News Forex, Index & Komoditi ( Rabu, 14 Mei 2025 )

News  Forex,  Index  &  Komoditi

(  Rabu,  14 Mei 2025  )

 

Harga Emas Global Melemah di Tengah Membaiknya Sentimen Risiko

 

Harga Emas (XAU/USD) diperdagangkan di wilayah negatif di sekitar $3.245 selama awal perdagangan sesi Asia pada hari Rabu. perbaikan selera risiko di pasar keuangan akibat kesepakatan tarif antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok membebani logam kuning, aset safe-haven. Para pedagang akan fokus pada pidato para pejabat The Fed nanti pada hari Rabu.

AS dan Tiongkok, dua ekonomi terbesar di dunia, sepakat untuk mengurangi tarif satu sama lain setelah negosiasi dua hari di Jenewa, Swiss. AS menurunkan tarif pada impor Tiongkok menjadi 30% dari 145%, sementara Tiongkok memotong tarif pada impor AS menjadi 10% dari 125%. Perkembangan positif ini meningkatkan sentimen pasar dan melemahkan logam mulia.

Selain itu, meredanya ketegangan antara India dan Pakistan juga membebani harga Emas. Gencatan senjata tetap terjaga di Jammu dan Kashmir serta kota-kota perbatasan semalaman, setelah pesan tegas Perdana Menteri India, Narendra Modi, kepada teroris dan Pakistan. Modi mengatakan pada hari Senin bahwa India tidak akan mentolerir "pemerasan nuklir." Ia menambahkan bahwa operasi terhadap Pakistan hanya ditunda, dan masa depan akan tergantung pada perilaku mereka.

"Emas dan perak menunjukkan sell-off yang berat di awal minggu baru ini di tengah kesepakatan perdagangan antara AS dan Tiongkok di Swiss. Indeks dolar dan imbal hasil obligasi AS melonjak setelah pengumuman kesepakatan perdagangan. Gencatan senjata Indo-Pak pada akhir pekan juga meredakan aksi beli safe-haven logam mulia," kata Manoj Kumar Jain dari Prithvifinmart Commodity Research.

Namun, tanda-tanda peningkatan ketegangan antara India dan Pakistan, bersama dengan ketidakpastian ekonomi yang dipicu oleh kebijakan tarif Presiden AS, Donald Trump, dapat meningkatkan arus safe-haven, yang menguntungkan harga Emas.

 

 

 

 

 

Harga Minya Dunia Menguat di Tengah Meredanya Ketegangan Perdagangan

 

West Texas Intermediate (WTI), patokan minyak mentah AS, diperdagangkan di sekitar $63,25 selama perdagangan sesi Asia pada hari Rabu. Harga WTI melanjutkan kenaikannya di tengah meredanya ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok, yang mendorong para pedagang untuk mengurangi kemungkinan terjadinya resesi.

AS dan Tiongkok sepakat pada akhir pekan di Swiss untuk memotong tarif sebesar 115%. Presiden AS, Donald Trump, setuju untuk mengurangi tarif tambahan yang dikenakan pada impor Tiongkok pada bulan April tahun ini menjadi 30% dari 145%, dan tarif Tiongkok pada impor AS akan dikurangi menjadi 10% dari 125%. Tarif yang lebih rendah ini berlaku selama 90 hari. Pemotongan sementara tarif AS-Tiongkok, dua konsumen minyak terbesar di dunia, dapat meningkatkan harga WTI dalam waktu dekat.

Laporan mingguan American Petroleum Institute (API) menunjukkan persediaan minyak mentah di AS untuk minggu yang berakhir 9 Mei meningkat sebesar 4,287 juta barel, dibandingkan dengan penurunan 4,49 juta barel pada minggu sebelumnya. Konsensus pasar memprakirakan bahwa stok akan turun sebesar 2,4 juta barel.

Organization of the Petroleum Exporting Countries dan sekutu-sekutunya (OPEC+) diprakirakan akan meningkatkan ekspor minyak pada bulan Mei dan Juni, yang mungkin membatasi kenaikan emas hitam. OPEC telah meningkatkan produksi minyak lebih dari yang diprakirakan sebelumnya sejak bulan April, dengan produksi bulan Mei kemungkinan akan meningkat sebesar 411.000 barel per hari.

 

Wall Street: S&P 500 dan Nasdaq Ditutup Menguat, Data Inflasi Jadi Penyokong

 

Wall Street ditutup bervariasi dengan indeks S&P 500 dan Nasdaq menguat untuk hari kedua berturut-turut setelah angka inflasi yang lebih rendah dari perkiraan. Hal ini menambah optimisme investor ketika AS dan China mengumumkan gencatan senjata perdagangan.

Selasa (13/5), indeks Dow Jones Industrial Average ditutup melemah 269,67 poin atau 0,64% menjadi 42.140,43, indeks S&P 500 menguat 42,36 poin atau 0,72% ke 5.886,55 dan indeks Nasdaq Composite naik 301,74 poin atau 1,61% ke 19.010,09.

Di antara 11 sektor pada indeks utama S&P 500, enam sektor menguat, dengan sektor teknologi meraih penguatan terbesar setelah melonjak 2,25%. Sementara sektor layanan kesehatan menjadi sektoral dengan baru dengan koreksi terbesar setelah turun 2,97%.

Indeks S&P 500 dan Nasdaq telah pulih dari kerugian sejak 2 April - atau "Hari Pembebasan" - ketika Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif timbal balik yang luas.

Jeda 90 hari yang diumumkan pada 9 April untuk negara-negara selain China, bersama dengan laporan pendapatan yang solid dan perjanjian perdagangan AS-Inggris yang terbatas minggu lalu, membantu S&P 500 dan Nasdaq yang sarat teknologi mendapatkan kembali posisi yang hilang.

Sementara itu, indeks Dow yang ditutup melemah terseret oleh koreksi terbesarnya yang dicetak saham UnitedHealth (UNH.N) yang anjlol 17,8%. Di mana, perusahaan asuransi itu menghentikan perkiraan tahunannya dan CEO-nya mengundurkan diri.

Dengan posisi saat ini, indeks S&P 500 sudah menguat secara tahunan untuk pertama kalinya sejak akhir Februari, setelah data menunjukkan bahwa harga konsumen AS pulih secara moderat pada bulan April, dengan inflasi utama meningkat 0,2% di bulan lalu dibandingkan dengan perkiraan ekonom untuk kenaikan 0,3% dan penurunan 0,1% pada bulan Maret.

CPI AS naik 2,3% dalam 12 bulan hingga April, setelah naik 2,4% dalam periode 12 bulan di bulan Maret lalu.

"Keberlanjutan dari dampak kemarin adalah positif. Tidak ada yang berubah dari CPI," kata Carol Schleif, kepala strategi pasar di BMO Private Wealth di Minneapolis.

Schleif menggambarkan, peningkatan hubungan dagang AS dan China pada hari Senin sebagai "berubah dari gunung es menjadi 80 derajat pada hari musim semi dalam semalam" dan mengatakan jeda tarif selama 90 hari datang tepat waktu bagi pengecer untuk mengimpor barang guna membangun stok untuk belanja liburan akhir tahun dan kembali ke sekolah.

Reli bantuan pada hari Senin menyusul kesepakatan Washington dan Beijing untuk mengurangi tarif timbal balik yang ketat, yang menandakan upaya bersama untuk mencegah kemerosotan ekonomi global.

AS akan menurunkan sementara tarif tambahan yang dikenakannya pada impor China menjadi 30% dari 145% selama tiga bulan. Sementara, bea masuk China pada impor AS akan turun menjadi 10% dari 125% pada periode yang sama.

Setelah gencatan senjata tarif, banyak pialang menurunkan peluang mereka terhadap resesi AS.

Para pedagang cenderung bertaruh bahwa Federal Reserve AS akan menunda penurunan suku bunga hingga September, sementara masih mengantisipasi dua pemotongan 25 basis poin pada akhir tahun.

Setelah pembacaan inflasi hari Selasa dan ganjatan senjata perdagangan AS-China hari Senin, R. Burns McKinney, manajer portofolio di NFJ Investment Group di Dallas, mengatakan, "Hal itu memberi Fed kemampuan untuk fokus pada sisi tenaga kerja dari mandat ganda ini dalam pertemuan mendatang."

"Jika kita tidak melihat inflasi yang bangkit kembali dan kita mendapatkan sedikit kepastian dalam kebijakan perdagangan antara sekarang dan akhir tahun, bank sentral akan melanjutkan siklus pemotongan mereka," kata McKinney, "bukan karena kelemahan ekonomi tetapi karena inflasi yang melambat berarti suku bunga dana Fed yang disesuaikan dengan inflasi masih terbatas, dan ada ruang untuk menurunkannya.

Pada sesi ini, saham operator bursa kripto Coinbase Global (COIN.O), membuka tab baru melonjak hampir 24% setelah pengumuman bahwa perusahaan itu dijadwalkan untuk bergabung dengan S&P 500 pada 19 Mei.

 

 

AS Jual Senjata Senilai Rp 2.350 Triliun ke Arab Saudi, Terbesar Sepanjang Sejarah

 

Amerika Serikat telah menyetujui paket penjualan senjata kepada Arab Saudi senilai hampir US$142 miliar (Rp 2.350 triliun), menurut lembar fakta Gedung Putih yang dirilis pada hari Selasa.

Kesepakatan ini disebut sebagai "kesepakatan kerja sama pertahanan terbesar dalam sejarah Amerika Serikat."

Kesepakatan ini ditandatangani selama kunjungan Presiden AS Donald Trump ke ibu kota Saudi, Riyadh.

Dalam lembar fakta resmi, Gedung Putih menyebut bahwa kerja sama ini mencakup lebih dari selusin perusahaan pertahanan AS, termasuk sektor-sektor berikut:

Pertahanan udara dan rudal

Pengembangan angkatan udara dan ruang angkasa

Keamanan maritim

Teknologi komunikasi militer

Paket ini menurut Gedung Putih merupakan bukti nyata dari komitmen Washington untuk memperkuat kemitraan strategis dengan Riyadh.

Reuters melaporkan sebelumnya bahwa Lockheed Martin kemungkinan akan menjual pesawat angkut C-130, radar, dan rudal ke Arab Saudi sebagai bagian dari paket tersebut. Selain Lockheed, CEO dari RTX Corp, Boeing Co, dan Northrop Grumman Corp juga disebut hadir di Arab Saudi saat penandatanganan.

Namun, Gedung Putih belum mengonfirmasi jenis peralatan atau perusahaan tertentu yang terlibat dalam paket ini.

Reuters juga menyebut tidak semua komponen dari paket ini merupakan kesepakatan baru. Banyak di antaranya telah dibahas sejak lama. Arab Saudi sendiri merupakan pembeli terbesar senjata AS di dunia.

Pada 2017, Presiden Trump telah mengusulkan penjualan senjata senilai US$110 miliar ke Arab Saudi. Namun hingga 2018, hanya sekitar US$14,5 miliar yang benar-benar dijalankan, terutama karena pengawasan ketat Kongres AS pasca kasus pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi.

Salah satu isu paling sensitif terkait kesepakatan ini adalah kemungkinan pembelian jet tempur siluman F-35 buatan Lockheed Martin oleh Arab Saudi.
Menurut dua sumber yang berbicara kepada Reuters, topik ini memang telah dibahas antara Riyadh dan Washington.

Namun, belum ada kejelasan apakah AS akan memberikan izin resmi bagi Arab Saudi untuk membeli F-35. Hal ini menyangkut prinsip "keunggulan militer kualitatif" (Qualitative Military Edge/QME) yang selama ini dijaga AS untuk mendukung Israel, sekutu dekatnya di Timur Tengah.

"Keunggulan militer kualitatif Israel adalah isu yang muncul dalam diskusi," kata salah satu sumber.

Hingga kini, hanya Israel yang memiliki dan mengoperasikan F-35 di Timur Tengah, dengan beberapa skuadron yang telah aktif selama hampir satu dekade. Jika Arab Saudi diperbolehkan membelinya, mereka akan menjadi negara kedua di kawasan yang mengoperasikan jet tempur tercanggih ini.

Jet F-35 memiliki teknologi siluman yang memungkinkan pesawat tersebut menghindari radar musuh, menjadikannya sangat diinginkan oleh banyak negara, termasuk negara-negara Teluk.

 

 

Iran Bersiap Sambut Kunjungan Presiden Rusia Vladimir Putin

 

Iran saat ini tengah mempersiapkan kunjungan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Hal tersebut diutarakan oleh juru bicara pemerintah Iran Fatemeh Mohajerani seperti dikutip kantor berita Rusia RIA pada Senin (12/5/2025).

"Kunjungan Putin ke Teheran saat ini sedang direncanakan, persiapan sedang dilakukan," kata Mohajerani seperti dikutip RIA.

Belum ada komentar langsung dari Kremlin.

Melansir Reuters, Putin mengadakan pembicaraan dengan Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei di Iran pada tahun 2022. Itu merupakan perjalanan pertama pemimpin Kremlin ke luar bekas Uni Soviet setelah ia mengirim puluhan ribu pasukan ke Ukraina pada tanggal 24 Februari di tahun yang sama.

Meskipun Moskow telah membeli senjata dari Iran untuk perangnya di Ukraina dan menandatangani perjanjian kemitraan strategis selama 20 tahun dengan Teheran awal tahun ini, hubungan mereka sejak abad ke-16 terkadang bermasalah.

Pejabat Iran mengatakan bahwa Moskow sering berbicara keras tetapi waspada agar tidak terseret ke dalam perang besar di Timur Tengah, meskipun Rusia telah terjun ke Suriah pada tahun 2015.

Tidak seperti beberapa perjanjian yang telah disepakati Rusia dengan negara lain, perjanjian kemitraan strategis yang ditandatangani antara Iran dan Rusia awal tahun ini tidak mencakup klausul pertahanan bersama.

 

 

 

China Tegaskan Masalah Fentanil Merupakan Tanggung Jawab Amerika Serikat

Tanggung jawab untuk menangani masalah fentanil di Amerika Serikat berada di tangan AS sendiri.

Pernyataan tersebut ditegaskan oleh Kementerian Luar Negeri Tiongkok pada Selasa (13/5/2025).

Penegasan China terkait dengan tudingan Washington kepada Beijing yang tidak membendung arus masuk fentanil ke AS sehingga mendorong Washington untuk menerapkan hukuman berupa tarif.

China pun menolak mentah-mentah tarif hukuman yang dikenakan AS.

Mengutip Reuters, menurut Lin Jian, juru bicara kemenlu China, Tiongkok telah berulang kali mengatakan fentanil merupakan masalah AS dan tarif yang dikenakan kepada Tiongkok tidak masuk akal.

Ketegangan perdagangan antara dua ekonomi terbesar dunia telah mereda karena kedua belah pihak berjanji untuk menurunkan tarif secara tajam atas barang-barang masing-masing setelah pembicaraan di Swiss selama akhir pekan.

Namun, Washington tidak menghapus tarif 20% yang dikenakannya pada barang-barang China karena menurutnya Beijing belum berbuat cukup banyak untuk menghentikan epidemi fentanil di AS.

Melansir Morningstar.com, pada hari Senin, baik AS dan China membatalkan sebagian besar tarif balasan yang diberlakukan sejak April.

AS setuju untuk sementara menurunkan tarif dasar untuk sebagian besar barang Tiongkok dari 145% menjadi 30%, dengan tetap mempertahankan pungutan yang terkait dengan dugaan peran Tiongkok dalam krisis fentanil yang melanda AS.

Sementara, Tiongkok mengatakan akan memangkas pungutannya atas produk-produk AS dari 125% menjadi 10% dan berjanji untuk mencabut beberapa tindakan balasan non-tarif.

Meskipun kedua pihak tidak mencapai kesepakatan mengenai tarif fentanil selama pembicaraan selama akhir pekan, pejabat AS menjelaskan kepada rekan-rekan mereka di Tiongkok tentang pentingnya memerangi obat yang mematikan itu.

 

Trump Cabut Sanksi Suriah dan Raih Investasi Raksasa dari Arab Saudi

 

Presiden Amerika Serikat Donald Trump memulai kunjungan diplomatiknya ke kawasan Teluk dengan langkah mengejutkan dan monumental: mencabut sanksi jangka panjang terhadap Suriah serta menandatangani kesepakatan investasi senilai US$ 600 miliar (Rp 9,933 triliun) dengan Arab Saudi.

Peristiwa ini menandai perubahan arah kebijakan luar negeri AS yang berpotensi mengubah lanskap geopolitik Timur Tengah.

Dalam pidatonya di forum investasi di Riyadh, Trump mengumumkan bahwa Amerika Serikat akan mencabut seluruh sanksi terhadap Suriah. Keputusan ini menyusul jatuhnya rezim Bashar al-Assad pada Desember tahun lalu oleh pasukan pemberontak yang kini dipimpin oleh Presiden Ahmed al-Sharaa.

Pencabutan sanksi ini menjadi langkah penting dalam mendorong rekonstruksi ekonomi Suriah. Menteri Luar Negeri Suriah Asaad al-Shibani menyebut pencabutan ini sebagai "permulaan baru" dalam proses rekonstruksi nasional.

Trump dijadwalkan melakukan pertemuan singkat dengan Sharaa di Arab Saudi, menandai dimulainya kembali hubungan bilateral antara kedua negara.

Trump juga mengumumkan kesepakatan pertahanan senilai US$ 142 miliar dengan Arab Saudi, yang disebut Gedung Putih sebagai "kerja sama pertahanan terbesar yang pernah dicapai Washington." Kesepakatan ini mencakup berbagai sektor, antara lain:

Sistem pertahanan udara dan rudal

Teknologi ruang angkasa dan komunikasi militer

Keamanan maritim dan angkatan udara

Menurut informasi yang dirilis Gedung Putih, kesepakatan ini dapat berkembang menjadi total USD 1 triliun dalam beberapa bulan ke depan, yang menunjukkan betapa strategisnya hubungan kedua negara di bidang pertahanan.

Arab Saudi juga menyatakan komitmennya untuk menginvestasikan US$ 600 miliar di berbagai sektor ekonomi AS. Investasi ini mencakup sektor energi, pertambangan, teknologi, infrastruktur, manufaktur, dan pengolahan sumber daya alam.

Kehadiran sejumlah tokoh bisnis terkemuka seperti Elon Musk (CEO Tesla), Sam Altman (CEO OpenAI), Larry Fink (CEO BlackRock), dan Stephen Schwarzman (CEO Blackstone) memperkuat peran sektor swasta dalam penguatan hubungan bilateral ini.

Putra Mahkota Mohammed bin Salman memanfaatkan kesempatan ini untuk mempromosikan proyek-proyek besar Saudi, termasuk NEOM, kota futuristik yang diharapkan menjadi pusat inovasi global. Visi 2030 Saudi bertujuan untuk mendiversifikasi ekonomi negara, mengurangi ketergantungan pada pendapatan minyak, dan mendorong investasi asing.

Saudi juga telah melakukan penyesuaian terhadap proyek-proyek besar ini sebagai respon terhadap kenaikan biaya dan penurunan harga minyak global.

Meskipun tidak mengunjungi Israel, Trump menyatakan harapannya agar Arab Saudi segera menormalisasi hubungan dengan Israel, mengikuti jejak negara-negara Arab lainnya yang melakukannya pada masa jabatan pertamanya.

Trump juga mengeluarkan peringatan keras terhadap Iran, menyebutnya sebagai "kekuatan paling destruktif di Timur Tengah" dan menegaskan bahwa AS tidak akan membiarkan Iran memperoleh senjata nuklir.

Trump mengungkapkan niatnya untuk melakukan kesepakatan dengan Iran, namun menegaskan bahwa jika kepemimpinan Iran menolak tawaran tersebut, AS tidak akan ragu untuk memberlakukan tekanan maksimal.

 

Putin kepada Calon Investor Asing Rusia: Minta Maaf Saja Tidak cukup

 

Kremlin bermaksud untuk menetapkan hambatan yang tinggi bagi calon investor asing yang meninggalkan Rusia pada awal perang melawan Ukraina.

Melansir DPA International, Putin mengatakan saat pertemuan dengan asosiasi Business Russia, penting untuk mempertimbangkan bagaimana perusahaan-perusahaan ini berperilaku setelah kepergian mereka, dan apakah mereka, misalnya, membantu Ukraina.

Pemimpin Rusia menolak saran bahwa para investor yang kembali harus meminta maaf karena dianggap tidak cukup.

"Oh tidak. Itu sama sekali tidak cukup," kata Putin.

Dia bilang, para eksekutif perusahaan Barat harus segera meminta maaf jika mereka mengharapkan keuntungan di Rusia dengan melakukan hal itu.

Perusahaan-perusahaan Rusia perlu dilindungi dari persaingan yang ketat. Oleh karena itu, lanjutnya, penilaian pragmatis atas manfaat diperlukan.

Jika menguntungkan bagi Rusia andaikan perusahaan asing tertentu datang, maka Moskow harus mengizinkan mereka masuk. Jika tidak, dalih apa pun sah untuk menolak mereka masuk, kata Putin.

Dalam kebanyakan kasus, hal ini dapat disesuaikan dengan aturan WTO.

"Dan jika tidak, Rusia akan berdebat di pengadilan setidaknya selama 15 tahun," kata presiden berusia 72 tahun itu.

Setelah perang melawan Ukraina yang diperintahkan oleh Putin, banyak perusahaan Barat meninggalkan Rusia karena sanksi yang dijatuhkan oleh Eropa dan Amerika Serikat.

Meskipun terjadi eksodus massal, ekonomi Rusia terus tumbuh dengan beralih ke produksi perang.

Secara resmi, otoritas Rusia tetap yakin bahwa banyak investor asing pada akhirnya akan kembali setelah konflik terselesaikan, meskipun tidak ada perusahaan yang secara terbuka mengumumkan rencana konkret untuk melakukannya.

 

 

China Cabut Larangan Pengiriman Boeing Pasca 'Gencatan Senjata' Perdagangan dengan AS

 

China telah mencabut larangan bagi maskapai untuk menerima pengiriman pesawat Boeing setelah Amerika Serikat dan China sepakat untuk mengurangi sementara tarif tinggi antara kedua negara, menurut laporan Bloomberg yang mengutip sumber yang mengetahui masalah ini.

Pejabat di Beijing mulai memberi tahu maskapai domestik dan agen pemerintah minggu ini bahwa pengiriman pesawat yang dibuat di Amerika Serikat dapat dilanjutkan. Pada bulan April, setidaknya tiga pesawat di pusat pengiriman Boeing di China telah dikembalikan ke Amerika Serikat.

Boeing mengatakan bahwa pelanggan di China tidak akan menerima pengiriman pesawat baru karena tarif yang dikenakan, dan perusahaan tersebut sedang berusaha untuk menjual kembali sejumlah pesawat yang tidak terjual.

Pada hari Senin, Washington dan Beijing sepakat untuk memangkas tarif timbal balik antara dua ekonomi terbesar dunia yang sebelumnya melebihi 100% selama periode negosiasi 90 hari setelah pembicaraan akhir pekan di Jenewa.

China adalah pasar penerbangan yang penting dan berkembang pesat, yang mewakili sekitar 10% dari backlog pesawat komersial Boeing.

Eksekutif Boeing mengatakan dalam panggilan pendapatan kuartal pertama perusahaan bahwa Boeing merencanakan pengiriman 50 pesawat ke maskapai China tahun ini, dengan 41 pesawat di antaranya sedang diproduksi atau telah selesai dibangun.

Tantangan dalam Pengiriman Pesawat yang Ditolak oleh China

Meskipun Boeing mengatakan ada maskapai lain yang tertarik untuk menerima pesawat yang ditolak oleh China, perusahaan pembuat pesawat tersebut ragu untuk mengirimkan pesawat ke tempat lain meskipun mereka ingin mengurangi tingkat persediaan yang tinggi. Salah satu hambatan utama adalah kursi pesawat, yang sudah dipilih dan dibeli oleh maskapai China.

Pelanggan dari China diperkirakan akan menerima 25 dari 30 pesawat 737 MAX yang belum dikirimkan dan dibangun sebelum tahun 2023. Setidaknya empat pesawat pengangkut 777 juga sedang diproduksi untuk maskapai China, menurut sumber yang mengetahui masalah ini dan data pelacakan pesawat dari Aviation Flights Group.

Dua minggu lalu, Beijing menyatakan bahwa maskapai China dan Boeing telah sangat terpengaruh oleh tarif yang diberlakukan oleh Amerika Serikat. Sebelumnya, China telah memberikan pengecualian tarif tinggi untuk beberapa komponen peralatan aerospace, termasuk mesin dan roda pendaratan, sebelum kesepakatan pada hari Senin tercapai.

Dengan dimulainya kembali pengiriman pesawat ini, diharapkan hubungan dagang antara Amerika Serikat dan China di sektor penerbangan akan semakin membaik, memungkinkan Boeing untuk melanjutkan rencananya dalam memenuhi permintaan pesawat dari maskapai di China yang terus berkembang.

 

 

6.000 Karyawan Microsoft Kena PHK! Efisiensi Operasional Jadi Alasan Utama

 

Perusahaan teknologi raksasa Microsoft mengumumkan rencana untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sekitar 6.000 karyawan, atau sekitar 3% dari total tenaga kerja globalnya, sebagai bagian dari strategi restrukturisasi organisasi.

Langkah ini pertama kali dilaporkan oleh CNBC dan kemudian dikonfirmasi oleh juru bicara Microsoft dalam pernyataan kepada FOX Business. Microsoft menyatakan bahwa perubahan ini dilakukan untuk “menerapkan penyesuaian organisasi yang diperlukan guna memposisikan perusahaan secara optimal di tengah pasar yang dinamis.”

Tujuan Utama: Penyederhanaan dan Efisiensi Operasional

Microsoft menjelaskan bahwa mereka akan menyederhanakan proses, prosedur, dan struktur peran dalam perusahaan. Fokus utamanya adalah pada pengurangan lapisan manajerial, demi mempercepat pengambilan keputusan dan meningkatkan efisiensi operasional secara keseluruhan.

Langkah ini mencerminkan tren yang lebih luas di industri teknologi, di mana perusahaan semakin fokus pada efisiensi biaya dan penggunaan teknologi baru—seperti kecerdasan buatan—untuk mengoptimalkan produktivitas karyawan.

“Kami akan memanfaatkan teknologi dan kapabilitas baru untuk memberdayakan karyawan agar lebih fokus pada pekerjaan yang bermakna,” ujar pihak Microsoft.

Dampak terhadap Tenaga Kerja Global

Per Juni 2024, Microsoft memiliki sekitar 228.000 karyawan secara global. Meskipun jumlah ini sempat meningkat 2% dibandingkan tahun sebelumnya, jumlah tersebut telah mengalami sedikit penurunan dibandingkan kuartal sebelumnya, menurut pernyataan CFO Amy Hood dalam panggilan pendapatan kuartal ketiga pada akhir April.

PHK yang diumumkan kali ini akan mempengaruhi karyawan lintas tim, tingkat jabatan, dan lokasi di seluruh dunia. Belum ada informasi detail mengenai unit bisnis mana yang akan terdampak paling besar, namun diperkirakan akan menyentuh berbagai divisi, termasuk perangkat lunak, layanan cloud, serta sektor kecerdasan buatan yang kini tengah berkembang pesat.

Posisi Keuangan Microsoft: Kuat, Tapi Waspada

Meskipun melakukan PHK, Microsoft melaporkan kinerja keuangan yang sangat solid pada kuartal ketiga tahun fiskal 2025:

Pendapatan: US$70,07 miliar

Laba bersih: US$25,82 miliar

Kapitalisasi pasar: Sekitar US$3,34 triliun per Selasa sore

Angka-angka ini mencerminkan posisi keuangan yang kuat, namun perusahaan tetap memilih langkah efisiensi demi mempertahankan keunggulan kompetitif dalam jangka panjang.

 

 

 

 

Trump Memulai Kunjungan Bersejarah ke Negara-Negara Teluk, Ini Misi Utamanya

 

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, memulai kunjungan luar negeri keduanya sejak kembali menjabat, dengan agenda yang difokuskan pada penguatan kerja sama ekonomi bersama negara-negara Teluk. Kunjungan empat hari ini mencakup Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab (UEA), tanpa menyertakan Israel dalam rute diplomatiknya.

Trump tiba di Riyadh pada hari Selasa, ditemani oleh sejumlah tokoh bisnis terkemuka AS seperti CEO Tesla Elon Musk, CEO BlackRock Larry Fink, dan CEO Blackstone Stephen Schwarzman. Kunjungan ini menandai perubahan pendekatan kebijakan luar negeri AS dari diplomasi keamanan menuju diplomasi ekonomi.

Forum Investasi AS-Arab Saudi: Komitmen Triliunan Dolar

Kunjungan Trump dimulai dengan partisipasi dalam Saudi-US Investment Forum yang berlangsung di Riyadh. Menteri Investasi Arab Saudi, Khalid Al-Falih, menyatakan bahwa hubungan ekonomi antara kedua negara telah berkembang jauh melampaui sektor energi.

“Ketika Amerika dan Saudi bergabung, hasilnya luar biasa,” ujar Al-Falih saat membuka forum yang ditandai dengan visual elang dan falcon terbang—simbol kekuatan dan persahabatan.

Arab Saudi sebelumnya telah berkomitmen untuk menginvestasikan US$600 miliar di Amerika Serikat selama empat tahun ke depan. Namun, Trump disebut-sebut akan menegosiasikan peningkatan nilai investasi tersebut hingga US$1 triliun, mencerminkan ambisi besar untuk memperkuat kerja sama ekonomi bilateral.

Kerja Sama Pertahanan: Paket Senjata US$100 Miliar

Sumber terpercaya menyebutkan bahwa dalam kunjungan ini, Trump akan menawarkan paket persenjataan lebih dari US$100 miliar kepada Arab Saudi. Paket tersebut diperkirakan mencakup pesawat angkut militer C-130 serta teknologi pertahanan canggih lainnya.

Langkah ini menunjukkan upaya strategis Trump untuk memperkuat aliansi militer AS di kawasan, meskipun isu sensitif seperti normalisasi hubungan Arab Saudi-Israel akan dihindari selama pertemuan ini.

Peran Sentral Qatar dan UEA: Fokus pada Infrastruktur dan Energi

Setelah Riyadh, Trump akan melanjutkan kunjungannya ke Qatar dan Uni Emirat Arab, dua negara dengan kepentingan ekonomi yang meningkat dalam hubungan dengan AS. Di Qatar, Trump diperkirakan akan menerima hadiah simbolis berupa pesawat Boeing 747-8 mewah, yang akan dihibahkan ke perpustakaan kepresidenannya setelah masa jabatannya berakhir.

Di UEA, agenda utama mencakup kesepakatan investasi sektor infrastruktur, energi hijau, dan teknologi. Kedua negara Teluk ini diperkirakan akan mengumumkan kolaborasi besar-besaran dengan total nilai investasi yang bisa mencapai triliunan dolar AS.

Ketegangan Regional: Di Balik Bayang-bayang Konflik

Meskipun tujuan utama kunjungan adalah ekonomi, latar belakang geopolitik kawasan tidak bisa diabaikan. Konflik di Gaza, potensi eskalasi atas program nuklir Iran, dan perang Rusia-Ukraina tetap menjadi perhatian global.

Pemerintah Trump dikabarkan mendorong mekanisme bantuan baru untuk Gaza serta kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas. Selain itu, diskusi tertutup antara diplomat AS dan Iran di Oman mengisyaratkan adanya peluang diplomatik untuk meredam ketegangan terkait program nuklir Teheran.

Trump juga menyatakan kemungkinan melakukan perjalanan tambahan ke Turki untuk memfasilitasi pembicaraan langsung antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy, meskipun hal ini belum dikonfirmasi secara resmi.

Proyeksi Abraham Accords: Tantangan Normalisasi

Trump dan timnya berharap dapat memperluas Abraham Accords, inisiatif diplomatik yang berhasil memulihkan hubungan diplomatik antara Israel dan beberapa negara Arab selama masa jabatan pertamanya.

Namun, sumber diplomatik menyebutkan bahwa penolakan PM Israel Benjamin Netanyahu terhadap solusi dua negara dan penghentian permanen perang di Gaza menjadi hambatan utama dalam pendekatan terhadap Arab Saudi.

Meskipun demikian, Trump optimis bahwa perjanjian serupa dapat dicapai dalam jangka panjang, terutama setelah stabilisasi konflik dan perubahan dalam kepemimpinan regional.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Share this Post