News Komoditi & Global ( Jumat, 31 Oktober 2025 )
Harga emas naik karena The Fed memangkas suku bunga dan ketidakpastian dagang AS-China. Emas diproyeksi terus menguat hingga akhir 2026. Harga emas menguat didorong oleh keputusan The Federal Reserve (The Fed) memangkas suku bunga acuannya serta berlanjutnya ketidakpastian terkait hasil kesepakatan dagang antara Amerika Serikat dan China. Melansir Reuters pada Jumat (31/10/2025), harga emas di pasar spot naik 1,9% menjadi US$4.003,62 per troy ounce. Sementara itu, harga emas berjangka AS untuk pengiriman Desember menguat 0,4% di posisi US$4.015,9 per troy ounce. Presiden AS Donald Trump mengatakan pada Kamis (30/10) bahwa pihaknya akan menurunkan tarif impor terhadap China dari 57% menjadi 47% sebagai imbalan atas kesediaan China melanjutkan pembelian kedelai AS, ekspor logam tanah jarang, serta memperketat pengawasan terhadap perdagangan ilegal fentanyl. “Awalnya emas sempat melemah, tetapi setelah detail kesepakatan AS-China dirilis dan pasar menyadari bahwa perjanjian itu cukup dangkal, optimisme terhadap berakhirnya perang dagang mulai memudar,” ujar Managing Partner CPM Group Jeffrey Christian, dikutip Reuters. Pasar saham AS pun terkoreksi karena kekhawatiran bahwa gencatan dagang tersebut tidak akan bertahan lama. Sementara itu, The Fed pada Rabu (29/10) memangkas suku bunga sesuai dengan ekspektasi pasar, namun mengindikasikan bahwa langkah tersebut kemungkinan menjadi pemangkasan terakhir tahun ini. 
Harga Emas Perhiasan Hari Ini 31 Oktober Turun Tipis, Rp2,04 Juta per Gram Nasib Pergerakan Harga Emas dan Arus Deras Aksi Borong Bank Sentral Tower Bersama (TBIG) Kemas Laba Bersih Rp1,1 Triliun Kuartal III/2025 Bank sentral memperingatkan bahwa penutupan sebagian pemerintahan (government shutdown) berpotensi menghambat ketersediaan data ekonomi penting. Emas cenderung diminati di tengah lingkungan suku bunga rendah karena sifatnya sebagai aset tanpa imbal hasil (non-yielding asset). Logam mulia ini juga biasanya menguat pada periode ketidakpastian ekonomi dan geopolitik. Wells Fargo Investment Institute menaikkan proyeksi harga emas akhir tahun 2026 menjadi kisaran US$4.500–US$4.700 per ounce dari perkiraan sebelumnya di kisaran US$3.900–US$4.100 per ounce, dengan alasan ketidakpastian geopolitik dan kebijakan perdagangan global. “Kami memperkirakan ketidakpastian tersebut akan terus mendukung permintaan emas baik dari sektor swasta maupun lembaga resmi, dan mendorong harga lebih tinggi,” tulis para analis Wells Fargo dalam catatan risetnya. Di sisi lain, harga perak spot naik 2,7% menjadi US$48,81 per ounce, platinum menguat 1,2% ke US$1.604,38 per troy ounce, dan paladium melonjak 3,4% ke posisi US$1.447,08 per troy ounce.
Harga Minyak Dunia Melemah karea Tertekan oleh Penguatan Dolar AS serta Meningkatnya Pasokan dari Produsen Utama
 
 Harga minyak dunia melemah pada Jumat (31/10/2025) dan menuju penurunan bulanan ketiga berturut-turut, tertekan oleh penguatan dolar AS serta meningkatnya pasokan dari produsen utama yang mengimbangi dampak sanksi Barat terhadap ekspor minyak Rusia.
Mengutip Reuters, minyak mentah Brent turun 0,51% atau 33 sen menjadi US$64,67 per barel pada pukul 00.27 GMT.
Sementara West Texas Intermediate (WTI) melemah 0,58% atau 35 sen ke US$60,22 per barel.
 “Dolar AS yang lebih kuat menekan selera investor terhadap komoditas,” tulis analis ANZ dalam sebuah catatan.
Penguatan greenback terjadi setelah Ketua The Fed Jerome Powell menyatakan bahwa pemangkasan suku bunga pada Desember belum menjadi kepastian.
Baik Brent maupun WTI diperkirakan turun sekitar 3% sepanjang Oktober, seiring meningkatnya pasokan yang melampaui pertumbuhan permintaan tahun ini.
Negara-negara anggota OPEC dan produsen non-OPEC terus meningkatkan produksi guna memperluas pangsa pasar.
Peningkatan suplai ini juga membantu meredam dampak gangguan ekspor minyak Rusia ke dua pembeli utamanya, yakni China dan India, akibat sanksi Barat.
Sumber Reuters menyebut, OPEC+ tengah mempertimbangkan kenaikan produksi moderat pada Desember, menjelang pertemuan kelompok tersebut pada Minggu mendatang.
Hingga kini, delapan anggota OPEC+ telah menaikkan target produksi lebih dari 2,7 juta barel per hari (bph), setara 2,5% dari pasokan global.
Data dari Joint Organizations Data Initiative (JODI) menunjukkan ekspor minyak mentah Arab Saudi mencapai 6,41 juta bph pada Agustus, level tertinggi dalam enam bulan terakhir, dan diproyeksikan akan terus meningkat.
Sementara itu, laporan Energy Information Administration (EIA) AS mencatat produksi minyak domestik mencapai rekor 13,6 juta bph pekan lalu.
Presiden AS Donald Trump pada Kamis mengatakan bahwa China telah sepakat untuk memulai proses pembelian energi dari AS, termasuk potensi transaksi besar minyak dan gas dari Alaska.
Namun, sejumlah analis meragukan kesepakatan tersebut akan berdampak signifikan terhadap permintaan energi AS.
“Alaska hanya memproduksi sekitar 3% dari total minyak mentah AS, sehingga tidak terlalu signifikan. Pembelian LNG dari Alaska oleh China pun kemungkinan bersifat komersial,” tulis analis Barclays, Michael McLean, dalam catatannya.
Wall Street Tergelincir : Saham Meta & Microsoft Anjlok, The Fed Hawkish
 
 Tiga indeks utama Wall Street ditutup turun pada perdagangan Kamis (30/10/2025), dengan Nasdaq Composite dan S&P 500 memimpin pelemahan.
Penurunan dipicu oleh saham Meta dan Microsoft yang jatuh akibat kekhawatiran investor terhadap lonjakan belanja AI, sekaligus mencerna sinyal lebih hawkish dari Federal Reserve AS.
Melansir Reuters, Dow Jones Industrial Average turun 109,88 poin (0,23%) menjadi 47.522,12, S&P 500 turun 68,25 poin (0,99%) menjadi 6.822,34, dan Nasdaq Composite turun 377,33 poin (1,57%) menjadi 23.581,14.
Di antara 11 sektor utama S&P 500, tujuh sektor melemah, dengan consumer discretionary memimpin penurunan 2,6%. Real estate menjadi sektor penguat terbesar, naik 0,7%.
Koreksi Kamis mengikuti rekor tertinggi yang dicapai tiga indeks utama dalam empat sesi sebelumnya, didorong oleh optimisme terhadap laporan kuartalan dan ekspektasi kebijakan moneter lebih akomodatif.
Saham Meta merosot 11,3%, mencatat penurunan satu hari terbesar dalam tiga tahun, setelah perusahaan sosial media ini memproyeksikan belanja modal yang “jauh lebih besar” tahun depan untuk investasi AI.
Sementara itu, Microsoft turun 2,9% setelah melaporkan belanja modal rekor hampir US$35 miliar untuk kuartal pertama fiskal dan memperingatkan pengeluaran akan meningkat sepanjang tahun.
Di sisi lain, induk Google, Alphabet, justru naik 2,5% karena pertumbuhan iklan dan cloud computing yang stabil mendorong hasil lebih baik dari perkiraan.
Investor mencerna hasil ini setelah Federal Reserve memangkas suku bunga seperempat poin pada Rabu (29/10), tetapi Ketua Fed Jerome Powell memperingatkan bahwa pemotongan tambahan pada Desember tidak lagi menjadi “kepastian.”
Hal ini membuat peluang pemotongan berikutnya turun menjadi sekitar 70%, dari sebelumnya lebih dari 90%.
“Investor berada dalam mode risk-off setelah pasar naik cukup tinggi. S&P 500 hampir menyentuh rekor tertinggi, tetapi laporan teknologi ini tidak memenuhi ekspektasi tinggi,” kata Lindsey Bell, kepala strategi di 248 Ventures, Charlotte, North Carolina.
Ia menambahkan bahwa investor masih khawatir akan minimnya data ekonomi akibat penutupan pemerintah AS dan sikap Fed yang lebih hawkish.
Setelah penutupan sesi reguler turun 3%, saham Amazon melonjak 9% dalam perdagangan after-hours karena permintaan kuat layanan cloud computing menutupi pertumbuhan e-commerce yang melambat. Apple naik dalam perdagangan after-hours yang fluktuatif setelah melaporkan penjualan iPhone yang kuat meski ada beberapa kendala pasokan.
Dari 222 perusahaan S&P 500 yang telah melaporkan hasil kuartalannya hingga Rabu, 84,2% mengalahkan estimasi laba, lebih tinggi dari rata-rata 77% dalam empat kuartal terakhir (data LSEG).
AI dan Saham Teknologi
Optimisme terhadap AI menjadi pendorong utama reli saham AS tahun ini, dengan perusahaan teknologi top menyumbang 35% bobot S&P 500.
Nvidia, pemimpin chip AI, turun 2% setelah sehari sebelumnya menjadi perusahaan publik pertama dengan valuasi pasar lebih dari US$5 triliun.
Sementara itu, kesepakatan dagang yang ditunggu antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping tampak tidak berdampak signifikan pada pasar hari itu.
Trump setuju menurunkan beberapa tarif impor China, sementara Beijing melanjutkan pembelian kedelai, menjaga pasokan logam tanah jarang, dan menindak perdagangan fentanyl.
“Kalau berita bagus tidak memicu reaksi pasar, artinya hal itu sudah tercermin dalam harga,” kata Jack McIntyre, manajer portofolio di Brandywine Global.
BOJ Tahan Suku Bunga di 0,5%, Dua Anggota Dewan Dissenting
 
 Bank of Japan (BOJ) kembali menahan suku bunga acuan di level 0,5% pada rapat kebijakan Kamis (30/10/2025).
Namun, bank sentral tersebut menegaskan komitmennya untuk terus menaikkan suku bunga secara bertahap jika kondisi ekonomi bergerak sesuai proyeksi.
Keputusan ini sesuai dengan ekspektasi pasar. Dua anggota dewan, Naoki Tamura dan Hajime Takata, kembali menyatakan dissenting vote mengulangi usulan mereka sejak September agar suku bunga dinaikkan menjadi 0,75%.
Dalam laporan prospek ekonomi kuartalan yang dirilis bersamaan, BOJ sedikit merevisi naik proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk tahun fiskal yang berakhir Maret 2026, sekaligus menaikkan proyeksi inflasi untuk tahun fiskal 2026.
BOJ juga mempertahankan pandangan bahwa inflasi dasar diperkirakan mencapai target 2% pada paruh kedua periode proyeksi tiga tahun hingga Maret 2027. Risiko terhadap outlook inflasi disebut “relatif seimbang.”
“Jika proyeksi ekonomi dan harga kami terwujud, kami akan terus menaikkan suku bunga kebijakan dan menyesuaikan tingkat dukungan moneter sesuai dengan perbaikan ekonomi dan harga,” tulis BOJ dalam laporan tersebut.
Pelaku pasar kini menanti pernyataan Gubernur BOJ Kazuo Ueda dalam konferensi pers sore ini untuk mencari petunjuk mengenai waktu dan laju kenaikan suku bunga berikutnya.
Terbelah Antara Hawk dan Dove
Dewan kebijakan BOJ masih terbelah antara kubu hawkish yang menilai kondisi sudah layak untuk kenaikan suku bunga, dan kubu dovish yang dipimpin Ueda yang memilih menunggu data lanjutan terkait dampak perlambatan ekonomi AS dan kebijakan tarif Presiden Donald Trump.
Ketidakpastian global ini juga menjadi perhatian bank sentral lain. Federal Reserve AS pada Rabu (29/10) menurunkan suku bunga lagi dengan hasil voting yang juga terpecah.
Ketua Fed Jerome Powell mengakui adanya “perbedaan pandangan yang kuat” di antara pejabat bank sentral mengenai arah kebijakan berikutnya.
Tantangan Politik Baru
Selain faktor eksternal, dinamika politik domestik juga memengaruhi keputusan BOJ. Ekspektasi kenaikan suku bunga pada Oktober menurun setelah dilantiknya Perdana Menteri baru, Sanae Takaichi, yang dikenal mendukung kebijakan moneter longgar.
Meski demikian, dengan inflasi yang telah melampaui target 2% selama lebih dari tiga tahun, mayoritas ekonom yang disurvei Reuters memperkirakan BOJ akan menaikkan suku bunga menjadi 0,75% paling lambat pada akhir Maret 2026.
Kubu hawkish di dewan BOJ juga mungkin mendapat dukungan dari Menteri Keuangan AS Scott Bessent, yang sebelumnya menyerukan percepatan kenaikan suku bunga untuk mencegah pelemahan yen lebih lanjut.
BOJ terakhir kali menaikkan suku bunga pada Januari tahun ini menjadi 0,5%, setelah satu dekade menerapkan kebijakan stimulus besar-besaran.
Namun, Ueda tetap berhati-hati, menilai dampak tarif AS dapat mengganggu siklus kenaikan upah dan harga faktor kunci bagi normalisasi kebijakan moneter Jepang.
Menjelang Pertemuan Trump–Xi, Taiwan Yakin Hubungan dengan AS Tetap Kuat
 
Taiwan menyatakan keyakinannya terhadap hubungan erat dengan Amerika Serikat menjelang pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping, Kamis (30/10/2025), di Korea Selatan.
Pertemuan tersebut diperkirakan turut membahas isu sensitif mengenai Taiwan, yang diklaim Beijing sebagai bagian dari wilayahnya.
Menteri Luar Negeri Taiwan Lin Chia-lung mengatakan, pemerintah “tentu memantau” pertemuan kedua pemimpin tersebut.
Namun ia menegaskan bahwa Taiwan dan Amerika Serikat memiliki kerja sama yang erat dalam bidang keamanan dan berbagai isu strategis lainnya.
“Kami percaya diri dengan hubungan Taiwan–AS, dan kami memiliki saluran komunikasi yang terbuka serta erat,” ujar Lin dalam konferensi pers di Taipei.
Sejak kembali menjabat awal tahun ini, Presiden Trump belum menyetujui penjualan senjata baru untuk Taipei, meskipun ia mengklaim bahwa Presiden Xi telah berjanji tidak akan melakukan invasi selama masa jabatannya.
Kekhawatiran muncul di Taipei bahwa pertemuan bilateral di sela KTT Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) dapat membuka peluang “kompromi” yang merugikan kepentingan Taiwan, seiring upaya Trump mengejar kesepakatan dagang dengan Beijing.
Pemerintah Taiwan yang demokratis secara tegas menolak klaim kedaulatan Beijing.
Dalam sepekan terakhir, China kembali menawarkan konsep “satu negara, dua sistem” untuk mendorong “reunifikasi” dengan Taiwan, namun tetap menegaskan tidak akan menyingkirkan opsi penggunaan kekuatan militer.
Tidak ada partai politik besar di Taiwan yang mendukung konsep tersebut. Presiden Lai Ching-te bahkan menegaskan bahwa Taiwan harus menentang segala bentuk “dorongan menuju penyatuan.”
Lin menambahkan bahwa Taiwan harus mempertahankan status quo di Selat Taiwan.
 “Apa yang disebut sebagai ‘kemajuan penyatuan’ sebenarnya adalah upaya untuk mengubah status quo di Selat Taiwan. Karena itu, kami akan terus mempertahankan perdamaian dan keamanan Taiwan,” tegasnya.
Pertemuan Bersejarah Trump-Xi di Busan: Apakah Perang Dagang Akan Reda?
 
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden China, Xi Jinping membuka pertemuan yang sangat dinantikan di Kota Pelabuhan Busan, Korea Selatan, pada Kamis, 30 Oktober 2025, dengan harapan dapat menandatangani kesepakatan perdagangan yang mengakhiri ketegangan antara dua ekonomi terbesar dunia.
Ini merupakan pertemuan pertama kedua pemimpin sejak Trump kembali ke Gedung Putih, yang dimaksudkan untuk meredakan ketegangan perang dagang yang telah membuat tarif perdagangan mereka melonjak sepanjang tahun 2025.
“Senang bertemu dengan Anda lagi,” ujar Xi sambil berjabat tangan dengan Trump di hadapan media. Trump membalas, “Senang bertemu dengan Anda juga.”
Trump menambahkan, “Saya yakin pertemuan ini akan sangat sukses. Tapi dia negosiator yang sangat tangguh, itu tidak mudah,” sambil menepuk punggung Xi.
Ia juga menekankan bahwa hubungan mereka selalu baik dan berharap kesepakatan perdagangan dapat dicapai pada hari yang sama.
Xi menyatakan di awal pertemuan, “Karena kondisi nasional kita berbeda, wajar jika kita tidak selalu sepaham. Hal ini normal bagi dua ekonomi terkemuka dunia untuk kadang mengalami gesekan.”
Namun ia menekankan, China dan AS seharusnya tetap menjadi mitra dan sahabat.
Pertemuan digelar di sebuah gedung dekat Bandara Busan, sekitar 80 km dari Gyeongju, lokasi para pemimpin APEC berkumpul untuk mendorong perdagangan bebas.
Meski dijadwalkan berlangsung sekitar dua jam, banyak pihak memperkirakan pembicaraan bisa molor mengingat gaya Trump yang sering memanfaatkan drama sebagai strategi negosiasi.
Tak lama sebelum pertemuan, Trump sempat mengejutkan dunia dengan posting-an di media sosial bahwa Pentagon akan mulai menguji senjata nuklir “dengan kesetaraan” terhadap Rusia dan China, sebuah langkah yang mematahkan moratorium selama puluhan tahun sejak 1992.
Pertemuan ini memiliki dampak besar bagi Asia Tenggara. Jika Trump menurunkan tarif untuk China, para eksportir di kawasan harus bersaing dengan produsen terbesar dunia untuk pasar Amerika.
Beberapa kemungkinan hasil pertemuan termasuk kesepakatan kecil: Tiongkok menunda pembatasan ekspor logam tanah jarang, sementara AS membatalkan ancaman tarif tambahan 100% yang semula akan berlaku pada 1 November.
Kesepakatan ini akan meredakan ketegangan sementara, dengan kemungkinan pencapaian lebih konkret saat Trump melakukan kunjungan ke China awal tahun depan.
Kesepakatan yang lebih substansial bisa mencakup China mengendalikan produksi dan ekspor bahan kimia untuk pembuatan obat fentanyl, melanjutkan pembelian kedelai AS, dan menyetujui penjualan mayoritas saham TikTok milik ByteDance.
Ketiga langkah ini akan menguntungkan basis pemilih Trump dan memperkuat posisi Partai Republik menjelang pemilu paruh waktu tahun depan.
Di sisi lain, China berharap AS melonggarkan kontrol ekspor teknologi tinggi, termasuk kemungkinan pembelian chip AI canggih dari Nvidia, serta mengurangi dukungan untuk Taiwan.
Isu Taiwan tetap menjadi sorotan utama, mengingat kebijakan Trump selama masa jabatan keduanya yang sempat menurunkan hubungan diplomatik dan menghentikan penjualan paket senjata besar ke pulau tersebut.
Dengan mata dunia tertuju pada Busan, hasil pertemuan Trump dan Xi akan menjadi titik penting bagi perdagangan global dan stabilitas geopolitik di Asia.
Yuan China Menguat ke Level Tertinggi Setahun, Pasar Harap Truce Dagang Trump–Xi
 
Yuan menguat mendekati level tertinggi dalam hampir satu tahun terhadap dolar AS pada Kamis (30/10/2025).
Seiring harapan pasar bahwa pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping di Korea Selatan akan menghasilkan kesepakatan damai dagang.
Pertemuan tersebut menjadi yang pertama sejak Trump kembali menjabat sebagai Presiden AS pada Januari lalu.
Trump berulang kali menyampaikan optimismenya bahwa ia dan Xi dapat mencapai kesepakatan dalam forum di sela-sela pertemuan puncak Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC).
“Pergerakan yuan bisa menjadi bagian dari pembicaraan dagang, atau setidaknya menjadi cara untuk meredakan kekhawatiran AS dalam negosiasi perdagangan,” ujar Jeremy Zook, Lead Analyst untuk China di Fitch Ratings.
Di pasar valuta asing, yuan onshore menguat hingga menyentuh level 7,0955 per dolar AS, tertinggi sejak 4 November 2024, sebelum sedikit melemah ke posisi 7,0973 pada pukul 09.00 waktu Shanghai (02.00 GMT).
Sementara itu, yuan offshore diperdagangkan di level 7,0954 pada waktu yang sama.
Dari sisi pasar saham, bursa China cenderung melemah, dengan investor bersikap hati-hati menanti hasil pertemuan kedua pemimpin.
Meski demikian, pasar tetap optimistis bahwa kesepakatan gencatan senjata dagang dapat menjaga momentum reli pasar saham China sepanjang tahun ini.
Harga Komoditas Bakal Turun, Bank Dunia Minta Negara Berkembang Hapus Subsidi di 2026
 
 Bank Dunia memproyeksikan harga komoditas global akan turun ke level terendah dalam enam tahun pada 2026, seiring meluasnya surplus minyak dan lemahnya pertumbuhan ekonomi dunia.
Dalam laporan Commodity Markets Outlook terbarunya, Bank Dunia memperkirakan harga komoditas akan turun masing-masing 7% pada 2025 dan 2026.
Penurunan harga energi menjadi faktor utama meredanya tekanan inflasi global, sementara turunnya harga beras dan gandum ikut meningkatkan keterjangkauan pangan di beberapa negara berkembang.
Meski demikian, harga komoditas secara umum masih lebih tinggi dibandingkan masa pra-pandemi, yakni 23% di atas level 2019 untuk tahun 2025 dan 14% di atasnya pada 2026.
Indermit Gill, Chief Economist dan Senior Vice President for Development Economics Bank Dunia mengatakan bahwa pasar komoditas membantu menstabilkan ekonomi global. Namun, masa tenang ini tidak akan berlangsung lama.
"Pemerintah harus memanfaatkannya untuk menata kembali keuangan negara, mempersiapkan ekonomi agar siap bersaing, dan mempercepat perdagangan dan investasi," ujar Indermit dalam keterangannya, Kamis (30/10/2025).
Laporan itu menyebutkan surplus minyak dunia pada 2025 meningkat tajam dan diperkirakan melonjak 65% pada 2026 dibandingkan puncak terakhir tahun 2020.
Permintaan minyak melambat akibat meningkatnya penggunaan kendaraan listrik dan hibrida serta stagnasi konsumsi di China.
Harga minyak Brent diperkirakan turun dari rata-rata US$ 68 per barel pada 2025 menjadi US$ 60 pada 2026, yang merupakan level terendah dalam lima tahun.
Secara keseluruhan, harga energi diperkirakan turun 12% tahun ini dan 10% tahun depan.
Harga pangan juga menunjukkan tren menurun, atau turun 6,1% pada 2025 dan 0,3% pada 2026. Harga kedelai turun karena produksi rekor dan ketegangan dagang, sementara harga kopi dan kakao diprediksi jatuh tahun depan seiring membaiknya pasokan.
Sebaliknya, harga pupuk melonjak 21% pada 2025 akibat biaya input dan pembatasan perdagangan, sebelum turun 5% pada 2026, kondisi yang dikhawatirkan menekan margin petani dan produktivitas pertanian.
Sementara itu, logam mulia seperti emas dan perak justru melesat ke rekor baru. Harga emas diperkirakan naik 42% pada 2025 dan 5% lagi pada 2026, hampir dua kali lipat rata-rata 2015–2019. Harga perak naik 34% tahun ini dan diproyeksi naik 8% tahun depan.
Bank Dunia mengingatkan, proyeksi harga bisa berubah jika pertumbuhan global terus melemah atau produksi minyak OPEC+ melebihi ekspektasi.
Sebaliknya, konflik geopolitik dapat mendorong harga minyak naik dan meningkatkan permintaan terhadap aset aman seperti emas.
Cuaca ekstrem akibat La Nina yang lebih kuat juga berpotensi mengganggu produksi pangan dan menaikkan permintaan listrik.
Ayhan Kose, Deputy Chief Economist dan Direktur Prospects Group Bank Dunia mengatakan bahwa harga minyak yang lebih rendah membuka peluang bagi negara berkembang untuk melakukan reformasi fiskal.
"Menghapus subsidi bahan bakar bisa mengalihkan dana ke infrastruktur dan modal manusia, menciptakan lapangan kerja, serta memperkuat produktivitas jangka panjang," katanya.
Menurutnya, reformasi fiskal tersebut akan membantu mengalihkan pengeluaran dari konsumsi dan investasi, memulihkan ruang fiskal sambil mendukung penciptaan lapangan kerja yang lebih berkelanjutan.
Koji Sato Pastikan Toyota Tak Terdampak Langsung Krisis Chip Nexperia
 
Toyota Motor Corp memastikan tidak menghadapi kekurangan chip dalam waktu dekat akibat pembatasan ekspor China terhadap produk chipmaker Nexperia.
Namun, perusahaan tetap waspada terhadap potensi gangguan rantai pasok yang bisa berdampak pada produksi.
“Saya memang melihat ada risiko, tapi bukan berarti kita akan mengalami kekurangan chip besok,” ujar CEO Toyota, Koji Sato, kepada wartawan di ajang Japan Mobility Show di Tokyo, Rabu (30/10/2025).
Sato menambahkan, meski isu tersebut berpotensi mempengaruhi produksi, Toyota tidak akan langsung menghadapi krisis pasokan besar-besaran.
Sebagaimana diketahui, industri otomotif global kini tengah berlomba mengamankan pasokan chip dan meninjau ulang stok mereka menyusul kekhawatiran krisis pasokan yang semakin dalam terkait Nexperia.
China sebelumnya melarang ekspor produk Nexperia setelah pemerintah Belanda mengambil alih kendali perusahaan tersebut bulan lalu.
Langkah itu diambil karena kekhawatiran atas potensi transfer teknologi ke induk usaha Nexperia di China, Wingtech, yang telah ditandai oleh Amerika Serikat sebagai potensi risiko keamanan nasional.
Menurut Sato, industri otomotif Jepang secara keseluruhan kini berupaya menstandarkan penggunaan chip lama (legacy chips) agar tidak kembali mengalami kekurangan parah seperti saat pandemi, ketika ketergantungan pada semikonduktor khusus (custom chips) membuat produsen mobil sangat rentan.
Pernyataan Sato muncul tak lama setelah Nissan mengumumkan masih memiliki persediaan chip yang cukup hingga pekan pertama November tanpa gangguan produksi—hanya tinggal hitungan hari.
Di sisi lain, Sato juga menegaskan Toyota tidak berencana menaikkan harga penawaran tender untuk Toyota Industries Corp dalam rencana akuisisi penuh perusahaan tersebut.
Sebagai informasi, grup Toyota pada Juni lalu mengumumkan rencana untuk membawa Toyota Industries menjadi perusahaan tertutup melalui skema holding company yang melibatkan Toyota Motor, Toyota Fudosan, dan Chairman Akio Toyoda.
Harga penawaran tender sebesar ¥16.300 per saham (sekitar US$108,10) memang lebih tinggi dibanding rata-rata historis sebelum pengumuman, namun lebih rendah dibanding harga saham sehari sebelum kabar itu muncul.
Sejumlah investor pun mengeluhkan bahwa penawaran tersebut dinilai terlalu rendah.
Transaksi ini merupakan bagian dari restrukturisasi besar di dalam grup Toyota, khususnya untuk membawa produsen forklift dan pemasok utama Toyota tersebut di bawah kontrol penuh.
Sato menegaskan, proses buyout akan dilakukan secara transparan dengan memperhatikan kepentingan pemegang saham minoritas.
“Kami ingin memastikan semua pemangku kepentingan memahami langkah ini dengan baik, bukan sekadar mempercepat prosesnya,” ujarnya.
Di Busan, Trump Cari Titik Temu dengan Xi Jinping untuk Akhiri Ketegangan Perdagangan
 
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping dijadwalkan bertemu di Busan, Korea Selatan, pada Kamis (30/10/2025) pagi waktu setempat.
Pertemuan ini bertujuan mencari jalan menuju gencatan dagang baru antara dua ekonomi terbesar dunia, setelah ketegangan meningkat dalam beberapa bulan terakhir.
Pertemuan bilateral ini merupakan yang pertama sejak Trump kembali menjabat pada Januari lalu dan berlangsung di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) APEC.
Agenda ini menandai puncak dari kunjungan cepat Trump ke Asia selama lima hari.
Trump sebelumnya menyatakan optimisme bahwa kesepakatan dapat dicapai dengan Xi, terutama setelah Washington dan Seoul menandatangani kesepakatan dagang baru pada Rabu (29/10/2025).
Namun, banyak analis menilai kedua negara kini lebih siap berhadapan dalam kompetisi ekonomi dan geopolitik yang kian menyerupai Perang Dingin baru. Karena itu, masih ada keraguan tentang berapa lama gencatan dagang baru dapat bertahan.
Isu Rare Earth dan Tarif Jadi Sorotan
Perang dagang kembali memanas bulan ini setelah Beijing mengusulkan pembatasan ekspor rare earth, mineral penting untuk industri teknologi tinggi di mana China memegang dominasi global.
Sebagai respons, Trump mengancam akan memberlakukan tarif tambahan 100% terhadap produk ekspor China serta kemungkinan pembatasan ekspor barang yang mengandung perangkat lunak asal AS ke China.
Langkah ini sempat menimbulkan kekhawatiran akan guncangan baru bagi ekonomi global.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent menyebut, pihaknya berharap Beijing akan menunda kebijakan pembatasan ekspor rare earth selama satu tahun dan melanjutkan pembelian kedelai AS, sebagai bagian dari “kerangka kesepakatan substansial” yang akan disepakati para pemimpin.
Menjelang pertemuan, Reuters melaporkan bahwa China telah membeli kargo kedelai AS pertama dalam beberapa bulan terakhir, sebuah sinyal awal perbaikan hubungan dagang.
Komitmen Baru: TikTok dan Fentanyl
Trump juga menargetkan pencapaian kesepakatan cepat di sejumlah isu lain, termasuk pengurangan tarif AS terhadap produk China sebagai imbalan atas komitmen Beijing untuk menekan aliran bahan prekursor fentanyl, opioid sintetis yang menjadi penyebab utama kematian akibat overdosis di AS.
Selain itu, Trump menyatakan siap menandatangani kesepakatan final terkait TikTok, yang menghadapi ancaman larangan di AS kecuali pemilik China-nya melepaskan kepemilikan saham di operasi AS.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, menyatakan Beijing siap bekerja sama untuk mencapai “hasil positif” dalam pertemuan Busan.
Kesepakatan Lama Segera Berakhir
Kesepakatan perdagangan sebelumnya antara kedua negara yang menurunkan tarif timbal balik menjadi sekitar 55% di pihak AS dan 10% di pihak China, serta memulihkan aliran ekspor magnet rare earth akan berakhir pada 10 November mendatang.
Beijing dikabarkan meminta pencabutan tarif 20% terkait fentanyl, pelonggaran kontrol ekspor teknologi AS, serta penghapusan biaya pelabuhan baru untuk kapal China yang diberlakukan Washington untuk membatasi dominasi China di sektor logistik dan pelayaran global.
Pertemuan Busan juga menjadi penutup kunjungan Trump di Asia, di mana sebelumnya ia menandatangani sejumlah perjanjian kerja sama rare earth dengan Jepang dan negara-negara Asia Tenggara untuk mengurangi ketergantungan dunia terhadap pasokan dari China.
Ketegangan di Selat Taiwan
Pertemuan ini berlangsung di tengah meningkatnya ketegangan militer di Selat Taiwan.
Media pemerintah China pada Minggu (26/10) melaporkan pesawat pembom H-6K melakukan latihan “konfrontasi” di sekitar wilayah Taiwan.
Meski demikian, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menegaskan bahwa Washington tetap berkomitmen mendukung pertahanan Taiwan sebagaimana diatur dalam undang-undang AS, dan menepis kekhawatiran bahwa Trump akan menjadikan Taiwan sebagai alat tawar dalam negosiasi dengan Beijing.
Penjualan Chip Samsung Cetak Rekor, Fokus Produksi HBM4 Tahun Depan
 
 Raksasa teknologi asal Korea Selatan, Samsung Electronics Co Ltd, mencatat pendapatan tertinggi sepanjang sejarah dari bisnis chip memorinya pada kuartal ketiga 2025.
Perusahaan berencana memperkuat produksi chip generasi lanjut tahun depan, seiring lonjakan permintaan semikonduktor untuk kecerdasan buatan (AI).
Samsung melaporkan pendapatan divisi chip memorinya mencapai 26,7 triliun won (sekitar US$18,8 miliar), naik dari 22,3 triliun won pada periode yang sama tahun lalu.
Sementara laba operasional bisnis semikonduktor melonjak 80% menjadi 7 triliun won.
Kinerja tersebut mencerminkan booming harga chip konvensional yang melampaui ekspektasi pasar.
Lonjakan permintaan pusat data dan peralihan produsen ke chip berorientasi AI menyebabkan pasokan chip standar menyusut dan harga naik.
“Pasar semikonduktor diperkirakan akan tetap kuat, didorong momentum investasi AI yang terus berlanjut,” ujar Samsung dalam pernyataannya, Kamis (30/10/2025).
Samsung juga mengonfirmasi bahwa chip HBM3E generasi terbaru telah dijual ke seluruh pelanggan utama, menandakan perusahaan kini sejajar dengan SK Hynix dalam memasok chip AI berlapis 12 ke raksasa GPU Nvidia.
Pasar merespons positif laporan ini. Saham Samsung sempat melonjak hingga 5,3%, melampaui kenaikan indeks acuan KOSPI yang hanya 0,9%.
Perusahaan juga mengungkapkan bahwa sampel chip HBM4 tengah dikirim ke klien utama, dan produksi massal dijadwalkan dimulai pada 2026.
Langkah ini menjadi strategi penting untuk menutup jarak dengan SK Hynix, yang lebih dulu memimpin pasar chip memori berperforma tinggi (HBM).
“Pertumbuhan cepat industri AI akan membuka peluang pasar baru di kuartal keempat dan seterusnya,” tambah Samsung.
Fenomena ini sejalan dengan pernyataan SK Hynix sehari sebelumnya, yang memperkirakan siklus “super” baru di industri semikonduktor akibat lonjakan permintaan chip AI.
SK Hynix bahkan mengaku seluruh produksi chip untuk tahun depan sudah terjual habis.
Meski sempat tertinggal dalam menggarap pasar chip AI, keuntungan dari lonjakan chip konvensional menjadi penopang utama kinerja Samsung tahun ini.
Selain chip, Samsung masih menjadi pemain besar di pasar smartphone, TV, dan panel layar datar.
Secara keseluruhan, Samsung mencatat laba operasional 12,2 triliun won pada kuartal Juli–September 2025, sesuai dengan estimasi sebelumnya sebesar 12,1 triliun won.
Kekayaan Jensen Huang Bertambah Rp 280 Triliun, Saat Nvidia Pecahkan Rekor Dunia
 
Pendiri sekaligus CEO Nvidia, Jensen Huang, mencatat pekan yang luar biasa.  Kekayaannya meningkat US$ 17 miliar atau sekitar Rp 280 triliun (kurs Rp 16.500) hanya dalam waktu seminggu.
Kenaikan kekayaan tersebut seiring lonjakan saham Nvidia yang menjadikan perusahaan tersebut sebagai raksasa teknologi pertama di dunia dengan nilai kapitalisasi pasar menembus US$ 5 triliun.
Menurut Bloomberg Billionaire Index, kekayaan Huang kini mencapai US$ 174 miliar atau sekitar Rp 2.871 triliun, menjadikannya orang terkaya ke-9 di dunia, tepat di bawah mantan CEO Microsoft, Steve Ballmer, dan di atas pendiri Dell, Michael Dell. Dalam setahun terakhir, total kekayaan Huang melonjak US$ 51 miliar.
Meski begitu, posisinya bisa saja lebih tinggi. Sama seperti pendiri perusahaan besar lainnya, porsi kepemilikan Huang di Nvidia telah terdilusi seiring waktu.
Ia kini memegang saham Nvidia dalam porsi yang lebih kecil dibandingkan kepemilikan Elon Musk di Tesla atau Warren Buffett di Berkshire Hathaway.
Huang juga telah mendapatkan persetujuan untuk menjual hingga 6 juta saham Nvidia tahun ini.
Kenaikan nilai Nvidia semakin diperkuat oleh optimisme pasar terhadap prospek bisnis perusahaan. Dalam konferensi teknologi GTC AI di Washington pekan ini, Huang mengungkapkan bahwa Nvidia memperkirakan pesanan chip mencapai US$ 500 miliar.
Angka tersebut diyakini analis menunjukkan masih adanya ruang pertumbuhan bagi perusahaan dengan valuasi pasar terbesar di dunia itu.
Dalam pidato utamanya, Huang bahkan memuji Presiden Donald Trump dan pemerintahannya, menutup sambutannya dengan slogan khas sang presiden, “Make America Great Again.”
Dukungan Trump terhadap Nvidia tampaknya turut memperkuat reli saham perusahaan. Dalam perjalanan kunjungannya ke Asia, Trump mengungkapkan rencana untuk membahas kemungkinan penjualan chip tercanggih Nvidia, seri Blackwell, kepada China dalam pertemuan mendatang dengan Presiden Xi Jinping.
Hingga kini, Nvidia masih berupaya mendapatkan izin untuk menjual chip versi lebih rendah, H20, di pasar China.
“Kita akan membicarakan soal Blackwell, ini chip super luar biasa,” kata Trump kepada wartawan.
Nvidia belum memberikan panduan resmi terkait peluang masuk kembali ke pasar China. Namun jika izin penjualan berhasil didapat, hal itu dapat semakin memperkuat prospek pertumbuhan perusahaan.
Kinerja impresif Huang dan Nvidia kemungkinan belum berakhir. Dalam waktu dekat, sejumlah raksasa teknologi seperti Microsoft, Meta, dan Alphabet akan merilis laporan keuangan mereka.
Jika belanja investasi mereka di bidang kecerdasan buatan terus meningkat, hal itu bisa menjadi dorongan tambahan bagi Nvidia yang selama ini selalu diuntungkan setiap kali optimisme terhadap sektor AI menguat.
Palestina Ajukan Keanggotaan Penuh BRICS, Masih Tunggu Tanggapan
 
Palestina telah mengajukan permohonan untuk menjadi anggota penuh BRICS, namun hingga kini belum menerima tanggapan resmi. Hal itu disampaikan Duta Besar Palestina untuk Rusia, Abdel Hafiz Nofal, kepada RIA Novosti, Jumat (26/9/2025).
"Kami telah mengajukan permohonan, tetapi, seperti yang Anda ketahui, Palestina memiliki kondisi tertentu. Saya yakin Palestina akan berpartisipasi dalam asosiasi ini sebagai tamu hingga persyaratan memungkinkannya menjadi anggota penuh. Kami belum menerima tanggapan," ujar Nofal.
BRICS merupakan asosiasi antarnegara yang dibentuk pada 2006. Organisasi ini diprakarsai oleh Rusia, Brasil, India, China, dan Afrika Selatan.
Pada 2024, kelompok tersebut memperluas keanggotaan dengan menerima Mesir, Etiopia, Iran, dan Uni Emirat Arab.
Sebelumnya para pemimpin negara-negara BRICS menegaskan bahwa Jalur Gaza adalah bagian tak terpisahkan dari wilayah kedaulatan Palestina, yang juga melingkupi Tepi Barat, dan harus diperintah sebagai satu-kesatuan oleh Otoritas Palestina.
Hal tersebut merupakan salah satu isi dari deklarasi yang disepakati dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-17 BRICS di Rio de Janeiro, Brasil, pada 6—7 Juli 2025.
"Kami mengakui bahwa Jalur Gaza adalah bagian tak terpisahkan dari wilayah Palestina yang diduduki," menurut deklarasi KTT itu.
"Kami menggarisbawahi, dalam hal ini, terkait pentingnya menyatukan Tepi Barat dan Jalur Gaza di bawah Otoritas Palestina," sebagaimana ditegaskan dalam deklarasi oleh para pemimpin BRICS.
Pada 7 Oktober 2023, organisasi perlawanan Palestina, Hamas, melancarkan serangan darat dan udara dari Jalur Gaza ke Israel. Menurut otoritas Israel, 1.200 warganya tewas dalam serangan itu, sementara 200 orang lainnya menjadi sandera.
Israel kemudian melancarkan serangan berskala besar ke Jalur Gaza dan mengumumkan kebijakan blokade penuh terhadap wilayah kantong tersebut.
Serangan Israel yang tak kunjung henti tersebut, selain pada masa gencatan senjata yang singkat, telah menyebabkan lebih dari 57.000 warga Palestina dan 1.500 warga Israel tewas.
Peperangan di Jalur Gaza juga merembet ke sejumlah wilayah lain di Timur Tengah, di antaranya Lebanon dan Yaman.
Setelah 6 Tahun, Trump dan Xi Jinping Bertemu Lagi Ketika Perseteruan Memanas
 
Setelah jeda enam tahun, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping dijadwalkan bertemu pada hari Kamis (30/10/2025) di sela-sela KTT Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) di Busan, Korea Selatan. Ini akan menjadi pertemuan berisiko tinggi dari pemimpin dua raksasa ekonomi dunia di tengah meningkatnya ketegangan perdagangan dan ketidakpastian ekonomi global. Terakhir kali kedua pemimpin bertemu langsung adalah pada masa jabatan pertama Trump. Keterlibatan mereka yang diperbarui, menurut para pejabat AS, bertujuan untuk membangun kembali gencatan senjata perdagangan yang rapuh yang telah terkikis dalam beberapa bulan terakhir. Baca Juga: Trump Perintahkan AS Uji Senjata Nuklir, Tak Mau Kalah dengan Rusia Kedua belah pihak memasuki perundingan dengan hati-hati tetapi tetap penuh harapan, dengan Washington mengisyaratkan bahwa mereka menginginkan "kerangka kerja substansial" untuk menstabilkan hubungan. Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengatakan para negosiator telah berupaya untuk menunda rencana pembatasan ekspor mineral tanah jarang oleh China, sebuah langkah yang dapat mengguncang industri di seluruh dunia. Sebagai imbalannya, Beijing diperkirakan akan menghidupkan kembali pembelian kedelai AS, sebuah isyarat simbolis niat baik terhadap petani Amerika. Perang Dagang Menggeliat Kembali Perang dagang yang telah lama terpendam kembali memanas awal bulan ini setelah Beijing mengusulkan pembatasan besar-besaran terhadap ekspor logam tanah jarang, yang penting untuk produk teknologi tinggi dan aplikasi pertahanan. Trump membalas dengan mengancam tarif 100% atas ekspor China dan potensi pembatasan barang-barang yang dibuat dengan perangkat lunak AS yang ditujukan untuk China—tindakan yang diperingatkan oleh para ekonom dapat mengganggu rantai pasokan global. Terlepas dari retorika yang keras, Trump telah menyatakan optimismenya tentang kesepakatan tersebut, dengan mengatakan dia berharap dapat menurunkan tarif jika Beijing setuju untuk mengekang bahan kimia prekursor yang digunakan untuk membuat fentanil, opioid sintetis yang menjadi penyebab krisis overdosis di Amerika. Selain tarif dan perdagangan, perundingan Trump-Xi Jinping juga dapat menyentuh TikTok, aplikasi milik China yang menghadapi larangan AS kecuali perusahaan induknya mendivestasikan operasinya di Amerika. Trump mengisyaratkan bahwa kesepakatan akhir mengenai masalah ini dapat ditandatangani langsung dengan Xi Jinping. Gedung Putih telah mengindikasikan bahwa pertemuan minggu ini bisa menjadi yang pertama dari beberapa pertemuan berikutnya di tahun mendatang, yang berpotensi melibatkan kunjungan balasan. Hal ini menandakan bahwa kedua belah pihak mengantisipasi proses negosiasi yang berlarut-larut, alih-alih pertemuan puncak satu kali. Banyak perjanjian tarif dan logam tanah jarang sebelumnya antara Washington dan Beijing akan berakhir pada 10 November, yang semakin mendesak dalam putaran diplomasi ini. Kesepakatan-kesepakatan tersebut sebelumnya telah mengurangi tarif pembalasan menjadi sekitar 55% di pihak AS dan 10% di pihak China, sekaligus melanjutkan aliran magnet logam tanah jarang yang penting bagi berbagai industri, mulai dari otomotif hingga jet tempur. Beijing, di sisi lain, sedang mengupayakan pengurangan tarif, keringanan kontrol ekspor untuk teknologi AS, dan penghapusan biaya pelabuhan baru yang dikenakan pada kapal-kapal China. Pertemuan di Busan merupakan puncak dari tur lima hari Trump di Asia, di mana dia menandatangani pakta dengan Jepang dan negara-negara Asia Tenggara yang bertujuan untuk mendiversifikasi rantai pasokan logam tanah jarang dan mengurangi ketergantungan pada China. Namun, latar belakang yang lebih luas tetap menegangkan. Ketegangan atas Taiwan semakin meningkat, dengan media pemerintah China baru-baru ini meliput latihan militer pesawat pengebom H-6K di dekat pulau tersebut. AS telah menegaskan kembali komitmennya terhadap pertahanan Taiwan, dengan Menteri Luar Negeri Marco Rubio memastikan bahwa Washington tidak akan mengorbankan kepentingan keamanannya demi mencapai kesepakatan ekonomi. Beijing menyampaikan nada damai menjelang pertemuan tersebut. China bersedia bekerja sama untuk "hasil positif", kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Guo Jiakun pada hari Rabu, seperti dikutip dari NDTV.
Kekejaman Tentara Israel: Jadikan 2 Lansia Palestina Tameng Manusia, lalu Dieksekusi 
 
Dua pria lanjut usia (lansia) Palestina, yang dilaporkan digunakan sebagai perisai manusia oleh tentara Israel, ditemukan telah dieksekusi tembak di Al-Tawam, Jalur Gaza. Nasib kedua korban diungkap para saksi mata kepada Al Jazeera Arabic pada Rabu. Kedua korban sebelumnya ditelanjangi, dipaksa masuk ke rumah-rumah di Gaza sebelum tentara Israel memasukinya, dan ditempatkan di depan kendaraan militer Zionis. Keduanya diidentifikasi dalam sebuah foto yang dibagikan oleh halaman Israel Genocide Tracker (@trackingisrael) di X sebagai Nadi Abdel Latif Marouf dan Ali Muhammad Marouf. Keduanya berusia 70-an tahun. Baca Juga: Netanyahu: Israel Tak Butuh Izin Negara Lain untuk Serang Gaza meski Sedang Gencatan Senjata Dalam foto tersebut, mereka terlihat ditelanjangi hingga hanya mengenakan pakaian dalam, sementara salah satu dari mereka tampak tangannya diikat ke belakang, di lokasi sebuah bangunan yang hancur. Mereka tampak digiring ke lokasi reruntuhan oleh tentara Israel. Mereka dilaporkan ditahan selama beberapa hari di bawah pengawalan tentara Israel sebelum dibebaskan di bundaran Al-Tawam. Setelah mengizinkan mereka berjalan hanya beberapa meter, mereka dieksekusi dengan tembakan, demikian laporan kelompok pelacak genosida Israel tersebut. Ramy Abdu, ketua Euro-Med Human Rights Monitor yang berbasis di Jenewa, mengatakan di X: "Setelah digunakan sebagai tameng manusia, kerabat mereka menemukan mereka setelah tiga hari dan mereka telah dieksekusi." Kelompok Israel Genocide Tracker telah mengajukan Batalyon Kfir Shimshon kepada Hind Rajab Foundation (HRF) untuk digugat atas kejahatan perang. Batalyon tersebut dituduh melakukan penculikan dan penggunaan warga Palestina, termasuk Ali dan Nadi Marouf, serta seorang pria lanjut usia lainnya yang berjalan dengan kruk sebagai perisai manusia sebelum mengeksekusi mereka di Gaza utara antara September hingga Desember 2024. Dyab Abou Jahjah, Direktur Jenderal HRF, mengatakan, "Para tentara menggunakan warga sipil ini sebagai perisai manusia dan kemudian mengeksekusi mereka." "Tingkat kebejatan dan pengabaian terhadap nyawa manusia dan hukum perang belum pernah terjadi sebelumnya," ujarnya, seperti dikutip dari Palestine Chronicle, Kamis (30/10/2025). Abou Jahjah mengatakan organisasinya kini memiliki nama-nama semua komandan dan tentara Israel yang terlibat. Beberapa di antaranya memiliki kewarganegaraan ganda. Foto-foto kejahatan yang dipublikasikan memicu keterkejutan dan kemarahan yang meluas di platform media sosial. Para pengguna media sosial mengatakan bahwa kejahatan ini menambah babak baru dalam catatan pelanggaran Israel di Gaza.