap bantuan kemanusiaan yang sangat penting bagi penduduk sipil tidak dapat diterima,” kata pernyataan tersebut, seraya menyerukan kepada pemerintah untuk mencabut pembatasan terhadap truk-truk bantuan.
Selain itu, para menteri luar negeri mengatakan bahwa mereka “sangat menentang” setiap rencana perubahan demografis di wilayah Palestina yang diduduki.
“Rencana pemukiman E1 yang diumumkan oleh Administrasi Sipil Israel, jika dilaksanakan, akan membagi negara Palestina menjadi dua, menandai pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional dan secara kritis merusak solusi dua negara.
Sementara itu, pembangunan pemukiman di Tepi Barat termasuk Yerusalem Timur semakin pesat, sementara kekerasan pemukim terhadap warga Palestina semakin meningkat. Ini harus dihentikan.”
"Kami mendesak para pihak dan komunitas internasional untuk bersatu dalam upaya bersama untuk mengakhiri konflik yang mengerikan ini, melalui gencatan senjata yang segera, tanpa syarat dan permanen. Pertumpahan darah lebih lanjut tidak ada gunanya," tambahnya.
Pernyataan tersebut ditandatangani oleh menteri Luar Negeri Australia, Austria, Belgia, Kanada, Denmark, Estonia, Finlandia, Prancis, Islandia, Irlandia, Italia, Jepang, Latvia, Lituania, Luksemburg, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Polandia, Portugal, Slovenia, Spanyol, Swedia, Swiss, dan Inggris. Selain itu juga Komisioner Uni Eropa untuk Kesetaraan, Kesiapsiagaan, dan Manajemen Krisis.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengutuk pembunuhan massal terbaru terhadap para pencari bantuan di Jalur Gaza oleh tentara Israel.
“Selama akhir pekan di Gaza, kami melihat lebih banyak lagi penembakan massal dan pembunuhan terhadap orang-orang yang mencari bantuan PBB untuk keluarga mereka, sebuah tindakan yang kejam dan tidak manusiawi, yang benar-benar saya kutuk,” ujar Guterres dalam sebuah forum tentang pembangunan berkelanjutan.
Menyoroti situasi yang memburuk di Gaza, Guterres menekankan “kita membutuhkan gencatan senjata segera di Gaza [dan] pembebasan semua sandera”.
“Akses kemanusiaan tanpa hambatan” harus diberikan oleh Israel kepada badan-badan bantuan yang dipimpin PBB, kata Guterres dikutip Aljazirah.
Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, 86 orang - termasuk 76 anak-anak - telah meninggal akibat kelaparan dan dehidrasi sejak Oktober 2023.
Perdana Menteri Inggris Keir Starmer menegaskan bahwa situasi di Gaza “tidak dapat ditoleransi dalam berbagai tingkatan” dalam pidatonya di Majelis Rendah.
“[Dan] kami membuat hal itu benar-benar jelas dalam semua pertukaran kami dengan Israel dan dengan negara-negara lain,” kata Starmer kepada para anggota parlemen.
“Apakah itu kematian orang-orang yang mengantri untuk mendapatkan bantuan, apakah itu rencana untuk memaksa warga Palestina tinggal di daerah tertentu atau dikucilkan dari daerah tertentu, semuanya tidak dapat ditoleransi dan benar-benar salah pada prinsipnya.”
Perdana Menteri menegaskan kembali komitmen Inggris untuk mengakui negara Palestina “pada saat yang paling kondusif bagi prospek perdamaian” di wilayah tersebut.
Sementara Israel menolak pernyataan dari 25 negara yang menyerukan diakhirinya perang di Gaza sebagai sebuah langkah yang “tidak sesuai dengan kenyataan dan mengirimkan pesan yang salah kepada Hamas”.
Dalam sebuah pernyataan di X, Kementerian Luar Negeri Israel mengatakan bahwa semua pernyataan mengenai perang seharusnya hanya ditujukan kepada Hamas, yang “memulai perang ini dan memperpanjangnya”.
"Ada proposal konkret untuk kesepakatan gencatan senjata, dan Israel telah berulang kali mengatakan ya untuk proposal ini, sementara Hamas dengan keras kepala menolak untuk menerimanya. Pernyataan tersebut gagal untuk memfokuskan tekanan pada Hamas dan gagal untuk mengakui peran dan tanggung jawab Hamas atas situasi ini," katanya dilansir Aljazirah.
“Pada saat-saat sensitif dalam negosiasi yang sedang berlangsung ini, lebih baik menghindari pernyataan semacam ini.”
25 Negara Barat Tekan Israel Akhiri Perang Gaza Sekarang, Zionis Masih Ngeyel
Inggris dan 24 sekutu Barat, termasuk Australia, Kanada, Prancis, dan Italia, telah menekan Israel untuk mengakhiri perang di Gaza sekarang, dengan alasan penderitaan warga sipil Palestina telah mencapai titik terendah. Namun, alih-alih mengindahkan tekanan tersebut, rezim Zionis Israel masih ngeyel melanjutkan perangnya. Dalam sebuah pernyataan, 25 negara Barat itu juga mengecam rencana Israel untuk membangun "kota kemanusiaan" di selatan Gaza, serta aktivitas pemukim di Tepi Barat, sekaligus menyerukan pembebasan para sandera yang ditawan di Gaza. Tekanan negara-negara Barat itu muncul di tengah laporan yang terus berlanjut mengenai jatuhnya korban massal di sekitar lokasi distribusi bantuan, dan meningkatnya malnutrisi yang menurut UNRWA memengaruhi sekitar sepersepuluh anak-anak di Gaza. Baca Juga: Sniper Israel Tembaki Anak-anak Gaza seperti Bermain Game Pernyataan mereka juga muncul di tengah negosiasi gencatan senjata dan pertukaran sandera-tahanan antara Hamas dan Israel yang terus berlanjut, tanpa adanya terobosan nyata. "Penderitaan warga sipil di Gaza telah mencapai titik terendah. Model penyaluran bantuan pemerintah Israel berbahaya, memicu ketidakstabilan, dan merampas martabat manusia warga Gaza," bunyi pernyataan 25 negara Barat. Hampir setiap hari, peristiwa korban massal dilaporkan terjadi di sekitar lokasi distribusi bantuan Gaza Humanitarian Foundation (GHF) yang didukung Amerika Serikat dan Israel, karena pasukan Israel menggunakan tembakan langsung dalam upaya mengendalikan massa. GHF menyalahkan Hamas atas sebagian kekerasan tersebut, dan kejadian serupa telah dilaporkan di lokasi-lokasi yang dikelola oleh organisasi bantuan lainnya. "Kami mengutuk pemberian bantuan secara bertahap dan pembunuhan tidak manusiawi terhadap warga sipil, termasuk anak-anak, yang berusaha memenuhi kebutuhan paling dasar mereka akan air dan makanan," lanjut pernyataan 25 negara Barat. "Mengerikan, bahwa lebih dari 800 warga Palestina telah terbunuh saat mencari bantuan." Israel telah mengakui adanya kematian di dekat lokasi bantuan dan telah mengonfirmasi bahwa pasukan telah melepaskan tembakan peringatan ketika kerumunan sudah terlalu dekat, tetapi mengatakan bahwa jumlah korban tewas, yang sebagian besar berasal dari otoritas yang dipimpin Hamas, dibesar-besarkan. “Penolakan pemerintah Israel atas bantuan kemanusiaan esensial bagi penduduk sipil tidak dapat diterima. Israel harus mematuhi kewajibannya berdasarkan hukum humaniter internasional,” imbuh pernyataan negara-negara Barat tersebut, yang menyerukan Israel untuk “segera mencabut pembatasan aliran bantuan dan segera memungkinkan PBB dan LSM kemanusiaan untuk melakukan pekerjaan penyelamatan jiwa mereka dengan aman dan efektif.” Komunike hari Senin tersebut ditandatangani oleh para menteri luar negeri Australia, Austria, Belgia, Kanada, Denmark, Estonia, Finlandia, Prancis, Islandia, Irlandia, Italia, Jepang, Latvia, Lituania, Luksemburg, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Polandia, Portugal, Slovenia, Spanyol, Swedia, Swiss, dan Inggris, serta Komisioner Uni Eropa untuk Kesetaraan, Kesiapsiagaan, dan Manajemen Krisis. Komunike tersebut juga menyerukan pembebasan segera dan tanpa syarat para sandera yang ditawan Hamas sejak 7 Oktober 2023. "Gencatan senjata yang dinegosiasikan menawarkan harapan terbaik untuk membawa mereka pulang dan mengakhiri penderitaan keluarga mereka." Namun, Israel menolak tekanan 25 negara Barat tersebut, dengan mengatakan bahwa pernyataan tersebut "mengirim pesan yang salah kepada Hamas." Kementerian Luar Negeri Israel menulis dalam sebuah pernyataan: "Israel tidak terhubung dengan kenyataan dan mengirimkan pesan yang salah kepada Hamas." "Semua pernyataan dan semua klaim harus ditujukan kepada satu-satunya pihak yang bertanggung jawab atas tidak tercapainya kesepakatan pembebasan sandera dan gencatan senjata: Hamas, yang memulai perang ini dan memperpanjangnya," papar kementerian tersebut, seperti dikutip Times of Israel, Selasa (22/7/2025). "Kelompok teror tersebut telah dengan keras kepala menolak proposal gencatan senjata terbaru, yang disetujui Israel, menjalankan kampanye untuk menyebarkan kebohongan tentang Israel dan sengaja bertindak untuk meningkatkan ketegangan dan kerugian bagi warga sipil yang datang untuk menerima bantuan kemanusiaan," lanjut kementerian itu. "Pernyataan tersebut gagal memfokuskan tekanan pada Hamas...Pada saat-saat sensitif dalam negosiasi yang sedang berlangsung ini, lebih baik menghindari pernyataan semacam ini," katanya. Duta Besar AS untuk Israel Mike Huckabee juga mengecam pernyataan 25 negara Barat. “Menjijikkan! 25 negara menekan Israel, alih-alih Hamas yang biadab!” kata Huckabee dalam postingan di X. “Gaza menderita karena 1 alasan: Hamas menolak setiap proposal. Menyalahkan Israel itu tidak rasional,” imbuh dia. Meskipun beberapa sekutu Eropa—termasuk Jerman, Republik Ceko, Hongaria, dan Slovakia tidak menandatangani dokumen tersebut—Menteri Luar Negeri Jerman Johann Wadephul mengatakan pada hari Senin bahwa dia telah berbicara melalui telepon dengan Menteri Luar Negeri Gideon Sa’ar dan menyatakan “keprihatinan terbesarnya tentang situasi kemanusiaan yang mengerikan, terutama mengingat perluasan serangan Israel di Gaza.” Selain surat bersama tersebut, Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy pada hari Senin mengkritik keras Israel atas GHF saat berpidato di Parlemen, dengan mengatakan: “Sistem bantuan baru Israel tidak manusiawi, berbahaya, dan merampas martabat manusia warga Gaza.” “Ini adalah tontonan yang mengerikan, menimbulkan korban jiwa yang mengerikan,” katanya.
Inggris Gelar Operasi 50 Hari untuk Mempersenjatai Ukraina
Menteri Pertahanan Inggris John Healey akan mendesak para pendukung Ukraina untuk meluncurkan "Upaya 50 Hari" untuk mempersenjatai Kiev. Rencana ini menyusul ancaman Presiden AS Donald Trump untuk menjatuhkan sanksi sekunder kepada mitra dagang Rusia dalam waktu 50 hari jika tidak ada kemajuan dalam penyelesaian konflik. Healey diperkirakan akan menyampaikan permohonan tersebut saat memimpin sesi virtual Grup Kontak Pertahanan Ukraina (UDCG) pada hari Senin. Menteri tersebut juga siap mendukung rencana Trump dan menjanjikan dukungan Inggris untuk "memperkuat perlawanan Ukraina saat ini." "AS telah memulai tenggat waktu 50 hari bagi [Presiden Rusia Vladimir] Putin untuk menyetujui perdamaian atau menghadapi sanksi ekonomi yang melumpuhkan… Kita perlu meningkatkan upaya dengan 'upaya 50 hari' untuk mempersenjatai Ukraina di medan perang dan memaksa Putin ke meja perundingan," katanya, dilansir RT. Awal bulan ini, Trump memberlakukan tenggat waktu gencatan senjata 50 hari terhadap Rusia, memperingatkan sanksi baru yang "sangat berat", termasuk "tarif sekunder" 100% terhadap negara-negara yang membeli minyak Rusia. Ia juga mengumumkan pengiriman senjata baru ke Ukraina, dengan catatan bahwa Uni Eropa akan menanggung biayanya. Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan pernyataan Trump "akan dianggap oleh pihak Ukraina bukan sebagai sinyal menuju perdamaian, tetapi sebagai sinyal untuk melanjutkan perang." Baca Juga: 5 Tentara Israel Bunuh Diri dalam 2 Minggu Terakhir, Ini Penyebab Utamanya Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Ryabkov menekankan bahwa Moskow tidak akan menyerah pada ultimatum apa pun tetapi masih terbuka untuk berunding. Meskipun Inggris merupakan salah satu pendukung setia Ukraina, Luke Pollard, menteri angkatan bersenjata negara itu, memperingatkan musim gugur lalu tentang menipisnya persediaan senjata akibat pengiriman militer selama bertahun-tahun. Moskow secara konsisten mengecam pengiriman senjata Barat ke Ukraina, memperingatkan bahwa hal itu hanya memperpanjang konflik tanpa mengubah hasilnya. Moskow juga menuduh Uni Eropa dan Inggris menghambat upaya perdamaian yang sedang berlangsung. Mantan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson pada hari Sabtu menyuarakan keprihatinannya atas apa yang ia sebut sebagai menurunnya minat publik Inggris terhadap konflik Ukraina. Ia menambahkan bahwa pemerintahan Perdana Menteri Keir Starmer saat ini "terganggu" oleh "banyak masalah domestik."